40
2.4. Adegan 3
Potongan Adegan 2 menyajikan beberapa tanda visual di antaranya; tokoh pria paruh baya dan tokoh jin yang mengenakan pakaian adat Jawa. Adegan 2
menceritakan kemunculan secara ajaib oleh jin saat pria paruh baya mengusap lampu emas ajaib. Tanda visual yang menonjol tersebut kemudian disajikan
menjadi dua, yaitu a tokoh jin dan b penggabungan dua mitos. Tanda visual dan tanda verbal yang disebutkan dapat dilihat pada Gambar 5 di bawah:
Gambar 5: Adegan 3 2.4.1 Tokoh Jin
Sistem penandaan pada aspek tokoh jin mencakup: i usia, ii penampilan, dan iii kemunculannya.
2.4.1.1 Usia
Sama halnya dengan makna usia pria paruh baya 2.2.1.1, tokoh jin juga berada pada posisi yang sama. Sekilas usia yang ditangkap melalui perawakan jin
ialah sepantaran dengan usia pria paruh baya, yaitu 40 tahun. Usia 40, seperti yang dijelaskan di muka merupakan usia yang matang secara fisik, emosional, dan
spiritual; sebuah usia saat seseorang akan memperhitungkan secara matang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
tentang hal yang akan dilakukannya dan tidak dari segi lahiriah saja. Jadi, selain kematangan dan kedewasaan yang direpresentasikan oleh usia 40, peneliti
berpendapat bahwa usia ini menunjukkan betapa sebuah refleksi status, jenis pekerjaan, dan posisi sangat berpengaruh pada sosok yang ditampilkan. Oleh
karena itu, jin yang berusia 40 tahun merupakan representasi dari kedewasaan, kematangan, dan kemapanan yang berbanding terbalik dengan representasi pria
paruh baya.
2.4.1.2 Penampilan
Jin yang muncul secara ajaib dari lampu emas dengan mengenakan pakaian adat Jawa Tengah ini secara tidak langsung digunakan untuk menunjukkan
kekuatan, kedalaman, dan keyakinan religius dan ketaatan dalam sejumlah cara yang sangat rumit. Pakaian yang dikenakannya pula ingin menunjukkan jenis
layanan yang diharapkan padanya. Jenis pelayanan dalam konteks ini berhubungan dengan fungsi penghadiran karakter jin dengan busana yang
dikenakannya. Fungsinya sebagai pengabul permohonan melalui apresiasi pengenaan pakaian tradisional. Fungsi yang dihadirkan melalui pakaian yang
dikenakan jin akan diuraikan maknanya sebagai berikut:
2.4.1.2.1 Aksesoris Jawi Jangkep
Kelengkapan yang ditunjukkan oleh pengenaan jawi jangkep oleh jin berupa, baju beskap, blankon, alas kaki cemila, dan kain jarik. Selanjutnya,
dominasi warna yang melekat pada jawi jangkep tersebut ialah merah marun serta emas. Adapun pemakaian aksesoris di pakaian adat Jawa Tengah yang dikenakan
42
jin memiliki filosofi tersendiri seperti; blankon, memiliki makna jika seorang pria harus mempunyai pikiran yang teguh; baju beskap, memiliki makna bahwa
seorang pria harus memperhitungkan segala perbuatan yang dilakukannya; kain jarik, mengisyaratkan agar seorang pria jangan sampai melakukan sesuatu dengan
keliru.
2.4.1.2.2 Warna Busana
Untuk pemilihan warna yang didominasi oleh warna merah marunmerah tua dan emas dipengaruhi oleh mitos, kebijaksanaan, sastra dan seni Jawa dalam
kode kebudayaan. Parawira 1989: 54-55 menunjukkan dengan jelas bahwa dalam buku kesustraan lama, keindahan-keindahan sering dinyatakan dengan
gambaran warna emas seperti yang ditulis dalam Kitab Ramayana, warna sering diandaikan dengan permata indah. “...... bunga teratai yang keemasan, daun-
daun seperti permata safir dan lapis lazuli, pohon-pohon seperti emas menyala .....
”. Makna warna merah tua merupakan karakteristik warna berat, sedangkan
warna kuning keemasan termasuk dalam karakteristik warna hangat. Dalam pertunjukan wayang di Jawa, warna merah tua dihubungkan dengan lambang
logam berupa perunggu, arah mata angin berupa selatan, sifat penampilan berupa kasar, bengis, dan pemarah, serta tokoh berupa Rahwana dan Niwatakawaca.
Warna kuning keemasan dihubungkan dengan lambang logam mas, arah mata angin berupa barat, sifat penampilan berupa agung serta luhur, dan tokoh berupa
Arjuna, Pandu, dan Srikandi Prawira, 1989: 57. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI