keperawatan tanpa harus selalu diawasi secara melekat dan diberi instruksi secara terus menerus. Hal ini menandakan nilai kematangan yang dimiliki perawat sudah
baik sedangkan apabila masih harus selalu diawasi secara melekat dan diberi instruksi secara terus menerus berarti nilai kematangan yang dimiliki masih sangat rendah.
d. Kemampuan Menjadi Media dalam Penyelesaian Konflik
Berdasarkan penelitian tentang gaya kepemimpinan dengan indikator kemampuan menjadi media dalam penyelesaian konflik, diketahui responden
menyatakan kepala ruangan kadang-kadang membantu penanggung jawab perawatan di ruang rawat dalam memecahkan masalah yang timbul, sehubungan dengan
kegiatan asuhan keperawatan, kepala ruangan berperan serta membahas kasus dalam upaya meningkatkan mutu asuhan keperawatan, kepala ruangan kadang-kadang
membantu memecahkan masalah yang timbul di unit-unit perawatan yang berada di wilayah tanggung jawabnya, dan kepala ruangan kadang-kadang mengupayakan dan
memelihara suasana kerja yang harmonis di tiap unit perawatan yang berada di wilayah tanggung jawabnya.
Hasil penelitian tentang menjadi media dalam penyelesaian konflik diperoleh bahwa nilai signifikan p=0,020 dimana p0,05. Hasil uji berarti variabel kemampuan
menjadi media dalam menyelesaikan konflik X4 berpengaruh signifikan terhadap kinerja perawat Y.
Kemampuan menjadi media dalam penyelesaian konflik kinerja relevan dengan fungsi kepemimpinan sebagai mediator yang handal khususnya dalam
hubungan ke dalam, terutama dalam menangani situasi konflik Thoha, 2006.
Universitas Sumatera Utara
Dalam rumah sakit terdiri dari sekumpulan orang dengan latar belakang yang berbeda konflik mudah terjadi. Untuk mengantisipasi terjadinya konflik maka perlu
dibudayakan upaya-upaya mengantisipasi konflik dan mengatasi konflik sedini mungkin.
Tidak adanya pengaruh kemampuan menjadi media dalam konflik terhadap pelaksanaan asuhan keperawatan dapat diasumsikan dari hubungan kepala ruangan
dengan bawahan. Dimana atasan cenderung hanya menggunakan ganjaran dan rasa takut atau hukuman namun tidak ada pendekatan penghargaan ke perawat bagi yang
memiliki kerja yang baik sehingga komunikasi cenderung hanya berjalan satu arah dari atasan ke bawahan. Atasan tidak mencoba merangkul untuk mencari tahu
masalah dan konflik internal yang terjadi pada bawahan, melainkan hanya untuk orientasi pada tugas.
Hal ini sejalan teori yang dikemukakan oleh gaya kepemimpinan otokratis cenderung menggunakan manajemen terpusat pada produksi. Gaya ini mengandalkan
otoritas formal pribadi dalam kedudukan sebagai manajer dengan cara mengarahkan bawahan dengan perintah dan pengawasan yang ketat. Gaya kepemimpinan ini sangat
berorientasi pada tugas. Pemimpin lebih banyak memberikan instruksi-instruksi agar pekerjaan tidak keliru. Oleh karena itu pemimpin lebih banyak melakukan
pengawasan yang ketat terhadap pekerjaan. Hal ini mengakibatkan inisiatif dari staf atau karyawan tidak ada dan hubungan yang baik tidak dapat diciptakan.
e. Keterampilan dalam Komunikasi dan Advokasi