56
4.11. Pengelolaan Sumberdaya Ikan Kurisi di Teluk Banten
Berdasarkan hasil penelitian penangkapan terhadap ikan kurisi sudah mengalami over exploited atau tangkap lebih. Beberapa indikasi tersebut
diantaranya ukuran ikan maksimum yang tertangkap di Teluk Banten yang didaratkan di PPN Karangantu adalah 248 mm untuk ikan kurisi jantan dan 230 mm
untuk ikan kurisi betina, sedangkan nilai panjang asimtotik infinitif sebesar 322,95 mm untuk ikan kurisi jantan dan 319,84 mm untuk ikan kurisi betina. Semakin
mengecilnya ukuran ikan kurisi disebabkan karena adanya tekanan akibat penangkapan sehingga memaksa ikan-ikan muda untuk matang gonad lebih cepat,
sementara ikan kurisi tidak diberi kesempatan untuk bereproduksi karena ikan kurisi yang dominan tertangkap di Teluk Banten memiliki TKG 2 dan TKG 3.
Semakin mengecilnya ukuran tubuh ikan kurisi dan banyaknya ikan kurisi yang memiliki TKG 2 dan TKG 3 yang tertangkap disebabkan karena laju mortalitas
dan eksploitasi terhadap ikan kurisi yang sudah melebihi jumlah tangkapan yang diperbolehkan. Laju eksploitasi ikan kurisi jantan sebesar 68,52 dan ikan kurisi
betina sebesar 82,26 telah menunjukkan laju eksploitasi ikan kurisi melebihi nilai eksploitasi optimum 0,5. Dibuktikan dengan upaya penangkapan dan hasil
tangkapan aktual pada tahun 2010 yang mencapai 3280 triptahun dan 141,47 ton sedangkan upaya penangkapan optimum dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan
masing-masing adalah 1541,67 triptahun dan 114,08 tontahun. Hal ini menyebabkan ikan kurisi diperairan Teluk Banten tergolong growth overfishing
sehingga perlu suatu pengelolaan yang berkelanjutan bagi sumberdaya ikan kurisi. Menurut FAO 1997 menyatakan bahwa pengelolaan perikanan adalah proses
yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya dan implementasi dari aturan-aturan
main di bidang perikanan dalam rangka menjamin kelangsungan produktivitas sekunder dan penyampaian tujuan perikanan. Pengelolaan sumberdaya perikanan
dilakukan karena semakin meningkatnya tekanan eksploitasi terhadap berbagai stok ikan. Pengelolaan ikan kurisi di Teluk Banten dapat berupa pengaturan upaya
penangkapan yang mengacu pada jumlah tangkapan yang diperbolehkan dan upaya penangkapan optimumnya,
selain itu juga penangkapan hanya boleh dilakukan
menggunakan alat tangkap yang selektif.
57
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Ikan kurisi di perairan Teluk Banten sudah mengalami overfishing yang ditandai
dengan jauhnya perbedaan antara ukuran panjang maksimal ikan yang tertangkap dengan panjang infinitifnya asimtotik. Panjang maksimum ikan
kurisi yang tertangkap di PPN Karangantu, Teluk Banten adalah 248 mm untuk ikan kurisi jantan dan 230 mm untuk ikan kurisi betina, sedangkan nilai panjang
asimtotik infinitif sebesar 322,95 mm untuk ikan kurisi jantan dan 319,84 mm untuk ikan kurisi betina.
2. Pola pertumbuhan ikan kurisi di perairan Teluk Banten yang didaratkan di PPN
Karangantu bersifat allometrik negatif yang artinya pertumbuhan panjang lebih cepat dibandingkan pertumbuhan bobot.
3. Laju mortalitas dan eksploitasi ikan kurisi di Teluk Banten yaitu sebesar
68,52 untuk ikan kurisi betina dan 82,26 untuk ikan kurisi jantan. Berdasarkan hasil analisis tersebut ikan kurisi di Teluk Banten mengalami
growth overfishing karena laju eksploitasinya melebihi laju eksploitasi optimum
sebesar 0,5. 4.
Hasil analisis model produksi surplus dengan menggunakan model Schaefer didapakan nilai f
MSY
sebesar 1541,67 triptahun dan MSY sebanyak 142,60 tontahun, sedangkan untuk nilai TAC atau jumlah tangkapan yang
diperbolehkan sebanyak 114,08 tontahun. 5.
Perhitungan statistik ketidakpastian dengan 1000 percobaan simulasi diperoleh rata-rata produksi per tahun diperoleh sebanyak
8500,44 kg dengan fluktuasi
produksi ikan kurisi per tahun sebesar 5759,27 kg. Nilai fluktuasi yang relatif
besar dibandingkan dengan rata-rata produksinya menunjukkan bahwa ketidakpastian hasil tangkapan ikan kurisi di PPN Karangantu cukup tinggi
ketidakpastiannya. 6.
Pengelolaan ikan kurisi di Teluk Banten dapat berupa pengaturan upaya penangkapan yang mengacu pada jumlah tangkapan yang diperbolehkan dan