Serat Pangan Simpulan dan Saran

yang larut. Konsumsi makanan yang mengandung serat pangan ini memperbaiki metabolism glukosa Behall et al. 2006. Perubahan jumlah asupan RS mampu mengubah aktivitas fermentasi dalam kolon Le Leu et al. 2003. RS memberikan efek yang signifikan terhadap kesehatan kolon pada manusia dan memudahkan defekasi Phillips et al. 1995. RS mampu mereduksi kehilangan cairan fekal dan memperpendek durasi diare pada anak remaja dan orang dewasa yang menderita kolera Ramakrishna et al. 2000. Jenie et al. 2006 melaporkan RS III dan RS IV penambahan 0.2 POCl 3 dari berat tepung yang berasal dari umbi garut, singkong dan kimpul dapat dimanfaatkan oleh bakteri probiotik yaitu Lactobacillus casei, Lactobacillus plantarum , dan Bifidobacterium bifidum sebagai prebiotik secara in vitro dan ketiga probiotik tersebut menghasilkan SCFA short chain fatty acid yaitu asam asetat sebanyak 0.04.

2.5 Serat Pangan

American Association of Cereal Chemist 2001 dalam Álvarez dan Sánchez 2006, mendefinisikan serat pangan sebagai bagian yang dapat dimakan dari tanaman atau karbohidrat yang tahan terhadap pencernaan dan absorpsi dinding usus halus, yang kemudian difermentasi di dalam usus besar. Serat pangan total merupakan hasil penjumlahan serat pangan larut SDF dan serat pangan tidak larut IDF. Serat pangan larut adalah serat pangan yang dapat larut dan mengembang di dalam air panas atau hangat. Sedangkan serat pangan tidak larut adalah serat pangan yang tidak dapat larut air panas maupun air dingin Muchtadi 2001. Menurut Kin 2000, berdasarkan kelarutannya dalam air, serat dibagi menjadi dua yaitu serat larut dan serat tidak larut. Serat larut ketika berada di usus halus akan membentuk larutan yang memiliki viskositas yang tinggi. Karena sifatnya ini, serat larut dapat mempengaruhi metabolisme lipid dan karbohidrat dan sebagian memiliki potensi antikarsinogenik. Serat tidak larut dapat mempertahankan matriks strukturalnya dari air membentuk campuran yang memiliki viskositas yang rendah. Hal ini menghasilkan peningkatan massa feses dan mempersingkat waktu transit. Hal tersebut mendasari penggunaan serat tidak larut untuk mencegah dan mengobati konstipasi kronis, menurunkan konsentrasi dan waktu kontak karsinogen dengan mukosa kolon. Serat dapat juga berfungsi sebagai prebiotik bagi mikroba usus sehingga baik bagi kesehatan. Selain itu serat pangan dapat memberikan efek fisiologis yang menguntungkan, seperti laksatif, menurunkan kolestrol darah, dan menurunkan glukosa darah. Efek fisiologis yang diperkirakan mempengaruhi pengaturan energi adalah kandungan energi serat per unit bobot pangan yang rendah. Sehingga penambahan serat dapat menurunkan kerapatan densitas energi, terutama serat larut karena dapat mengikat air. Selain itu, serat juga dapat mempertebal kerapatan atau ketebalan campuran makanan dalam saluran pencernaan sehingga memperlambat lewatnya makanan dalam saluran pencernaan dan pergerakan enzim. Pencernaan yang lambat menyebabkan respon glukosa darah juga menjadi rendah Rimbawan dan Siagian 2004. Pisang jenis plantain memiliki buah dengan kandungan pati resisten dan serat yang tinggi Kahlon dan Smith 2007 dan tepungnya merupakan sumber serat pangan yang tinggi 6-9 Higgins et al. 2004; Kahlon dan Smith 2007. Petunjuk penyajian makanan USDA 2000 merekomendasikan jumlah minimum konsumsi serat pangan adalah 25 g per hari, atau sama dengan 12.5 g per 1000 Kal yang dikonsumsi. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh USDA 2000 rata-rata konsumsi serat pangan adalah 12-17 g, oleh karena itulah diperlukan konsumsi serat pangan tinggi melalui produk-produk pangan yang tinggi serat pangan dan kandungan pati resisten. Rekomendasi konsumsi serat pangan pada umur 19-50 tahun, adalah 38 ghari untuk laki-laki dan 25ghari untuk wanita Institute of Medicine 2002. III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat