dari perhatian yang diberikan orangtua kepada anak maupun perhatian yang diberikan anak kepada orangtua.
“he’eh. Kalau ndak gitu ndak ngerti aku, aku sendiri jadi apa. Apa- apa dulu ngomong, dulu sebelum suami melamar ya bilang. Anakku
aja dipenggak nek ra gelem mandeg nyambut gawe. ” iya. Kalau
tidak seperti itu tidak tahu aku, aku sendiri menjadi apa. Apa-apa dulu berbicara, dulu sebelum suami melamar ya bilang. Anakku tidak
boleh dilarang kalau tidak mau berhenti bekerja C, 520-524.
“Yang paling deket terdiam kayaknya ibu juga. waktu itu bapak opname ya. opname di panti rapih, ibu udah di Klaten ya. itu bapak
minta yang nunggu di rumah sakit itu ibu.” E, 1174-1178. “Bapak sendiri yang minta. Jadi ibu nunggu di sana satu minggu,
nggak pulang.” E, 1180-1182
3. Orientasi Konsep Diri
Konsep diri yang ada pada diri seseorang membentuk bagaimana kemudian ke depannya orang tersebut berperilaku. Konsep diri positif perempuan
Jawa membuat dirinya memiliki harapan atau orientasi menjadi diri yang lebih baik, seperti yang dikatakan informan.
“Kadang untuk saya sendiri harus nganu secara pribadi saya merasa harus lebih berani bersikap tegas.
” S, 771-773 “Saya itu pengennya saya itu berguna bagi orang lain. Jadi hidup ini
ada artinya. ” I, 484-486
“Saya itu pengennya itu antara marah dan tidak itu nggak kelihatan.” I, 559-561
Perempuan Jawa selain menginginkan diri yang lebih baik, yang paling utama adalah untuk anaknya. Di dalam konsep diri positif yang dimiliki perempuan
Jawa, anak bagi perempuan Jawa adalah penting. Konsep diri perempuan Jawa yang kuat dan gigih dalam memprioritaskan
anak serta pengalaman yang diperoleh bersama orangtuanya dulu membuat
mereka memiliki orientasi harapan akan kebaikan anaknya. Mereka berharap anak tidak memiliki nasib yang sama seperti mereka.
Perempuan Jawa menyadari adanya pengalaman buruk yang didapat ketika bersama orangtua maupun pengalaman buruk yang bersumber dari faktor lain
yang memberikan pelajaran dalam hidupnya. “bapak nggak pernah ngurus seperti itu tapi dulu itu ya di dalam hati
itu ya juga sakit tapi ya udah gitu aja, seperti itu tapi kalau lihat keluarga-
keluarga yang harmonis itu ya rasanya di sini itu “ah, kok mbiyen kok aku kaya ngono” seperti itu tertawa. Woo, jangan
sampai anak-anakku seperti itu gitu lho. Masa depannya dalam keluarga.
” E, 682-690 Mereka pernah mengalami adanya perlakuan tidak adil dari orangtua.
Berdasarkan pengalaman tersebut, perempuan Jawa tidak menginginkan anak mereka memiliki nasib yang sama. Mereka memiliki harapan anak menjadi lebih
baik dari mereka. “... dan kebawa ini saya tidak mau menerapkan nanti anak-anakku
seperti saya. Jadi saya ketika sama anak saya itu saya bersikap adil.” I, 192-195
“Harapane yo bisa lebih baik dari orangtuanya.” S, 247-248 Keinginan anak menjadi lebih baik adalah segalanya bagi perempuan
Jawa. Perempuan Jawa juga mengharapkan anak baik dalam hal pendidikan. “... memajukan anak kalau belajar sekolah itu lho. Sekolah kalau
bisa ya lebih baik daripada saya. ” S, 678-680
Kesadaran yang dimiliki perempuan Jawa tentang pedidikan anak lebih baik tidak hanya kemudian berhenti di harapan saja. Mereka menyadari juga bentuk konkrit
yang harus dilakukan adalah mereka harus gigih memperjuangkan dalam biaya pendidikan.
“Kalau sekarang saya juga harus berjuang untuk anaknya yang di sana membutuhkan biaya yang besar. Gitu. Terus perhitunganne ya
tepat. Ngitung- ngitunge.” L, 820-824
“Iya masih berjuang. Anak-anaknya masih da sekolah perlu butuh biaya, butuh ini.. masih harus berjuang ...” L, 901-904
Orientasi diri perempuan Jawa adalah hanya pada diri anak menjadi lebih baik.
D. Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis data yang sudah dilakukan maka dapat dilihat ada beberapa penjelasan untuk menjelaskan bagaimana konsep diri perempuan Jawa.
Pembahasan ini akan dilakukan dengan mengikuti alur pembentukan konsep diri, konsep diri, dan orientasi konsep diri pada perempuan Jawa.
1. Orangtua sebagai Sumber Pembentuk Konsep Diri
Konsep diri merupakan identitas setiap individu untuk merasakan akan keberadaan dirinya. Konsep diri perempuan Jawa merupakan konsep diri positif.
Perempuan Jawa dapat menyadari, merasakan, dan memahami apa yang sudah dialami dirinya selama ini. Konsep diri perempuan Jawa yang positif ini salah
satunya ditunjukkan dari bagaimana perempuan Jawa dapat mengidentifikasikan dirinya sebagai sosok perempuan yang tangguh, gigih, mandiri, religius, menjaga
kerukunan dan memprioritaskan anak. Ketangguhan, kegigihan, dan kemandirian yang dimiliki semata-mata untuk satu tujuan yaitu demi anak-anaknya. Konsep
diri perempuan Jawa ini tidak dengan sendirinya muncul tanpa ada sebab melainkan ada proses dibelakangnya yang menjadikan perempuan Jawa seperti
itu.