yang memiliki kekurangan. Kekurangan yang disadari oleh para informan adalah diri yang ngalahan atau nrima untuk menjaga kerukunan.
“... terlalu mengalah terlalu memikirkan panjang itu jadi ragu-ragu kadang itu. negatifnya.
” S, 769-770 “Karena itu tadi terlalu mengalah itu kalau menurut saya itu marakke
ragu-ragu, tidak berani bertindak, mikirnya mungkin malah terlalu panjang itu lho.
” S, 773-776 Ngalahan atau nrima menurut informan justru menjadi negatif karena menjadikan
terlalu berpikir panjang. Padahal ada situasi tertentu yang diharapkan untuk bersikap dengan cepat dan tegas. Terlalu mengalah juga membuat benar-benar
akan dikalahkan oleh orang lain.
2. Orangtua Pembentuk Konsep Diri : Sumber Internalisasi
Konsep diri seseorang terbentuk tidak dengan sendirinya dari Tuhan, melainkan adanya interaksi antara setiap individu dengan individu lain maupun
antara individu dengan lingkungannya. Setiap interaksi yang terjadi memberikan pengalaman baru bagi individu. Pengalaman terpenting yang terjadi pada
perempuan Jawa yaitu pengalaman adanya interaksi perempuan Jawa dengan keluarganya terutama dengan orangtuanya. Apa pun yang ada dan berasal dari
orangtua memberikan
arti penting
bagi diri
perempuan Jawa
dan diinternalisasikan ke dalam dirinya.
a. Sisi positif dari orangtua
Setiap orangtua merupakan manusia yang memiliki sisi positif dan negatif dalam dirinya. Diri orangtua yang seperti apa sangat mempengaruhi bagaimana
mereka memperlakukan anaknya. Orangtua dalam budaya Jawa merupakan
orangtua yang gigih mengutamakan segalanya demi kebaikan anaknya terutama dalam hal pendidikan, hal ini terungkap dalam pernyataan informan.
“Saya dulu semua anak dimanjakan, kepengin les apa dileskan sama orangtua saya.” L, 693-695
“dia sih ngomong sendiri nek aku isa pendidikanku lebih bagus supaya bisa mendidik anakku juga lebih bagus gitu.
” C, 916-918 “... hidupnya untuk anak itu betul-betul berkorban untuk anak, untuk
mengantar anak biar besoknya lebih baik dari orangtua, kehidupannya
” S, 496-499 Pendidikan adalah nomor satu bagaimana pun keadaan ekonomi yang ada.
Menurut informan, orangtua mereka akan berusaha dengan cara apa pun agar anak memiliki pendidikan.
“... dalam kondisi mereka nggak punya pun mereka ya tetep sekolah mboh anake harus berpendidikan meminimalkan ana ndak ana ya
diana-anakke ibrata kata, ra ketang anake ana sing bener ana sing ora.
” ... dalam kondisi mereka tidak punya pun mereka ya tetap sekolah entah anaknya harus berpendidikan minimal ada atau tidak
ada ya diada-adakan ibarat kata, walaupun anaknya ada yang jadi orang benar dan ada yang tidak C, 975-979
“Pokoke orangtua itu untuk anak segala-galanya. Apa yang untuk anak dipenuhi, dalam arti untuk pendidikan. Untuk kehidupan anak-
anaknya. semuanya. Apa direwangi wong tuwa rekasa. Ibu njahit juga. anaknya dipenuhi semua.
” pokoknya orangtua itu untuk anak segala-galanya. Apa yang untuk anak dipenuhi, dalam arti untuk
pendidikan. Untuk kehidupan anak-anaknya semua. Sampai orangtua bekerja keras. Ibu menjahit juga, anaknya dipenuhi semua
L, 796-800
“Waktu itu kan ya masih kekurangan ya. tapi bapak itu nggak malu, bapak saya ya nggak malu bekerja dengan jualan es dari jalan-jalan
dengan dorongan seperti itu. nggak malu demi untuk anak-anak menghidupi keluarga. Seperti itu.
” E, 1060 - 1065 “aja nganti anake ki nek sekolah yo terhalang karena nggak punya
uang. ” jangan sampai anaknya itu kalau sekolah terhalang karena
tidak punya uang C, 657-659
“Pokoknya pendidikannya cuman rendah tapi anaknya itu pokoknya bagaimana caranya harus sekolah gitu. Ya semampunya
perekonomian ya. ” S, 682-685
Selain berusaha memenuhi ekonomi agar anak memiliki pendidikan, menurut informan orangtua juga berusaha bagaimana pun caranya untuk membantu dan
menemani anaknya belajar sehingga dukungan yang diberikan tidak hanya dukungan material melainkan juga dukungan secara personal.
“Meskipun tidak bisa membantu anak-anak belajar tapi menemani. Kan misale nggak bisa garap gitu kan nggak bisa tanya gitu ya tapi
menemani sampai jam berapapun. ” S, 183-187
Usaha yang dilakukan orangtua agar anak memperoleh pendidikan tidaklah cukup,
melainkan orangtua juga melakukan hal lain agar anak juga memiliki kesadaran sendiri. Menurut informan perempuan Jawa, orangtua juga berusaha meyakinkan
anaknya mengenai penting dan perlunya pendidikan. “Semangatnya membesarkan hati anak-anaknya biar, misale biar tidak
minder, biar tetep maju terus meskipun kondisi keluarga susah, kondisi sosialnya di bawah.
” S, 669-672 “Soale memang dari dulu bapak ngomong ning anak-anak ngapain
kuliah tinggi-tinggi kalau ujung-ujungnya di dapur. Kayak gitu. Jadi kita menikmati pekerjaan.” C, 524-528
Orangtua Jawa bukan hanya merupakan orangtua yang hanya memprioritaskan pada pendidikan anak melainkan orangtua Jawa juga merupakan
orangtua yang juga masih menyadari adanya ajaran-ajaran agama. “Yang religius juga dari orangtua yang ngajarin. Bapak ibu itu selalu
bangun pagi, berdoa jam 3 pagi, nanti jam 6 doa malaikat Tuhan, nanti jam 12 doa mala
ikat Tuhan, jam 3 doa kerahiman.” C, 599- 604
Orangtua Jawa melihat bahwa usaha tanpa diimbangi dengan kekuatan spiritual kepada Tuhan tidak akan berhasil. Kedua kombinasi tersebut dimiliki oleh
orangtua Jawa.
b. Sisi negatif dari orangtua