Latar Belakang Simpulan dan Saran

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia memiliki wilayah dengan potensi sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan sumber karbohidrat. Sumberdaya alam tersebut jika dimanfaatkan secara optimal merupakan aset nasional untuk menjamin ketersediaan pangan dan menjaga ketahanan pangan. Akan tetapi hingga saat ini pemanfaatan sumber karbohidrat selain beras belum dieksplorasi secara optimal. Penganekaragaman pangan diversifikasi pangan merupakan jalan keluar alternatif untuk memecahkan masalah pemenuhan kebutuhan pangan, khususnya sumber karbohidrat. Salah satu buah tropis yang tumbuh di Indonesia dan potensial dimanfaatkan sebagai sumber karbohidrat adalah pisang. Selain sebagai sumber karbohidrat, pisang juga mempunyai kandungan gizi yang baik yaitu vitamin provitamin A, B, dan C serta mineral kalium, magnesium, fosfor, besi, dan kalsium yang penting bagi tubuh. Keunggulan pisang sebagai sumber karbohidrat, vitamin dan mineral juga didukung oleh luas panen dan jumlah produksinya yang selalu menempati posisi pertama. Produktivitas pisang di Indonesia berfluktuasi dan terus meningkat, dimana pada 2007 tingkat produksi pisang adalah 5 454 226 ton, kemudian pada tahun 2008 meningkat menjadi 6 004 615 ton BPS 2009. Indonesia memiliki beberapa daerah sentra penghasil pisang, salah satunya yang terletak di propinsi Jawa Timur adalah Kabupaten Lumajang. Tingkat produktivitas pisang di Kabupaten Lumajang pada tahun 2009 mencapai 35 228 ton DP Lumajang 2009. Pisang tanduk atau lebih dikenal di daerah Lumajang dengan nama pisang agung Musa paradisiaca Formatypica merupakan salah satu jenis pisang golongan plantain yang diunggulkan. Pisang tanduk ini memiliki ukuran yang lebih besar jika dibandingkan jenis pisang tanduk lainnya dengan bobot setiap buahnya mencapai 0.5 kg. Pisang jenis plantain memiliki kandungan pati dan amilosa yang cukup tinggi sehingga sesuai untuk dikembangkan lebih lanjut menjadi produk pangan fungsional. BPOM 2005 menyatakan bahwa pangan fungsional adalah pangan yang secara alami maupun telah mengalami proses produk olahan mengandung satu atau lebih komponen fungsional yang berdasarkan kajian ilmiah memiliki fungsi fisiologis tertentu, terbukti tidak membahayakan dan bermanfaat bagi kesehatan, contohnya adalah prebiotik. Tepung pisang dengan kandungan amilosa dan pati yang cukup tinggi dapat ditingkatkan sifat fungsionalnya melalui proses modifikasi yang dapat meningkatkan kadar pati resisten resistant starchRS. Menurut FAO 2007 pati resisten dapat memenuhi syarat sebagai prebiotik, walaupun masih dalam tahap pengembangan. Pati resisten adalah pati yang tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan di usus halus dan ketika mencapai usus besar dapat dimanfaatkan oleh probiotik. Manfaat lainnya adalah pati resisten mampu mereduksi kehilangan cairan fekal dan memperpendek durasi diare pada penderita kolera Ramakrishna et al. 2000 serta berpotensi dalam memperbaiki sensitivitas hormon insulin Robertson et al. 2005. Pati resisten dapat diklasifikasikan menjadi empat tipe utama. Tipe I adalah pati yang secara fisik terperangkap diantara dinding sel bahan pangan dan ditemukan pada serealia dan biji-bijian. Tipe II adalah granula pati yang tahan terhadap enzim pencernaan. Tipe III adalah pati retrogradasi, yaitu pati yang dirubah konformasinya melalui pengolahan pangan proses panas dan dingin. Tipe IV adalah pati yang dimodifikasi secara kimia Álvarez dan Sánchez 2006. Penelitian modifikasi pati dari bahan pangan telah banyak dilakukan, diantaranya modifikasi pati jagung, kentang, beras dan singkong dengan cara kimia, enzimatis atau perlakuan panas. Kadar pati resisten dapat mengalami perubahan selama proses modifikasi seperti pemanasan yang dikombinasi dengan pendinginan pada pati yang akan meningkatkan jumlah pati retrogradasi Aparicio-Saguilan et al. 2005. Perlakuan autoclaving-cooling berulang terhadap pati garut dapat meningkatkan kadar pati resisten RS tipe III sampai dengan enam kali Sugiyono et al. 2009. Jenie et al. 2006 melaporkan RS III dan RS IV penambahan 0.2 POCl 3 dari berat tepung yang berasal dari umbi garut, singkong dan kimpul dapat dimanfaatkan oleh Lactobacillus casei, L. plantarum, dan Bifidobacterium bifidum sebagai prebiotik secara in vitro dan menghasilkan asam asetat sebanyak 0.04. Modifikasi pati melalui cara fermentasi merupakan hidrolisis pati menjadi gula sederhana sehingga menyebabkan perubahan di tingkat granula pati oleh mikroorganisme yang menghasilkan enzim amilase. Reddy et al. 2008 menjelaskan peranan amilase yang dihasilkan selama fermentasi oleh bakteri asam laktat Lactobacillus amylophilus GV6 nampak pada perubahan daerah kristalin granula pati menjadi semi kristal hingga amorf sehingga menyebabkan pati lebih mudah mengalami gelatinisasi dan menurunkan suhu gelatinisasi. Semakin banyak pati yang tergelatinisasi dan kondisi yang lebih asam akan meningkatkan pembentukan pati resisten. Pati resisten dalam jumlah tinggi dapat dihasilkan melalui penambahan asam laktat pada konsentrasi 10 mmolL Onyango et al. 2006. Modifikasi pati pada irisan pisang untuk meningkatkan kadar pati resistennya melalui proses fermentasi spontan yang dikombinasikan dengan siklus otoklaf-pendinginan sampai saat ini belum pernah dilaporkan. Oleh karena itu diperlukan penelitian ini untuk memperoleh kombinasi lama fermentasi spontan dengan satu siklus otoklaf-pendinginan yang dapat meningkatkan kadar pati resisten tepung pisang serta menentukan potensi tepung pisang modifikasi sebagai prebiotik melalui uji viabilitas tiga strain bakteri asam laktat kandidat prebiotik.

1.2. Tujuan dan Manfaat Penelitian