4 Sehubungan dengan turunnya kandungan pati pada peristiwa pematangan, kandungan gula dalam
daging buah akan berubah dari 1-2 ketika masih hijau dan menjadi 15-20 pada saat buah matang. Beberapa jenis gula yang terdapat pada buah yang masak adalah sukrosa, fruktosa, dan
glukosa.
B. TEPUNG PISANG
Pemanfaatan buah pisang kebanyakan masih sebatas konsumsi dalam bentuk asal dan pengolahan dari buah segarnya. Peningkatan pemanfaatan pisang dapat dilakukan dengan
membuat tepung pisang. Tersedianya tepung pisang dalam jumlah yang cukup dan kualitas simpan yang baik akan membantu persediaan bahan pangan sebagai sumber kalori dan
menambah nilai variasi penyediaan makanan sebagai sumber karbohidrat. Dengan demikian tepung pisang dapat membantu memperingan beban penyediaan kalori dalam bentuk beras
Hardiman 1982 dan dapat mendukung program ketahanan pangan pemerintah.
Pisang dapat diproses menjadi tepung karena kandungan karbohidratnya yang tinggi. Karbohidrat pada pisang sebagian besar adalah pati dan gula. Jenis plantain memiliki kandungan
pati yang lebih tinggi dibanding jenis banana. Banana mengandung 80 bk gula dan 5bk pati, sedangkan pada jenis plantain kandungan patinya mencapai 17 dan gula sebesar 66 Ketiku
1973 yang diacu dalam Gowen 1995.
Menurut Crowther 1979, tepung pisang sebaiknya dibuat dari buah pisang dengan tingkat kematangan ¾ penuh, yaitu sekitar 80 hari setelah berbunga. Hal ini disebabkan karena pada
kondisi tersebut pembentukan pati telah mencapai maksimum dan tanin sebagian besar telah berubah menjadi ester aromatik dan fenol, sehingga dihasilkan rasa asam dan manis yang
seimbang. Apabila buah pisang yang digunakan terlalu matang, maka pada proses pengeringannya akan mengalami kesukaran karena terbentuknya cairan. Sebaliknya apabila
pisang terlalu muda yaitu kurang dari ¾ penuh, akan menghasilkan tepung pisang yang mempunyai rasa pahit dan sepat. Hal ini disebabkan karena kadar asam dan tanin yang cukup
tinggi sedangkan kadar patinya rendah.
Judoamidjojo dan Lestari 2002 melaporkan bahwa kadar pati dari tiga jenis pisang plantain nangka, siam dan uli cukup tinggi yaitu berkisar antara 55-62. Perbandingan
karakteristik jenis tepung pisang nangka, siam dan uli dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Sifat fisikokimia tepung pisang nangka, siam dan uli
Karakteristik Jenis Pisang
nangka Siam
Uli Rendemen
30.02 30.11
39.6 Kadar air
9.04 12.05
10.82 Kadar total gula
9.58 12.82
26.56 Kadar pati
61.61 56.82
55.23 Kadar amilopektin
54.29 49.63
48.54 Derajat putih
42.96 57.08
41.6
Judoamidjojo dan Lestari 2002
Proses pembuatan tepung pisang secara umum terdiri atas dua cara, yaitu proses basah dan proses kering.
1. Proses basah
Pada pembuatan tepung pisang secara basah, pisang yang telah berbentuk bubur atau pasta dikeringkan dengan menggunakan alat pengering seperti drum drier atau spray drier.
Pengeringan menggunakan spray drier akan menghasilkan tepung pisang dengan rendemen
5 8-11 dari buah pisang segar, sedangkan pengeringan dengan drum drier menghasilkan
rendemen sekitar 13 dari buah segar. 2.
Proses kering Pada proses pembuatan tepung pisang secara kering, setelah dikupas pisang diiris tipis.
Hasil irisan tersebut dikeringkan dengan menggunakan alat pengering ataupun sinar matahari. Setelah pisang kering, selanjutnya pisang digiling atau dihancurkan sampai
kehalusan tertentu sehingga akan dihasilkan tepung pisang Hardiman 1982. Menurut SNI 01-3841-1995, terdapat dua klasifikasi tepung pisang yaitu jenis A dan jenis
B. Tepung pisang jenis A diperoleh dari penepungan pisang yang sudah matang melalui proses pengeringan dengan menggunakan mesin pengering sedangkan tepung pisang jenis B diperoleh
dari penepungan pisang yang sudah tua, tidak matang melalui proses pengeringan.
Tabel 2. Syarat mutu tepung pisang SNI 01-3841-1995 No.
Kriteria Uji Satuan
Persyaratan Jenis A
Jenis B 1 Keadaan:
1.1 Bau -
Normal Normal
1.2 Rasa -
Normal Normal
1.3 Warna -
Normal Normal
2 Benda asing -
Tidak ada Tidak ada
3 Serangga dalam segala bentuk stadia dan potongan-potongan
- Tidak ada
Tidak ada 4 Jenis pati lain selain tepung pisang
- Tidak ada
Tidak ada 5 Kehalusan lolos ayakan 60 mesh
bb Min. 95
Min. 95 6 Air
bb Maks. 5
Maks. 12 7 Bahan tambahan makanan
- SNI 01-0222-1987
8 Sulfit SO
2
mgKg Negatif
Maks. 10 9 Cemaran logam:
9.1 Timbal Pb mgKg
Maks.1.0 Maks.1.0
9.2 Tembaga Cu mgKg
Maks.10.0 Maks.10.0 9.3 Seng Zn
mgKg Maks.40.0 Maks.40.0
9.4 Raksa Hg mgKg
Maks.0.05 Maks.0.05 10 Cemaran Arsen As
mgKg Maks.0.5
Maks.0.5 11 Cemaran mikroba:
11.1 Angka Lempeng Total Kolg
Maks. 10
4
Maks. 10
6
11.2 Bakteri pembentuk coli APMg 0
11.3 E. coli Kolg
Maks. 10
6
11.4 Kapang dan khamir Kolg
Maks. 10
2
Maks. 10
4
11.5 Salmonella25 gram -
Negatif -
11.6 Staphylococcus aureus Kolg
Negatif -
6 Masalah yang dihadapi saat pembuatan tepung pisang adalah adanya reaksi pencoklatan.
Pencoklatan merupakan suatu hasil reaksi yang terjadi pada pengolahan bahan makanan yang banyak mengandung gula. Reaksi ini akan menyebabkan tepung yang dihasilkan berwarna gelap.
Fennema 1996 menyatakan bahwa warna coklat pada makanan yang diproses dengan pemanasan biasanya terjadi karena reaksi antara gula pereduksi terutama D-glukosa dan asam
amino bebas atau gugus amina bebas pada asam amino yang merupakan unit terkecil dari rantai protein. Reaksi ini disebut dengan reaksi Maillard. Proses pemanasan karbohidrat dalam hal ini
suksrosa dan gula pereduksi tanpa adanya komponen yang mengandung nitrogen dapat menyebabkan dehidrasi gula. Hasil dehidrasi ini akan menghasilkan senyawa furan yang
berwarna coklat. Proses pembentukan warna coklat ini dikenal dengan karamelisasi.
C. MODIFIKASI PATI