PATI RESISTEN TINJAUAN PUSTAKA

8 Proses pendinginan dilakukan setelah proses pemanasan berakhir pada suhu 4 C selama 24 jam. Selama proses pendinginan, pati mengalami pembentukan strukturnya secara perlahan yang disebut dengan retrogradasi. Retrogradasi merupakan perubahan amilosa dari bentuk amorf menjadi bentuk kristalin. Retrogradasi terjadi apabila antar gugus hidroksil molekul amilosa yang berdekatan saling berikatan dengan ikatan hidrogen. Selama retrogradasi, molekul pati kembali membentuk struktur yang kompak yang distabilkan dengan adanya ikatan hidrogen tersebut. Amilosa mengalami proses retrogradasi lebih cepat dibandingkan dengan amilopektin. Struktur ini biasanya sangat stabil Fennema 1996. Bila pati didinginkan maka energi kinetik tidak cukup tinggi untuk mencegah kecenderungan molekul-molekul amilosa untuk berikatan satu sama lain. Dengan demikian terjadi semacam jaring-jaring yang membentuk mikrokristal dan mengendap Winarno 1997. Faktor yang mendukung terjadinya retrogradasi adalah suhu yang rendah, konsentrasi amilosa yang tinggi, dan adanya ion-ion organik tertentu Jane 2004. Retrogradasi mengakibatkan perubahan sifat gel pati diantaranya meningkatkan ketahanan pati terhadap hidrolisis enzim amilolitik, menurunkan kemampuan melewatkan cahaya transmisi dan kehilangan kemampuan untuk membentuk kompleks berwarna biru dengan iodin.

D. PATI RESISTEN

Englyst et al. 1992 menyatakan bahwa pati dapat dikelompokan menjadi tiga bagian berdasarkan kondisinya ketika diinkubasi dengan enzim pencernaan yaitu rapidly digestable starch RDS, slowly digestable starch SDS, dan resistant starch RS. Pati Resisten adalah bagian pati yang tidak dapat dihidrolisis menjadi α-glukosa dalam usus kecil dalam waktu 120 menit setelah dikonsumsi. Pati resisten dapat difermentasi dalam usus besar. Pati resisten merupakan molekul linier yang terdiri dari 1,4- α-glukan, yang dihasilkan dari proses retrogradasi molekul amilosa. Pati resisten memiliki bobot molekul yang relatif rendah 1.2 x 10 5 Da Tharanathan 2002. Pati resisten diklasifikasikan ke dalam 4 jenis, yaitu: 1 RS I, merupakan pati resisten yang secara fisik tidak dapat dicerna karena pati terdapat pada matriks sel, seperti pada polong- polongan atau biji-bijian; 2 RS II adalah pati resisten yang terbentuk secara alami karena kristalisasi dari struktur granula mengakibatkan rendahnya kemampuannya untuk dihidrolisis; 3 RS III adalah pati resisten yang berasal dari pati yang telah teretrogradasi hasil dari proses pemasakan bahan pangan yang kemudian disimpan dibawah suhu ruang; 4 RS IV adalah pati resisten yang dibentuk oleh proses kimiawi Onyango et al. 2006. Dari keempat jenis pati resisten tersebut, pati jenis RS III mendapatkan perhatian lebih karena bersifat sangat stabil selama pemanasan, sangat kompleks dan tahan enzim pencernaan Eerlingan and Delcour 1995, sehingga sifat fungsionalnya tidak mengalami perubahan ketika digunakan sebagai komposisi dalam pangan olahan Shamai et al. 2004. RS III terbentuk karena proses retrogradasi pati yang telah tergelatinisasi. Selama pendinginan rantai polimer amilosa yang lepas dari granula pati akan bergabung kembali membentuk struktur double helix yang distabilkan oleh ikatan hidrogen Wu dan Sarko 1978. Struktur double helix ini diperlukan untuk pembentukan struktur kristal pati. Derajat polimerisasi DP amilosa dapat mempengaruhi pembentukan RS III ini. Gidley menyatakan bahwa untuk membentuk struktur double helix dibutuhkan polimer dengan DP 10-100 Gidley et al. 1995. Thompson 2000 melaporkan bahwa jika derajat polimerisasi amilosa lebih tinggi dari 300 dapat menyebabkan amilosa tidak mudah untuk mengkristal membentuk kristalitas resisten. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan pati resisten. Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar RS adalah 1 rasio amilosa : amilopektin pada pati, amilosa yang lebih tinggi dapat meningkatkan kadar RS, 2 rasio pati : air bv dalam pembuatan RS, 3 proses pemanasan akan meningkatkan kadar RS yang dihasilkan, 4 banyaknya siklus pada proses modifikasi, dan 5 suhu autoclaving Sajilata et al. 2006. Menurut Lehmann et al. 2002, faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan RS yaitu suhu pengolahan, konsentrasi pati, kondisi penyimpanan dan adanya lipid atau substansi lain. Nugent 2005 menyatakan bahwa kondisi pengolahan dapat meminimalkan resistensi RS III. Pemasakan dengan kadar uap air atau kelembaban dan suhu yang tinggi dapat menurunkan kandungan RS secara signifikan dengan merusak struktur struktur kristal pati. Interaksi pati dengan komponen pangan lainnya 9 pun dapat mempengaruhi kadar RS. Komponen-komponen tersebut diantaranya adalah protein, serat, inhibitor enzim, ion, gula, lemak dan emulsifier. Interaksi protein dengan pati dapat menurunkan kadar RS seperti yang terjadi pada pati kentang yang ditambah dengan albumin ketika diotoklaf dan didinginkan pada suhu -20°C. Serat pangan tidak larut seperti selulosa dan lignin memberikan pengaruh yang kecil dibandingkan dengan ion kalium dan kalsium terhadap kadar RS. Ion kalium dan kalsium dapat menurunkan kadar pati resisten karena ion-ion ini dapat menghambat pembentukan ikatan hidrogen antar rantai amilosa dan amilopektin Escarpa et al. 1997. Penambahan gula seperti glukosa, maltosa, sukrosa, dan ribosa diketahui dapat menurunkan tingkat kristalisasi dan menurunkan kadar RS. Hal ini terjadi karena mekanisme retrogradasi dapat dihambat oleh interaksi antara molekul gula sederhana dan rantai molekul pati yang dapat mengubah matriks dari pati yang tergelatinisasi Kohyama dan Nishinari 1991. Lemak dapat berinteraksi dengan rantai amilosa membentuk kompleks yang mudah dihidrolisis oleh enzim pencernaan. Pembentukan kompleks amilosa dan lemak ini dapat menurunkan pembentukan RS Czuchajowska et al. 1991. Kadar pati resisten pisang alami yaitu RS II masih sangat rendah yaitu 1.51 g100 g bk Saguilan et al. 2005. Menurut Sajilata et al. 2006 untuk mengembangkan pati resisten komersil, sebaiknya digunakan pati yang secara alami mengandung kadar amilosa tinggi. Pisang adalah sumber karbohidrat tinggi dimana komponen utamanya adalah pati. Eggleston et al. 1992 melaporkan bahwa kandungan amilosa plantain berkisar antara 10-11. Kandungan amilosa pisang yang tinggi ini dapat membantu dalam peningkatan kadar pati resisten di dalam tepung pisang modifikasi yang dihasilkan. Sajilata et al. 2006 menyatakan bahwa amilosa akan membentuk pati resisten tipe III yang stabil terhadap panas, sangat kompleks, dan tahan enzim amilase. Saguilan et al. 2005 menyatakan bahwa RS yang terkandung pada pati alami pisang adalah 1.51 dan mengalami peningkatan 10 kali setelah diberi perlakuan pemanasan bertekanan pada suhu 121 o C selama 1 jam autoclaved starch. RS memiliki sifat resisten terhadap enzim pencernaan manusia dan dapat diklasifikasikan sebagai serat pangan oleh AACC 2000. Meskipun terdapat kemungkinan bahwa RS terdiri dari molekul dextrin dengan berat molekul yang rendah, namun RS mengandung molekul-molekul amilosa teretrogradasi sebagai fraksi utama dalam RS Ranhotra et al. 1991. Haralampu 2000 menyatakan bahwa dalam analisis, RS akan teruji sebagai IDF tetapi memiliki fungsi fisiologis seperti SDF. RS telah direkomendasikan untuk digunakan sebagai prebiotik untuk meningkatkan pertumbuhan bakteri menguntungkan seperti Bifidobacterium Brown et al. 1996. Setelah mencapai kolon RS akan difermentasi oleh mikroflora usus dan menghasilkan asam lemak rantai pendek atau short-chain fatty acid SCFA Sajilata 2006. SCFA yang dihasilkan dari fermentasi RS mengandung asatat dalam jumlah yang rendah dan butirat dalam jumlah yang lebih tinggi dibandingkan dengan SCFA yang dihasilkan dari fermentasi serat pangan biasa. SCFA merupakan sumber energi untuk sel-sel kolon butirat dan untuk sel-sel tubuh lainnya asetat dan propionat. Respon insulin setelah mengonsumsi makanan yang mengandung sejumlah RS akan lebih rendah jika dibandingkan dengan setelah mengonsumsi pati yang dapat dicerna Cherbuy et al. 2004. RS dalam usus halus menurunkan respon glikemik dan insulemik pada manusia penderita diabetes, hiperinsulemik, dan disiplidemia Okoniewska dan Witwer 2007. Suplemen serat pangan dan RS berpotensi memperbaiki sensitivitas hormon insulin Robertson et al. 2005. Menurut Lehmann 2002, dibandingkan FOS Fruktooligosakarida, RS memiliki beberapa kelebihan diantaranya tidak menyebabkan sembelit, dapat menurunkan kolesterol, dan indeks glikemik, dengan sumber yang beragam.

E. SERAT PANGAN