Manfaat Penelitian Tinjauan Pustaka

7 yang terdapat pada iklan. Elemen-elemen tersebut berupa heard word and sound effect kata kata yang didengarkan dan efek suara, music musik, seen word kata-kata yang telihat, picture gambar, colour warna, dan movement gerakan. Wahyu Dwi Asih dan Helni Mutiarsih Jumhur menyimpulkan bahwa; pertama, iklan televisi Djarum 76 merupakan iklan kreatif yang berbalut komedi dan humor sehingga mendapat tempat di masyarakat terlepas dari perundang- undangan yang dibuat oleh pemerintah. Kedua, iklan tersebut merupakan media kritik sosial sebab mengangkat fenomena Gayus Tambunan sebagai simbol kebobrokan sistem dan budaya yang ada di tubuh perangat pemerintah. Ketiga, iklan televisi rokok Djarum 76 versi “Sogokan” ini mencerminkan budaya korupsi pada akhirnya menempatkan masyarakat kecil menjadi korban. Abid Helmy yang juga memilih versi yang sama berpendapat bahwa regulasi pemerintah untuk membatasi iklan rokok ternyata tidak mampu memenjarakan ide dan kreativitas para kreator iklan rokok. Menurutnya, iklan rokok Djarum 76 termasuk iklan komersil yang kreatif. Penelitiannya mengungkapkan bahwa iklan ini lebih mengemban misi sosial dibanding dengan misi komersialnya terdapat kritik sosial terhadap pemerintah lewat parodi Gayus Tambunan. Misi sosial itu berupa kritik akan fenomena korupsi. Ia menambahkan bahwa fenomena tersebut sulit untuk diberantas dan bahkan mustahil untuk dihilangkan di negeri ini. Wacana Indonesia bebas dari korupsi merupakan hal yang irasional, tidak masuk akal dan mustahil. Sebaliknya, yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 8 lebih rasional adalah bahwa praktek korupsi itu tetap diberantas dan ditekan hingga ke titik terendah dari tingginya praktek korupsi yang terjadi di Indonesia. Selanjutnya, penerapan teori semiotika oleh Rangga Galura Gumelar pada iklan televisi Djarum 76 versi “Naik Pangkat”. Ia mengutarakan bahwa iklan televisi Djarum 76 menjadi iklan yang akan dikenang masyarakat karena konsep dan tema kritik sosial yang disuguhkan dalam iklannya. Kode-kode yang digunakan oleh pengiklan kemudian dapat dimaknai dan dijadikan sebagai perbaikan sistem atau menjadi perhatian masyarakat umumnya. Kode kultural masih tetap dijaga dengan pakaian adat dan kekuatan mayoritas masyarakat masih tetap dipegang oleh simbol-simbol Jawa. Dengan demikian, penelitian terhadap iklan televisi Djarum 76 versi “Pengin Eksis” merupakan penelitian yang baru dilakukan. Adapun penelitian ini merupakan pengembangan dan pelengkap kajian terhadap iklan televisi Djarum 76 versi sebelumnya. Penjelasan dan uraian yang akan dilakukan merupakan jawaban atas pertanyaan dan permasalahan yang belum terpecahkan dalam penelitian sebelumnya.

1.6 Landasan Teori

1.6.1 Semiotika Nonverbal dan Visual

Scholes dalam Budiman, 2011: 3 menyebut semiotika ____ yang biasanya didefinisikan sebagai pengkajian tanda-tanda ____ pada dasarnya merupakan sebuah studi atas kode-kode, yaitu sistem apapun yang memungkinkan kita memandang entitas-entitas tertentu sebagai tanda atau sebagai sesuatu yang bermakna. Jika PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 9 kita mengikuti pandangan Peirce, semiotika tidak lain daripada sebuah makna lain bagi logika, yakni “doktrin formal tentang tanda-tanda”; sementara bagi Saussure, semiologi adalah sebuah ilmu umum tentang tanda, “suatu ilmu yang mengkaji kehidupan tanda- tanda di dalam masyarakat” Budiman, 2011: 3. Sebenarnya, istilah semiotics diperkenalkan oleh Hippocrates 460-377 SM, penemu medis Barat, seperti ilmu gejala-gejala Danesi, 2010: 7. Gejala, menurut Hippocrates, merupakan semeion ____ baha sa Yunani untuk “penunjuk” mark atau “tanda” sign fisik. Teori tanda pertama yang sebenarnya diperkenalkan oleh Santo Agustinus 354-430 M walau ia tidak menggunakan istilah semiotika untuk mengidentifikasikannya. Ia mendefinisikan tanda alami sebagai tanda yang ditemukan secara harafiah di alam. Ia membedakan jenis tanda ini dengan tanda konvensional, yaitu tanda yang dibuat manusia Danesi, 2010: 11. Dalam teori semiotika modern saat ini, tanda konvensional dibagi menjadi tanda verbal dan nonverbal. Jadi, gambar dan isyarat adalah contoh tanda nonverbal, sedangkan kata dan struktur linguistik lainnya ekspresi, frasa, dan lain-lain adalah contoh tanda verbal. Fokus pada tanda verbal akan tercangkup dalam teori tanda menurut Roland Barthes, sementara tanda nonverbal akan tercangkup dalam semiotika nonverbal dan visual di bawah ini. Menurut Piliang 2012: 299, semiotika adalah sebuah cabang keilmuan yang memperlihatkan pengaruh semakin penting sejak empat dekade lalu, tidak saja sebagai metode kajian decoding, akan tetapi juga metode penciptaan encoding. Semiotika telah berkembang menjadi model atau paradigma bagi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 10 berbagai bidang keilmuan yang sangat luas yang menciptakan cabang-cabang semiotika khusus, di antaranya semiotika sastra, semiotika televisi, semiotika fashion. Semiotika film, dan termasuk semiotika nonverbal serta semiotika visual. Kedipan mata, isyarat tangan, ekspresi wajah, postur tubuh, dan tindakan badaniah lainnya merupakan tanda dan kode pada perilaku nonverbal. Perilaku ini dihasilkan oleh persepsi yang relevan dengan budaya dalam situasi-situasi sosial tertentu. Danesi 2010: 64 menyebut perilaku semacam ini sebagai sesuatu yang lebih dari sekadar zat fisik melainkan tanda yang mengomunikasikan sesuatu. Secara teknis, studi atas tanda-tanda ini diberi nama semiotika nonverbal. Perilaku nonverbal tampak alamiah karena diperoleh secara osmotik tanpa dipikirkan dalam konteks kultural. Pada kenyataannnya, perilaku ini sebagaian besar berasal dari kesepakatan menurut sejarah, bukan dari kewajaran atau tiadanya kewajaran. Pendeknya, nilai-nilai sosial, jenis-jenis pesan yang dibuat dengan tanda nonverbal selalu melibatkan konotasi, artinya pesan-pesan itu jarang ditafsirkan sebagai murni sinyal fisik. Selanjutnya ialah studi tentang tanda visual. Tanda-tanda visual adalah simbol visual yang bersifat ringkas dan abstrak serta mengarah pada komunikasi melalui gambar. Studi tanda visual disebut semiotika visual. Semiotika visual pada dasarnya merupakan salah sebuah bidang studi semiotika yang secara khusus menaruh minat pada penyelidikan terhadap segala jenis makna yang disampaikan melalui sarana indra lihat visual senses. Tanda visual dapat didefinisikan secara sederhana sebagai tanda yang dikonstruksi dengan sebuah penanda visual, yang artinya dengan penanda yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Dokumen yang terkait

MAKNA IDENTITAS SOSIAL DALAM IKLAN ROKOK DI TELEVISI (Analisis Semiotik Dalam Iklan Rokok Djarum 76 versi “Jin Botol”)

0 8 21

MAKNA IDENTITAS SOSIAL DALAM IKLAN ROKOK DI TELEVISI (Analisis Semiotik Dalam Iklan Rokok Djarum 76 versi “Jin Botol”)

0 6 21

Representasi Korupsi Pada Tayangan Iklan Djarum 76 (Analisis Semiotika Roland Barthes Mengenai Representasi Korupsi Dalam Tayangan Iklan Djarum 76)

7 42 99

PEMAKNAAN IKLAN ROKOK DJARUM 76 VERSI “JIN TAKUT ISTRI” (Studi Semiotik Terhadap Iklan Rokok Djarum 76 Versi “Jin Takut Istri” di Televisi).

0 1 127

PEMAKNAAN IKLAN ROKOK DJARUM 76 VERSI “JIN TAKUT ISTRI” (Studi Semiotik Terhadap Iklan Rokok Djarum 76 Versi “Jin Takut Istri” di Televisi).

0 2 127

PEMAKNAAN IKLAN ROKOK DJARUM 76 VERSI “TERDAMPAR” (Studi Semiologi Tentang Pemaknaan Iklan Rokok Djarum 76 Versi “Terdampar” di Televisi).

1 13 94

1 PENGGAMBARAN KONSEP EKSIS DENGAN MEROKOK DALAM IKLAN TELEVISI (ANALISIS SEMIOTIKA PADA IKLAN TELEVISI DJARUM 76 VERSI “PENGEN EKSIS”)

0 0 11

PEMAKNAAN IKLAN ROKOK DJARUM 76 VERSI “TERDAMPAR” (Studi Semiologi Tentang Pemaknaan Iklan Rokok Djarum 76 Versi “Terdampar” di Televisi)

0 0 16

PEMAKNAAN IKLAN ROKOK DJARUM 76 VERSI “JIN TAKUT ISTRI” (Studi Semiotik Terhadap Iklan Rokok Djarum 76 Versi “Jin Takut Istri” di Televisi)

0 1 20

PEMAKNAAN IKLAN ROKOK DJARUM 76 VERSI “JIN TAKUT ISTRI” (Studi Semiotik Terhadap Iklan Rokok Djarum 76 Versi “Jin Takut Istri” di Televisi)

0 0 20