Modifikasi Pati Secara Fisik

7 dengan kontrol tanpa fermentasi Sobowale et al. 2007. L. plantarum L137 yang diisolasi dari makanan fermentasi tradisional ikan dan nasi menghasilkan enzim amilolitik dan pululanase amilopululanase yang mampu menghidrolisis ikatan amilosa dan amilopektin Kim et al. 2008; Kim et al. 2009. Abdillah 2010 melaporkan bahwa kadar amilosa dari tepung pisang yang difermentasi secara spontan selama 24 dan 48 jam tanpa kombinasi dengan pemanasan otoklaf adalah 35.64 bk dan 34.95 bk, tidak berbeda nyata dengan tepung pisang kontrol 35.68 bk. Kadar pati resisten dari tepung pisang yang difermentasi selama 24 jam dan 48 jam dengan kombinasi pemanasan otoklaf masing-masing adalah 15.24 bk dan 11.01 bk Abdillah 2010.

2. Modifikasi Pati Secara Fisik

Perlakuan modifikasi pati secara fisik melibatkan beberapa faktor antara lain: suhu, tekanan, dan kadar air pada pati. Granula pati dapat diubah secara parsial maupun total. Prinsip modifikasi fisik secara umum adalah dengan pemanasan. Bila dibandingkan dengan modifikasi kimia, modifikasi fisik cenderung lebih aman karena tidak menggunakan berbagai reaksi kimia, modifikasi secara fisik antara lain: ekstruksi, parboiling, steam-cooking, iradiasi microwave, pemanggangan, hydrothermal treatment dan autoclaving. Sajilata et al.2006. Perlakuan pemanasan dengan menggunakan metode autoclaving-cooling dapat meningkatkan produksi pati resisten hingga 9 Saguilan 2005. Metode autoclaving- cooling dilakukan dengan penambahan air 1 : 3.5 bv Sievert Pomeranz 1989, kemudian dipanaskan menggunakan otoklaf pada suhu tinggi. Setelah diotoklaf, suspensi pati yang telah mengalami gelatinisasi tersebut disimpan pada suhu rendah sehingga terjadi retrogradasi. Pati resisten tertinggi diperoleh pada suhu otoklaf 120 o C Sievert dan Pomeranz 1989 dan suhu retrogradasi 4 o C Niba 2003. Lehmann 2002 menyatakan bahwa pembuatan RS III dilakukan dengan mensuspensikan pati dalam air 20 ww, kemudian di-otoklaf selama 30 menit pada suhu 121 C, didinginkan dan disimpan pada suhu 4 C selama 24 jam, kemudian dikeringkan dengan freeze dryer. Tujuan dari pemanasan dengan otoklaf adalah terjadinya proses gelatinisasi. Proses gelatinisasi dapat menyebabkan granula mengembang, kehilangan sifat birefringent, dan kehilangan kristalinitasnya. Proses gelatinisasi dapat menyebabkan granula pecah dan melepaskan molekul-molekul pati terutama amilosa Fennema 1996. Gelatinisasi adalah peristiwa hilangnya sifat birefringent granula pati akibat penambahan air secara berlebih dan pemanasan pada waktu dan suhu tertentu sehingga granula membengkak dan tidak dapat kembali pada kondisi semula irreversible Belitz dan Grosch 1999. Harper 1981 mengemukakan bahwa mekanisme gelatinisasi diawali dengan adanya pemberian air yang mengganggu kristanilitas amilosa dan mengganggu struktur heliksnya. Gelatinisasi pati terjadi karena granula pati secara bertahap menyerap air ketika suspensinya dipanaskan yang menyebabkan volumenya meningkat secara perlahan-lahan. Penyerapan air tersebut disebabkan oleh molekul-molekul amilosa dan amilopektin secara fisik hanya dipertahankan oleh ikatan-ikatan hidrogen yang lemah. Atom hidrogen dari gugus hidroksil akan tertarik pada muatan negatif atom oksigen dari gugus hidroksil yang lain. Ikatan hidrogen tersebut semakin melemah dengan naiknya suhu suspensi. Di sisi lain, molekul-molekul air mempunyai energi kinetik yang lebih tinggi sehingga mudah berpenetrasi ke dalam granula, tetapi ikatan hidrogen antar molekul air pun semakin melemah. Akhirnya jika suhu suspensi meningkat, air akan terikat secara simultan dalam sistem amilosa dan amilopektin sehingga menghasilkan ukuran granula yang semakin besar Meyer 2003. Apata 2008, menjelaskan bahwa secara umum kadar karbohidrat yang tersedia available carbohydrates seperti gula-gula sederhana glukosa dan fruktosa, karbohidrat rantai pendek oligosakarida rafinosa, stakiosa, inulin, dan pati di dalam biji-bijian yang diotoklaf tidak memiliki perubahan yang nyata sedikit menurun dibandingkan kadar karbohidrat yang tersedia pada bahan mentahnya. Apata 2008, melaporkan bahwa kadar pati tidak tersedia unavailable carbohydrates, seperti selulosa, lignin, dan polisakarida non- selulosa tidak mengalami penurunan selama perlakuan otoklaf. 8 Proses pendinginan dilakukan setelah proses pemanasan berakhir pada suhu 4 C selama 24 jam. Selama proses pendinginan, pati mengalami pembentukan strukturnya secara perlahan yang disebut dengan retrogradasi. Retrogradasi merupakan perubahan amilosa dari bentuk amorf menjadi bentuk kristalin. Retrogradasi terjadi apabila antar gugus hidroksil molekul amilosa yang berdekatan saling berikatan dengan ikatan hidrogen. Selama retrogradasi, molekul pati kembali membentuk struktur yang kompak yang distabilkan dengan adanya ikatan hidrogen tersebut. Amilosa mengalami proses retrogradasi lebih cepat dibandingkan dengan amilopektin. Struktur ini biasanya sangat stabil Fennema 1996. Bila pati didinginkan maka energi kinetik tidak cukup tinggi untuk mencegah kecenderungan molekul-molekul amilosa untuk berikatan satu sama lain. Dengan demikian terjadi semacam jaring-jaring yang membentuk mikrokristal dan mengendap Winarno 1997. Faktor yang mendukung terjadinya retrogradasi adalah suhu yang rendah, konsentrasi amilosa yang tinggi, dan adanya ion-ion organik tertentu Jane 2004. Retrogradasi mengakibatkan perubahan sifat gel pati diantaranya meningkatkan ketahanan pati terhadap hidrolisis enzim amilolitik, menurunkan kemampuan melewatkan cahaya transmisi dan kehilangan kemampuan untuk membentuk kompleks berwarna biru dengan iodin.

D. PATI RESISTEN