2.2 Tepung Pisang
Tepung pisang merupakan produk antara yang cukup prospektif dalam pengembangan sumber pangan lokal. Buah pisang cukup sesuai untuk diproses
menjadi tepung mengingat bahwa komponen utama penyusunnya adalah karbohidrat 17.2-38. Berdasarkan kandungan nutrisi, buah pisang
dibandingkan sayuran hijau memiliki kandungan zat besi yang paling kaya dan juga mengandung nutrisi lainnya Aremu dan Udoessien 1990. Manfaat
pengolahan pisang menjadi tepung antara lain yaitu lebih tahan disimpan, lebih mudah dalam pengemasan dan pengangkutan, lebih praktis untuk diversifikasi
produk olahan, mampu memberikan nilai tambah buah pisang, mampu meningkatkan nilai gizi buah melalaui proses fortifikasi selama pengolahan, dan
menciptakan peluang usaha untuk pengembangan agroindustri pedesaan. Tepung pisang dapat dibuat dari buah pisang muda dan pisang tua yang
belum matang. Prinsip pembuatannya adalah pengeringan dengan sinar matahari atau dengan menggunakan alat pengering kemudian digiling. Produk yang sudah
digiling kemudian dilewatkan pada penyaring berukuran 100 mesh Adeniji et al. 2006. Judoamidjojo dan Lestari 2002 melaporkan bahwa kadar pati dari tiga
jenis pisang plantain nangka, uli dan siam cukup tinggi yaitu berkisar dari 55- 62. Perbandingan karakteristik jenis tepung pisang nangka, uli dan siam dapat
dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Sifat fisikokimia tepung pisang nangka, siam dan uli
Karakteristik Jenis Pisang
nangka siam
uli Rendemen
Kadar air Kadar total gula
Kadar pati Kadar amilopektin
Kekentalan cp Derajat putih
30.02 9.04
9.58 61.61
54.29 1.2075
42.96 30.11
12.05 12.82
56.82 49.63
1.4056 57.08
39.6 10.82
26.56 55.23
48.54 -
41.6 Judoamidjojo dan Lestari 2002
Tepung pisang dari buah pisang muda mengandung pati lebih tinggi bila dibandingkan dengan tepung pisang dari pisang tua matang, sedangkan
kandungan gula sederhananya sebaliknya. Pisang yang akan digunakan untuk pembuatan tepung pisang sebaiknya dipanen pada saat telah mencapai tingkat
kematangan ¾ penuh, kira-kira 80 hari setelah berbunga. Hal ini dikarenakan pada kondisi tersebut, pembentukan pati mencapai maksimum dan tanin sebagian besar
terurai menjadi ester aromatik dan fenol, sehingga dihasilkan rasa asam dan manis yang seimbang Crowther 1979.
Pisang yang terlalu muda kurang dari ¾ penuh akan menghasilkan tepung pisang yang mempunyai rasa sedikit pahit dan sepat, karena kadar asam
dan tanin yang relatif masih tinggi, sedangkan kadar patinya rendah. Hardiman 1982 berpendapat bahwa sifat sepat pisang akan berkurang banyak sejalan
dengan berubahnya senyawa tanin selama proses pengeringan. Meningkatnya tingkat kematangan pisang akan menyebabkan perubahan komposisi kimia dari
tepung pisang yang dihasilkan, sehingga untuk memperoleh tepung pisang dengan kadar pati yang cukup tinggi diperlukan pemilihan tingkat kematangan pisang
yang sesuai. Komposisi kimia pisang dari berbagai tingkat kematangan pisang dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Komposisi kimia pisang pada berbagai tingkat kematangan
Komposisi Tingkat kematangan
Muda sekali Muda
Agak tua Tua
Air Protein
Total karbohidrat Sukrosa
Gula pereduksi Pati
Selulosa Lemak
Abu 8.18
3.78 87.25
5.76 5.68
67.51 4.22
1.15 3.23
5.58 3.84
87.62 7.26
31.80 43.35
4.25 1.11
3.28 7.73
3.81 83.85
3.23 41.50
35.00 3.58
1.02 3.17
6.81 3.66
85.00 13.25
41.25 25.98
3.61 1.13
3.19 Loesecke 1950
Pembuatan tepung pisang terdiri dari dua cara yaitu cara basah dan cara kering. Cara yang paling banyak dan paling umum digunakan adalah cara kering.
Proses pembuatan tepung pisang secara kering adalah buah yang masih hijau tapi sudah cukup tua, dikupas dan dipotong-potong agak tipis. Setelah itu langsung
dikeringkan. Pengeringan dapat dilakukan dengan penjemuran, menggunakan alat pengering seperti tray dryer Loesecke 1950. Pengeringan adalah salah satu
metode pengawetan makanan yang paling tua Adams 2004. Tepung pisang dari berbagai cara pengeringan kering menghasilkan komposisi kimia tertentu.
Komposisi dan karakteristik kimia tepung pisang dengan empat metode pengeringan terdapat dalam Tabel 4.
Tabel 4 Komposisi dan karakteristik kimia bk dari tepung pisang yang dikeringkan dengan empat metode pengeringan
Parameter Metode Pengeringan
Lyophilization Drum dryer Microwave
Chamber dryer
Air 2.36±0.10
c
5.46±0.11
b
6.73±0.20
b
11.75±0.73
a
Abu 1.98±0.08
ab
2.19±0.047
a
1.95±0.03
a
2.02±0.17
a
Lemak 0.83±0.01
a
0.5±0.05
b
0.17±0.15
d
0.31±0.01
cb
Protein 2.92±0.10
a
3.30±0.25
a
3.12±0.18
a
3.08±0.08
a
Serat Pangan 9.67±0.05
a
9.01±0.19
a
9.43±0.20
a
9.37±0.45
a
Pati 74.65±2.08
c
63.50±0.55
a
64.52±0.25
a
74.30±2.32
ab
Gula pereduksi 1.37±0.18
a
1.74±0.21
a
1.65±1.53
a
1.27±0.53
a
Total gula 6.98±0.77
b
15.78±1.50
a
14.95±1.53
a
4.23±0.67
b
Amilosa 38.29±0.61
c
35.84±0.54
a
34.29±0.51
a
33.26±1.80
b
Amilopektin 61.67
64.16 65.71
66.74
Pacheco-Delaheya et al. 2008 bk : berat kering
Data adalah rata-rata dari tiga kali pengulangan ± standar error. Data pada satu baris yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada level 5
N x 6.25
berdasarkan pada 100 pati
Maldonado dan Pacheco-delahaye 2000 menyatakan bahwa kandungan serat pangan, pati resisten, protein dan mineral dalam cookies meningkat ketika
mensubstitusi terigu dengan 7 tepung pisang. Selain itu, dilaporkan juga bahwa pati merupakan komponen utama dalam tepung pisang, yaitu sebanyak 84,
protein 6.8, lemak 0.3, abu 0.5 dan serat pangan 7.6. Juarez-Garcia et al. 2006 juga melaporkan bahwa tepung pisang memiliki total pati 73.36 dan
serat pangan 14.52 dari total pati, sedangkan data lainnya menunjukkan bahwa total pati dalam tepung pisang alami adalah 56.29 dan pati resisten 17.50.
2.3 Modifikasi Pati