43 11. Metode proyek
Metode proyek merupakan metode pembelajaran berupa penyajian kepada siswa materi pelajaran yang bertitik tolak dari suatu masalah yang selanjutnya
dibahas dari berbagai sisi yang relevan sehingga diperoleh pemecahan secara menyeluruh dan bermakna.
Berdasarkan beberapa metode di atas guru hendaknya memilih metoode yang dipandang tepat dalam kegiatan pembelajarannya, sehingga tujuan
pembelajaran yang diinginkan dapat dicapai. Melalui metode bermain peran, anak dapat menempatkan dia seperti orang lain, sehingga menumbuhkan sikap saling
menolong, mau bermain bersama, dan menghormati sesama makhluk hidup.
2. Metode Bermain Peran
Bermain peran adalah suatu metode untuk menyelidiki isu-isu yang terdapat dalam situasi sosial kompleks Muhammad Yaumi, 2012: 116. Slamet Suyanto
2005: 84 berpendapat bahwa bermain peran pada dasarnya adalah bermain dengan mengkhayal, seperti anak mengkhayalkan dirinya sebagai pilot dengan
menggunakan kursi sebagai pesawat yang dikemudikannya, anak mengkhayal dirinya sebagai dokter yang sedang memeriksa pasiennya dan sebagainya.
Manfaat yang bisa dipetik oleh anak dari kegiatan bermain peran adalah membantu penyesuaian diri anak dalam menghadapi kehidupannya kelak. Hal ini
selaras dengan pernyataan Sofia Hartati 2005: 89 bahwa bermain peran adalah bermain yang menggunakan daya khayal yaitu dengan memakai bahasa atau
berpura-pura bertingkah laku seperti benda tertentu, situasi tertentu, atau orang
44 tertentu, dan binatang tertentu, yang dalam dunia nyata tidak dilakukan. Anak
akan berpura-pura menjadi seseorang, binatang atau sesuatu yang dapat ia tiru. Di samping itu, kegiatan bermain peran akan memberikan kesenangan yang
dapat memuaskan dirinya baik yang dilakukan atas usahanya sendiri maupun menjadi pengikut dari aturan yang ditetapkan temannya. Dengan demikian
kegiatan bermain peran akan merangsang lebih lanjut kemampuan anak dalam berbahasanya. Dengan sendirinya juga akan merangsang pertumbuhan dan
perkembangan kreatifitas anak. Kegiatan bermain peran memiliki beberapa kelebihan Winda Gunarti dkk., 2008: 10.17 yaitu melibatkan anak secara aktif
dalam suatu pembelajaran. Anak juga akan memperoleh umpan balik yang cepatsegera. Kegiatan bermain peran juga dapat menarik minat dan antusias anak
yang mendukung anak untuk berpikir kritis dan analisis serta anak dapat mempraktikkan keterampilan berkomunikasi.
Kegiatan bermain yang dilakukan oleh anak pada dasarnya mencerminkan tingkat perkembangan mereka Sofia Hartati, 2005: 92. Sejalan dengan kognitif
anak, Piaget mengungkapkan tahapan bermain sebagai berikut: 1. Sensori Motor Play ± ¾ bulan – ½ tahun
Sebelum 3-4 bulan, gerakan atau kegiatan anak belum dapat dikategorikan sebagai
bermain. Kegiatan
anak semata-mata
merupakan kelanjutan
kenikmatan yang diperolehnya. 2. Symbolic atau Make Believe Play ±2-7 tahun
Usia 2-7 tahun ini ditandai dengan bermain khayal dan bermain pura-pura. Anak juga lebih banyak bertanya dan menjawab pertanyaan. Anak sudah mulai
45 dapat menggunakan berbagai benda sebagai simbol atau representasi benda
lain. 3. Social Play Games with Rules ±8 tahun – 11 tahun
Dalam bermain tahap yang tertinggi, penggunaan simbol lebih banyak diwarnai oleh nalar, logika yang bersifat obyektif. Kegiatan anak lebih banyak
dikendalikan oleh aturan permainan. 4. Games With Rules Sports 11 tahun ke atas
Kegiatan bermain ini masih menyenangkan dan dinikmati anak-anak, meskipun
aturannya jauh
lebih ketat
dan diberlakukan
secara kaku
dibandingkan dengan permainan yang tergolong games seperti kasti atau kartu. Dari tahapan bermain di atas dapat dilihat bahwa kelompok bermain
terdapat pada tahapan bermain simbolik atau bermain peran. Anak usia dini lebih menikmati kegiatan bermain yang dapat diperankan seperti tokoh-tokoh atau
pengalaman yang pernah anak lihat atau alami. Kegiatan bermain peran hampir sama dengan metode sosiodrama Winda Gunarti dkk., 2008: 10.18. Sosiodrama
dan bermain peran sama-sama menempatkan anak sebagai pemain, namun apabila tema atau jalan cerita pada bermain peran dapat bersifat umumluas, atau bahkan
bersifat imajinatif, sedangkan pada sosiodrama jalan cerita mengandung konflik sosial yang terselesaikan di akhir cerita. Sosiodrama mempersyaratkan adanya
kerja sama yang sinergis, memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi sehingga sesuai untuk anak usia 4-5 tahun bermain bekerja sama, sedangkan bermain
peran lebih bersifat spontan, imajinatif dan singkat, memiliki tingkat kesulitan yang lebih rendah sehingga sesuai untuk usia 3-4 tahun bermain berama.
46 Dari pernyataan-pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa bermain peran
merupakan kegiatan yang dilakukan dengan anak memerankan sesuatu atau seseorang baik itu benda hidup maupun benda mati, yang dalam kegiatannya
mengembagkan daya khayal dan imajinatif. Bermain peran merupakan salah satu metode pembelajaran untuk anak usia dini yang biasa dilakukan anak dalam
kelompok banyak. Melalui kegiatan ini anak dapat mengembangkan berbagai aspek perkembangan seperti kogmitif, sosial emosional, motorik, nilai agama dan
moral serta bahasa. Selaras dengan pendapat Winda Gunarti dkk., 2008: 10.9 bahwa metode bermain peran ini dikategorikan sebagai metode belajar yang
berumpun kepada
metode perilaku
yang diterapkan
dalam kegiatan
pengembangan. Karakteristiknya adalah adanya kecenderungan memecahkan tugas belajar dalam sejumlah perilaku yang berurutan, konkret, dan dapat diamati.
3. Metode Bermain Peran dalam Mengembangkan Moral