Tidak berubahnya kadar amilosa dari tepung pisang hasil fermentasi tanpa kombinasi dengan pemanasan otoklaf menunjukkan bahwa tepung pisang hasil
fermentasi selama 24 dan 48 jam belum mengalami degradasi amilosa. Hasil ini membuktikan bahwa tepung pisang hasil kedua lama fermentasi tersebut masih
memiliki potensi yang baik dalam menghasilkan pati resisten. Kadar amilosa tepung pisang hasil kombinasi fermentasi 24 dan 48 jam
dengan satu siklus otoklaf masing-masing adalah 40.06 bk dan 42.90 bk tidak berbeda nyata dengan kadar amilosa hasil satu siklus pemanasan otoklaf
45.30 dan kadar amilosa kontrol 35.68. Kadar amilosa hasil kombinasi fermentasi dengan pemanasan otoklaf jika dibandingkan kadar amilosa tepung
pisang hasil pemanasan otoklaf tanpa fermentasi sedikit mengalami penurunan, meskipun masih relatif tetap. Terjadinya sedikit penurunan kadar amilosa dapat
disebabkan oleh adanya penurunan suhu gelatinisasi dari granula pati. Penurunan suhu gelatinisasi akibat fermentasi dapat menyebabkan amilosa
yang tergelatinisasi selama proses pemanasan otoklaf mengalami peningkatan, sehingga amilosa yang mengalami gelatinisasi dan retrogradasi kemungkinan
tidak terukur lagi sebagai amilosa tetapi terukur sebagai pati resisten. Selama proses fermentasi struktur granula menjadi melemah, mengalami disintegrasi dan
leaching di bagian amorf sebagian granula sehingga mengubah suhu gelatinisasi
dari granula pati Aini 2009.
4.3.4. Daya Cerna Pati In Vitro
Peningkatan kadar pati resisten akan mengakibatkan terjadinya penurunan pada daya cerna patinya, akan tetapi hasil kombinasi fermentasi dengan satu
siklus pemanasan otoklaf pada irisan pisang menghasilkan tepung pisang modifikasi dengan daya cerna pati yang meningkat yaitu 60.85 bk dan
82.23 bk. Semakin lama fermentasi 48 jam menghasilkan peningkatan daya cerna pati yang lebih tinggi 82.23 Gambar 13. Hasil analisis ragam dan uji
lanjut Duncan menunjukkan bahwa daya cerna pati tepung pisang hasil fermentasi berbeda nyata dengan kontrol Lampiran 23.
Gambar 13 Pengaruh fermentasi spontan dan pemanasan otoklaf satu siklus terhadap daya cerna pati tepung pisang
Daya cerna tepung pisang hasil fermentasi 24 jam tanpa otoklaf 52.99 lebih tinggi daripada daya cerna tepung pisang hasil fermentasi 48 jam tanpa
otoklaf 49.75. Hasil ini berkaitan dengan hasil pengukuran kadar pati resisten Gambar 10 yang menunjukkan bahwa kadar pati resisten tepung pisang hasil
fermentasi 48 jam tanpa otoklaf 8.62 lebih tinggi daripada tepung pisang hasil fermentasi 24 jam tanpa otoklaf 6.74.
Tepung pisang hasil fermentasi memiliki daya cerna yang lebih rendah dibandingkan tepung pisang hasil kombinasi fermentasi dengan satu siklus
pemanasan otoklaf Gambar 13, walaupun kadar pati resisten pada tepung pisang hasil kombinasi fermentasi dengan satu siklus pemanasan otoklaf lebih tinggi dari
pada tepung pisang hasil fermentasi tanpa otoklaf Gambar 10. Penyebab peningkatan daya cerna ini adalah karena proses fermentasi dan pemanasan
otoklaf dapat melemahkan ikatan a-glukosidik pati dan oligosakarida selain pati disakarida, tetrasakarida yang terdapat di dalam tepung pisang sehingga akan
memudahkan kerja enzim pencernaan. Hidrolisis yang terjadi selama proses fermentasi yaitu pemotongan ikatan a-glukosidik pati menjadi molekul-molekul
dengan berat molekul lebih rendah Wurzburg 1989.
10 20
30 40
50 60
70 80
90
Tanpa fermentasi Fermentasi 24 jam
Fermentasi 48 jam 41.75 0.51
a
52.99 0.01
c
49.75 6.24
bc
44.94 1.48
a
60.85 0.78
d
82.23 2.34
e
Daya cerna pati bk
Tanpa otoklaf Otoklaf
4.3.5. Kadar Serat Pangan Total