Pengelolaan Kawasan Lamun di Pulau Pramuka dan Pulau Kelapa Dua

49 muda tidak memiliki nilai pertumbuhan tertinggi. Hal ini disebabkan oleh waktu pertumbuhan yang tidak dalam kurun waktu yang pasti seperti yang ditentukan tujuh hari. Daun muda merupakan daun baru yang tumbuh setelah tahap penandaan, sehingga tidak diketahui kapan waktu pasti daun ini tumbuh karena tidak ditandai. Namun nilai pertumbuhan masih lebih tinggi dari daun tua yang sudah mengalami perlambatan pertumbuhan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Azkab dan Kiswara 1994 in Rohmimohtarto dan Juwana 2001 di Teluk Kuta, Lombok laju pertumbuhan lamun alami jenis T. hemprichii pada daun muda dan tua secara berturut-turut sebesar 4,51 mmhari dan 4,06mmhari, dan jenis C. rotundata sebesar 8,69 mmhari dan 4,11 mmhari. Jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan lamun transplantasi di kedua pulau nilai ini lebih tinggi, karena energi lebih banyak digunakan untuk bertahan hidup sehingga perlakuan transplantasi dapat mengurangi kemampuan tumbuhan lamun untuk tumbuh sehingga nilai laju pertumbuhannya menjadi lebih kecil.

4.5 Pengelolaan Kawasan Lamun di Pulau Pramuka dan Pulau Kelapa Dua

Pengelolaan ekosistem lamun sangat diperlukan untuk menjaga keseimbangan ekologis ekosistem, sehingga kelestarian sumberdaya lamun tetap terjaga. Selain itu pengelolaan ekosistem lamun diperlukan untuk mengendalikan kerusakan ekosistem lamun di Pulau Pramuka dan Pulau Kelapa Dua yang semakin meningkat akibat pembangunan dan aktifitas kependudukan. Cara yang paling efektif untuk pengelolaan lamun adalah dengan mencegah terjadinya kerusakan yang semakin memburuk dibandingkan dengan daya pulih alam itu sendiri untuk mencapai keseimbangan. Oleh karena itu campur tangan manusia perlu dilakukan agar mempercepat proses pulih diri tersebut terhadap ekosistem lamun dengan transplantasi lamun. Menurut Kiswara 2009, sebelum melaksanakan kegiatan transplantasi lamun dilakukan pemberitahuan, penjelasan tujuan kegiatan dan izin kepada semua tingkat aparat pemerintahan mulai desa kelurahan sampai dengan kabupaten BAPPEDA untuk menjamin keselamatan areal rehabilitasi dari kegiatan pengurugan pantai selama kegiatan berlangsung. Penjelasan kepada nelayan yang mengoperasikan alat tangkapnya untuk tidak bekerja di areal 50 tersebut. Mengajak serta nelayan dan penduduk di kawasan pesisir dalam kegiatan transplantasi lamun untuk memberikan pengetahuan teknik tranplantasi lamun. Pengelolaan ekosistem lamun secara terpadu yang berbasis masyarakat Community Based Management sangat diperlukan untuk pengelolaan lamun di kedua pulau penelitian, hal ini disebabkan pulau-pulau ini merupakan pulau pemukiman yang cukup padat, dan masyarakatnya sebagai penyumbang kerusakan terbesar. Peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya ekosistem lamun bagi kehidupan masyarakat setempat dimasa depan. Pemberdayaan masyarakat dalam mencegah terjadinya kerusakan serta melakukan rehabilitasi kawasan lamun yang mengalami kerusakan perlu dilakukan agar terjadi keberlanjutan proses peremajaan kawasan. Upaya yang dilakukan antara lain: melakukan pelatihan dan bimbingan moral kepada masyarakat, serta sosialisasi mengenai arti penting ekosistem lamun bagi kehidupan manusia maupun kelestarian lingkungan pesisir. Selain itu peningkatan sarana dan prasarana yang menunjang dalam pengelolaan limbah sangat diperlukan agar pembuangan limbah tidak mencemari perairan. Kemudian pelatihan transplantasi lamun pada kawasan yang mengalami kerusakan. Pengawasan terhadap kegiatan-kegiatan ini perlu dilakukan oleh pemerintah setempat atau pemangku kepentingan agar terjadi keberlanjutan sehingga kegiatan ini dapat berhasil. 51

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Pada perairan Pulau Pramuka terdapat 6 jenis lamun yaitu Cymodoceae rotundata, Cymodocea serrulata, Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Halophila ovalis, Halophila pinifolia. Secara umum kondisi komunitas lamun di Pulau Pramuka termasuk kriteria miskin dengan rata-rata penutupan 22,38 dengan komposisi jenis dan frekuensi jenis terbesar yaitu T. hemprichii sebesar 7,27 dan 0,82. Hal ini menandakan lamun jenis T. hemprichii menyebar dengan rata di lokasi pengamatan dan dalam penutupan yang besar. Pada Pulau Kelapa Dua ditemukan 5 jenis lamun yaitu C. rotundata, C. serrulata, H.uninervis, E. acoroides, T. hemprichii, dan H. ovalis. Komunitas lamun di pulau ini tergolong miskin dengan rata-rata penutupan 11,12 dengan komposisi jenis dan frekuensi jenis terbesar secara berturut-turut adalah H. uninervis sebesar 7,47 dan T. hemprichii sebesar 0,94. H. uninervis ditemukan dalam jumlah besar namun sebarannya tidak merata, sedangkan T. hemprichii memiliki sebaran yang merata dengan penutupan yang lebih rendah. Tingkat keberhasilan transplantasi lamun tertinggi dicapai oleh jenis lamun T. hemprichii pada Pulau Pramuka dan H. uninervis pada Pulau Kelapa Dua, yang dapat hidup dan berkembang dengan baik pada perlakuan transplantasi metode Plugs. Sedangkan lamun jenis lainnya seperti H. pinifolia, C. rotundata, , E. acoroides dan C. serrulata kurang berhasil dilihat dari penurunan jumlah individu yang cukup drastis setiap minggunya. Laju pertumbuhan di Pulau Kelapa Dua lebih tinggi dibandingkan dengan Pulau Pramuka yakni dapat dilihat dari laju pertumbuhan jenis lamun T. hemprichii pada daun muda, sedang dan tua secara berturut-turut pada pulau Kelapa Dua 3,30 mmhari; 4,36 mmhari; 2,08 mmhari dan pada Pulau Pramuka yaitu 2,64 mmhari; 1,89 mmhari; 1,78 mmhari. Hal ini sangat erat kaitannya dengan kondisi nutrien baik di kolom perairan maupun yang terkandung di substrat, serta kondisi lingkungan perairan yang mendukung pertumbuhan lamun.