Kadar Pati Kadar Amilosa

TPM hasil otoklaf satu siklus yaitu 11.26 bk sedangkan pada TPM otoklaf tiga siklus, kadar pati resisten menurun menjadi 8.1 bk Gambar 15. Penurunan kadar pati resisten tepung pisang modifikasi TPM perlakuan otoklaf tiga siklus berhubungan dengan terjadinya sedikit penurunan pada kadar amilosanya Gambar 17, dimana kadar amilosa pada TPM tiga siklus otoklaf masih relatif tinggi tetapi tidak berbeda nyata jika dibandingkan dengan kontrol. Pembentukan pati resisten oleh proses pemanasan dan pendinginan dipengaruhi oleh proses kristalisasi amilosa. Jika kadar amilosa yang tersedia mengalami perubahan, maka kadar pati resisten yang terbentuk juga akan mengalami perubahan. Penambahan jumlah pengulangan siklus pemanasan otoklaf memiliki pengaruh yang berbeda di dalam meningkatkan kadar pati resisten. Peningkatan kadar pati resisten di dalam penelitian ini serupa dengan hasil penelitian Hickman et al . 2009, dimana perlakuan otoklaf tiga kali pada tepung jagung dan gandum memberikan dampak peningkatan pati resisten dari 11 menjadi 13.3 untuk tepung jagung sedangkan pada tepung gandum peningkatan yang terjadi hanya dari 9.1 menjadi 10.9. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan a=0.05, menunjukkan bahwa pemanasan otoklaf berulang memberikan peningkatan kadar pati resisten pada TPM yang berbeda nyata dengan kadar pati resisten kontrol Lampiran 25.

4.4.2. Kadar Pati

Pati merupakan komponen utama dari tepung pisang yang belum matang 63.50-74.65 Pacheco-Delahaye et al. 2008. Kadar pati tepung pisang modifikasi setelah pemanasan berulang satu sampai dengan tiga kali berkisar pada 70.92-76.02 bk Gambar 16, dimana berdasarkan hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan a=0.05 kadar pati tepung pisang setelah perlakuan satu, dua dan tiga kali siklus pemanasan tidak tidak berbeda nyata dengan kontrol 70.93 bk Lampiran 26. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan kadar pati dari pati garut termodifikasi dimana pemanasan otoklaf dan pendinginan yang diulang sebanyak tiga hingga lima siklus tidak mempengaruhi kadar pati Pratiwi 2008. Gambar 16 Pengaruh siklus pemanasan berulang terhadap kadar pati tepung pisang Pengukuran kadar pati dilakukan dengan menggunakan metode hidrolisis oleh asam kuat. Asam kuat akan menghidrolisis seluruh pati struktur yang kompleks termasuk pati resisten menjadi bentuk gula pereduksi. Kadar pati dihitung melalui konversi jumlah gula. Irisan pisang yang diberi perlakuan otoklaf dan pendinginan suhu 4ÂșC, selama 24 jam satu hingga tiga siklus menghasilkan tepung pisang yang tidak mengalami perubahan kadar patinya pati tidak mengalami penguraian. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh terukurnya pati resisten sebagai bagian dari pati selain amilosa dan amilopektin. Peningkatan kadar pati resisten Gambar 15 dan amilosa Gambar 17 menyebabkan kadar pati yang terukur tidak mengalami perubahan. Selain amilosa dan amilopektin, pati modifikasi pati resisten juga termasuk komponen pati Pratiwi 2008.

4.4.3. Kadar Amilosa

Kadar amilosa dari tepung pisang modifikasi hasil pemanasan otoklaf berulang berkisar antara 40.41-45.30 bk Gambar 17. Perlakuan pemanasan berulang satu hingga tiga siklus menghasilkan tepung pisang dengan kadar amilosa yang lebih tinggi atau cenderung konstan jika dibandingkan kadar amilosa kontrol 36 bk. Berdasarkan hasil analisis ragam dan hasil uji lanjut Duncan a=0.05, terjadi peningkatan kadar amilosa tepung pisang modifikasi 10 20 30 40 50 60 70 80 kontrol 1 kali siklus 2 kali siklus 3 kali siklus 71.97 3.18 a 75.11 0.54 a 76.02 2.21 a 70.93 0.51 a Kadar pati bk hasil siklus pemanasan berulang yang berbeda nyata dengan kadar amilosa tepung pisang kontrol Lampiran 27. Gambar 17 Pengaruh siklus pemanasan berulang terhadap kadar amilosa tepung pisang Peningkatan kadar amilosa pada tepung pisang modifikasi hasil pemanasan otoklaf berulang merupakan indikasi terjadi pemutusan sebagian dari ikatan cabang amilopektin. Perolehan kadar amilosa yang lebih tinggi pada pati pisang yang diberi perlakuan otoklaf dibandingkan yang tidak diberi perlakuan mengindikasikan terjadinya debranching sebagian pada amilopektin Aparicio- Saguilan et al. 2005. Kadar amilosa yang meningkat pada tepung pisang modifikasi menunjukkan bahwa tepung pisang modifikasi memiliki potensi yang baik sebagai prebiotik. Pati yang kaya amilosa setelah mengalami proses gelatinisasi dan retrogradasi berpotensi menghasilkan pati resisten, dimana pati resisten tersebut apabila dapat melewati usus halus akan menjadi substrat untuk mendukung pertumbuhan probiotik Sajilata et al. 2006.

4.4.4. Daya Cerna Pati In Vitro