Saran KESIMPULAN DAN SARAN

52

5.2 Saran

Diperlukan campur tangan pemerintah dan pengelola kawasan dalam mewujudkan peran serta masyarakat setempat untuk terlibat langsung dalam pengelolaan ekosistem lamun, seperti sosialisasi mengenai peran penting lamun bagi masyarakat serta pelatihan transplantasi lamun dan pemeliharaannya yang dapat menunjang terciptanya pengelolaan lamun berbasis masyarakat. Perlu diadakannya penelitian lanjutan mengenai transplantasi lamun dengan metode lain yang lebih efektif dan dapat diterapkan pada jenis lamun lainnya. 53 DAFTAR PUSTAKA Azkab MH. 1988. Pertumbuhan dan produksi lamun Enhalus acoroides L.f Royle di rataan terumbu Pulau Pari, Kepulauan Seribu. p. 55-59. In : Moosa MK, Praseno DP Sukarno eds.. Teluk Jakarta : Biologi, budidaya, oseanografi, geologi dan kondisi perairan. Pusat Penelitian Oseanografi – LIPI. Jakarta. Azkab MH. 1999a. Kecepatan tumbuh dan produksi lamun di Teluk Kuta Lombok p :26. In: Soemadihardjo S, Arinardi OH Aswandy I eds.. Dinamika komunitas biologis pada ekosistem lamun di Pulau Lombok, Indonesia. Pusat Penelitian Oseanografi – LIPI. Jakarta. Azkab MH. 1999b. Petunjuk penanaman lamun. In: Ruyitno, Rositasari R Fahmi eds.. Oseana : Majalah ilmiah semi populer, XXIV3:11-25. Pusat Penelitian Oseanografi – LIPI. Jakarta. Azkab MH. 2007. Status sumberdaya padang lamun di Teluk Gilimanuk, Taman Nasional Bali Barat. p. 10-16. In: Ruyitno Editor. Status sumberdaya laut Teluk Gilimanuk, Taman Nasional Bali Barat. Pusat Penelitian Oseanografi – LIPI. Jakarta. Azkab MH. 2008. Modul lamun : Pedoman inventarisasi lamun. Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI. Jakarta. 19 hlm. Badria S. 2007. Laju pertumbuhan daun lamun Enhalus acoroides pada dua substrat yang berbeda di Teluk Banten [skripsi]. Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 94 hlm. [BTNKpS] Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu. 2008. Inventarisasi padang lamun di Taman Nasional Kepulauan Seribu. Jakarta. 44 hlm. Brouns JJWM Heijs FML. 1986. Tropical seagrass ecosystem in Papua New Guinea a general account of the environment, Marine Flora and Fauna. Proc. K. Ned. AKAD. Wetnsch C88 : 145-182. Brower JE, Zar JH von Ende CN. 1989. Field and laboratory methods for genera ecology fourth edition. McGraw-Hill Publications. Boston, USA. xi + 273p. Dahuri R. 2003. Keanekaragaman hayati laut: Aset pembangunan berkelanjutan Indonesia. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. xxxiii + 412p. Dawes CJ. 1981. Marine botany. A Wiley-Interscience Publication. Canada, USA. p. 468-493. Dwintasari F. 2009. Hubungan ekologis sumberdaya lamun seagrass terhadap kelimpahan ikan di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu [skripsi]. 54 Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 72 hlm. Effendi H. 2003. Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumberdaya dan lingkungan perairan. Kanisius. Yog.yakarta. p. 76-86. Foncesa MS Calumpong HP. 2001. Seagrass transplantation and other seagrass restoration methods. Chapter 22, p.427. in : Short FT Coles RG eds.. Global seagrass research methods. Elsevier Science BV. Amsterdam. Hemminga MA Duarte CM. 2000. Seagrass ecology. Cambridge University. Press. Cambridge. 498p. Hutomo M Soemodihardjo S. 1992. Prosiding lokakarya nasional penyusunan program penelitian biologi kelautan dan proses dinamika pesisir. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia – Universitas Diponegoro. Hutomo H. 1997. Padang lamun Indonesia : salah satu ekosistem laut dangkal yang belum banyak dikenal. Puslitbang Oseanologi-LIPI. Jakarta. 35 pp. Hutomo H. 2009. Kebijakan, strategi dan rencana aksi pengelolaan ekosistem lamun di Indonesia. Prosiding lokakarya nasional I pengelolaan ekosistem lamun “Peran ekosistem lamun dalam produktifitas hayati dan meregulasi perubahan iklim”. Jakarta. 18 November 2009. Kawaroe M. 2009. Perspektif lamun sebagai blue carbon sink di laut. Prosiding lokakarya nasional I pengelolaan ekosistem lamun “Peran ekosistem lamun dalam produktifitas hayati dan meregulasi perubahan iklim”. Jakarta. 18 November 2009. Kesuma AM. 2005. Struktur komunitas lamun di perairan pantai Pulau Burung, Kepulauan Seribu [skripsi]. Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 57 hlm. Kementrian Lingkungan Hidup. 2004. Keputusan menteri lingkungan hidup nomor 51 tentang baku mutu air laut. Jakarta. Kementrian Lingkungan Hidup. 2004. Salinan keputusan menteri lingkungan hidup nomor 200 tentang kriteria baku kerusakan dan pedoman penentuan status padang lamun. Jakarta. Kiswara W. 1992. Vegetasi lamun seagrass di rataaan terumbu Pulau Pari, Pulau-Pulau Seribu, Jakarta. Pewarta Oceana 25: 31-49. Pusat Penelitian Oseanografi – LIPI. Kiswara W. 2004. Kondisi padang lamun seagrass di Teluk Banten 1998 – 2001. Pusat Penelitian Oseanografi – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 55 Kiswara W. 2009. Perspektif lamun dalam produktifitas hayati pesisir. Prosiding lokakarya nasional I pengelolaan ekosistem lamun “Peran ekosistem lamun dalam produktifitas hayati dan meregulasi perubahan iklim”. Jakarta. 18 November 2009. Krebs CJ. 1972. Ecology: The experimental analysis of distribution and abundance. Harper and Row Publication. New York. 654p. Kumoro ED. 2007. Transplantasi lamun Enhalus acoroides L.f. Royle di Perairan Teluk Banten. [skripsi]. Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 69 hlm, Kuriandewa TE. 2009. Tinjauan tentang lamun di Indonesia. Prosiding lokakarya nasional I pengelolaan ekosistem lamun “Peran ekosistem lamun dalam produktifitas hayati dan meregulasi perubahan iklim”. Jakarta. 18 November 2009. McKenzie LJ Yoshida RL. 2009. Seagrass-watch: Proceedings of a workshop for monitoring seagrass habitats in Indonesia. The Nature Concervancy, Coral Triangle Center, Sanur, Bali, 9th May 2009. Meinar L. 2009. Kajian keseimbangan ekologis sumberdaya lamun seagrass bagi pengembangan ekowisata bahari di Pulau Pramuka, Taman Nasional Kepulauan Seribu [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 128 hlm. Nontji A. 1987. Laut nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta. vii + 372 hlm. Nontji A. 2009. Pengelolaan dan rehabilitasi lamun. Prosiding lokakarya nasional I pengelolaan ekosistem lamun “Peran ekosistem lamun dalam produktifitas hayati dan meregulasi perubahan iklim”. Jakarta. 18 November 2009. Phillip RC Menez EG. 1988. Seagrasses. Smitsinion, Smithsonian Institution Press. Washington D.C. p. 104. Rohmimohtarto K Juwana S. 2001. Biologi laut: Ilmu pengetahuan tentang biota laut. Djambatan. Jakarta. xii + 540p. Short FT Coles RG eds. 2001. Global seagrass research methods. Elsevier Science BV. Amsterdam. Short FT, Short CA Burdick-Whitney LC. 2002. A manual for community-based eelgrass restoration. University of New Hampshire. New Hampshire. p. 56. 56 Wibisono MS. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. Wood EM. 1987. Subtidal Ecology. Edward Arnold Publisher. London. p. 122. 57 58 DO = ml sampel Lampiran 1. Prosedur kerja pengukuran kualitas air

a. Pengukuran DO