“lha itu kakakku kuwi padahale sekolahe ya sekolah SKP, tapi ibuku itu nek nggawekke klambi ki ora gelem kok terus dijahit dewe, ibuku
njahit dewe itu nggak untuk kakak itu, dijahitke ning nggone cina, nggon modiste. Gitu. Hasilnya lebih bagus sedangkan aku aku kan
dadi kakakku perempuan terus kakakku lanang terus aku. Nah kan iki cewek cewek, kan namanya iri kan mesti ana. Eyang ini dibuatkan
sendiri dijahit sendiri nganggo mesin ithik-ithik kae. Mesin jaman mbiyen ngene kae. Kan hasilnya beda, namanya yo wong kreatifitase
wong mbiyen kae ki kan wes pokoke wes oblong-oblong ngono
.” lha itu kakakku itu padahal sekolahnya ya sekolah SKP, tapi ibuku itu
kalau membuatkan baju tidak mau menjahit sendiri, ibuku itu menjahit sendiri bukan untuk kakak, dijahitkan di tempatnya cina, di
modiste. Seperti itu. Hasilnya lebih bagus sedangkan aku, jadi kakakku perempuan kemudian kakaku laki-laki terus aku. Nah kan
cewek cewek, kan namanya iri pasti ada. Eyang ini dibuatkan sendiri, dijahitin sendiri pakai mesin jahit jaman dulu itu. Kan hasilnya beda,
namanya juga kreatifitasnya orang jaman dulu itu kan yang penting oblong-oblong N, 350-364
“Pernah suatu saat saya pengen sesuatu seperti ini ibu nggak belikan. Itu pernah suatu hari ibu itu pergi ke Bandung, saya minta dibelikan
sepatu. Ini peristiwa waktu masih kecil dan saya inget terus, sudah saya kasih ukuran saya pake tali rafia. Bu, ini nanti ukuran sepatu
saya. Ternyata yang saya tunggu-tunggu, ibu saya kondur, ini ibu nggak membelikan saya. Justru membelikan kepada tante saya. Nah
ini saya sakit hati.
” I, 179 -188 Sakit hati yang dirasakan hanya dipendam dalam diri perempuan Jawa, mereka
tidak mampu untuk mengatakan kepada orangtua mereka. Adanya ketakutan dan hormat dengan orangtua yang disiplin menjadi salah satu alasan mereka
melakukan itu.
c. Sistem nilai yang diberikan orangtua
Sistem nilai yang orangtua berikan kepada informan perempuan Jawa merupakan pengalaman interaksi langsung informan dengan orangtuanya.
Orangtua Jawa mendidik anaknya sistem nilai kedisiplinan dalam hidup, bahkan sikap orangtua dalam mendidik anaknya juga disiplin.
“Bapakku itu disiplin ya itu tadi ya disiplin bangun pagi, disiplin kerja menafkahi keluarga
” N, 1274-1276 “bapakku itu wonge disiplin. Disiplin bener-bener disiplin. Kenapa
aku bilang disiplin. Dan mengajari sopan satun itu benar-benar. Nek jaman biyen, jaman aku dari kecil wiwit aku ngerti, ngerti maem itu
ya. itu yang namanya ibu itu dulu itu ya maklum ya itu pendidikan kolonial ya waktu itu. itu harus bapak dulu didahulukan gitu karena
bapak yang mencari nafkah. Anak itu nanti, mbok aku ngeliha sing kaya ngapa tidak boleh sebelum bapakku itu selesai makan. Semua
anaknya diperlakukan kecuali yang kecil-kecil gitu memang ya. tapi yang sudah tahu aku bertiga itu itu mbok aku ngelih kalau bapak
belum kondur tidak boleh gitu.
” bapakku itu orangnya disiplin. Disiplin benar-benar disiplin. Kenapa aku bilang disiplin. Dan
mengajari sopan santun itu benar-benar. Kalau orang zaman dulu, zaman aku kecil mulai aku mengerti, mengerti makan. Itu yang
namanya ibu itu dulu itu ya maklum ya itu pendidikan kolonial waktu itu. itu harus bapak dulu didahulukan karena bapak yang mencari
nafkah. Anak itu nanti, walaupun aku lapar yang seperti apa tidak boleh sebelum bapakku itu selesai makan. Semua anaknya
diperlakukan kecuali yang kecil-kecil. Tapi yang sudah tahu aku bertiga itu walaupun aku lapar kalau bapak belum pulang tidak boleh
seperti itu N, 479-494
“Kita dididik seperti itu, terus dari waktu kita SD itu sudah dibagi tugasnya masing-masing. Tugasnya pagi ya ada yang nyapu ya ada
yang ini. terutama ya bapak itu kan disiplin itu aaa.. misalnya naruh barang itu harus dikembalikan ke tempatnya.
” I, 14-19 “Kerasnya maksudnya jam segini harus tidur, jam segini harus
bangun, gitu. Harus nyapu, dididik suruh nyapu, kalau ke gereja setengah jam sebelumnya harus udah nyampe ke gereja, ...” L, 833-
837
Nilai kedisiplinan yang diberikan orangtua tidak hanya dilakukan tanpa maksud. Orangtua memberikan nilai kedisiplinan juga dengan maksud
menanamkan nilai kemandirian pada anak. Segala apapun yang diinginkan anak harus dilakukan dengan usaha terlebih dahulu.
“kita dari kecil memang diterapkan sama bapak ibu mandiri semua, jadi kalau misalnya kita itu mau butuh sesuatu itu harus ada apa ya
mbak ya namanya, harus ada usaha dulu. ” I, 10-14
“Dulu saya kayak dulu semua sudah punya kulkas tempat saya nggak punya kulkas gitu terus saya bilang sama bapak, “Pak, kok saru tho
nggak punya kulkas, orang sing maaf ya dibawahnya kita aja bisa beli kulkas, masa kita nggak beli k
ulkas.” Aku bilang gitu. “Aku mau belikan kamu, tapi kamu harus bisa mengembalikan uang itu.” bilang
gitu. Caranya apa, bekerja cari uang, terus saya bikin es apolo itu terus s
aya jual.” L, 713-723 “bapakku ngasih tahu jaman kecil. Kowe nabungo mben dina,
sakmene. Mengko bisa nggo tuku apa-apa nek bapak pas ra nduwe duwet ngono jarene.
” bapakku memberi tahu zaman kecil. Kamu nabung lah setiap hari. Nanti bisa untuk beli apapun kalau bapak
sedang tidak punya uang, begitu katanya C, 454-457 “kalau ibu dari segi, ini kudu prigel, isa ngapa-apa. Ora mung isa
golek duwit. Isa nyambut gawe sing sak wayah-wayah suami ndak ada, kamu bisa bekerja diluar itu
.” kalau ibu dari segi, ini harus prigel, bisa melakukan apapun. Tidak hanya bisa cari uang. Bisa cari
uang yang kalau sewaktu-waktu suami tidak ada,kmu bisa bekerja di luar C, 510-513
Orangtua menanamkan nilai kemandirian pada anak berharap anaknya tidak hanya asal bisa hidup mandiri tanpa memiliki sikap baik kepada diri sendiri maupun
sikap baik kepada orang lain. Orangtua juga menanamkan nilai kesederhanaan untuk mengimbangi nilai kemandirian sehingga kemandirian itu tidak habis
dengan menghasilkan sikap yang buruk dengan boros atau berfoya-foya maupun tidak bertanggungjawab.
“ndidiknya orangtua itu sederhana walaupun apa-apa punya tapi jangan dipamer-
pamerkan gitu. Orangtua saya kayak gitu.” L, 710- 713
Kesederhanaan yang ditanamkan atau diberikan orangtua membuat informan sekaligus juga memiliki nilai kerelaan, tanpa pamrih dalam memberi atau berbuat
baik. Dengan kerelaan maka diri juga berbuat kebaikan kepada sesama. “Sampai dibilang ditanamkan ke anak-anak. Wis pokoke nek karep
berbuat baik ke orang, ya berbuat baik lah tapi aja berharap orang itu berbuat baik juga sama kamu aja mbok dadekke atimu, aja dadi
atimu. ” sampai dikatakan, ditanamkan ke anak-anak. Yang penting
kalau ada keinginan berbuat baik ke orang, ya berbuat baik lah tapi jangan berharap orang itu berbuat baik juga sama kamu, jangan kamu
jadikan hatimu, jangan dibawa hati berharap dibalas C, 825-829
Selain itu, orangtua Jawa tentu juga menanamkan nilai prinsip hidup dalam budaya Jawa yaitu menjaga kerukunan. Orangtua menanamkan nilai
tersebut agar dalam hidup bermasyarakat tetap terjaga keharmonisannya dan tidak memiliki musuh.
“... pesan waktu menikah, pokoke nggak boleh ribut, nek ribut ki wis rejeki mawut. Bilanginnya gitu
.” pesan pada waktu menikah, yang penting tidak boleh bertengkar, kalau bertengkar itu keberuntungan
berantakan. Katanya seperti itu C, 574-576 “... jangan apa.. Tetangga-tetangga itu jangan.. jangan bikin
masalah, pokoknya nganu opo jenenge? Menjaga kerukunan. ” ...
tidak boleh apa.. tetangga-tetangga itu tidak boleh... tidak boleh bikin masalah, yang penting apa itu namanya? Menjaga kerukunan S,
173-175
“orangtua saya ya nggak pernah punya musuh kok. Kan dulu didikannya orangtua dulu.” L, 222-224
“Orangtua itu dulu mendidik itu jangan suka bertengkar itu kuncinya, saling menyayangi ...” N, 462-463
Kerukunan yang dijaga tidak hanya dalam bermasyarakat melainkan juga ditanamkan orangtua di dalam keluarga. Orangtua mendidik anaknya bahwa
keributan yang ada atau terjadi dapat merusak segala apapun yang sudah dilakukan atau dimiliki.
Positif, negatif, dan sistem nilai yang diberikan orangtua kepada informan perempuan Jawa diinternalisasikan ke dalam diri.
Perempuan Jawa menginternalisasikan semua nilai tersebut karena adanya kedekatan yang
terbentuk antara orangtua dengan perempuan Jawa. Kedekatan itu ditunjukkan
dari perhatian yang diberikan orangtua kepada anak maupun perhatian yang diberikan anak kepada orangtua.
“he’eh. Kalau ndak gitu ndak ngerti aku, aku sendiri jadi apa. Apa- apa dulu ngomong, dulu sebelum suami melamar ya bilang. Anakku
aja dipenggak nek ra gelem mandeg nyambut gawe. ” iya. Kalau
tidak seperti itu tidak tahu aku, aku sendiri menjadi apa. Apa-apa dulu berbicara, dulu sebelum suami melamar ya bilang. Anakku tidak
boleh dilarang kalau tidak mau berhenti bekerja C, 520-524.
“Yang paling deket terdiam kayaknya ibu juga. waktu itu bapak opname ya. opname di panti rapih, ibu udah di Klaten ya. itu bapak
minta yang nunggu di rumah sakit itu ibu.” E, 1174-1178. “Bapak sendiri yang minta. Jadi ibu nunggu di sana satu minggu,
nggak pulang.” E, 1180-1182
3. Orientasi Konsep Diri