Tingkat kematangan gonad Mortalitas dan laju eksploitasi

24 kuantitas yang relevan terhadap studi bila dilakukan kemungkinan bagi suatu pemisahan yang berhasil dari dua komponen yang berdekatan. Apabila indeks separasi kurang dari dua 2 maka tidak mungkin dilakukan pemisahan kelompok ukuran karena akan terjadi tumpang tindih dengan kedua kelompok ukuran tersebut.

3.4.4. Tingkat kematangan gonad

Pengamatan gonad ikan contoh dapat menduga jenis kelamin ikan. Tingkat kematangan gonad ialah tahap tertentu perkembangan gonad sebelum dan sesudah ikan itu memijah. Menentukan tingkat kematangan gonad TKG pada ikan ada dua cara yaitu secara morfologi dan histologi. Secara morfologi berdasarkan bentuk, warna, ukuran, bobot gonad, serta perkembangan isi gonad. Sedangkan secara histologi berdasarkan anatomi gonad secara mikroskopik. Berikut ini adalah tabel penentuan TKG ikan menggunakan modifikasi dari Cassie Effendie 1979 yang disajikan pada Tabel 3 : Tabel 3. Penentuan TKG secara morfologi TKG Betina Jantan I Ovari seperti benang, panjangnya sampai ke depan rongga tubuh, serta permukaannya licin Testes seperti benang,warna jernih, dan ujungnya terlihat di rongga tubuh II Ukuran ovari lebih besar, warna ovari kekuning-kuningan, dan telur belum terlihat jelas Ukuran testes lebih besar pewarnaan seperti susu III Ovari berwarna kuning dan secara morfologi telur mulai terlihat Permukaan testes tampak bergerigi, warna makin putih dan ukuran makin besar IV Ovari makin besar, telur berwarna kuning, mudah dipisahkan. Butir minyak tidak tampak, mengisi 12-23 rongga perut Dalam keadaan diawet mudah putus, testes semakin pejal 3.4.5. Pertumbuhan 3.4.5.1. Hubungan panjang bobot Analisis pola pertumbuhan ikan kurisi menggunakan hubungan panjang bobot masing-masing spesies dengan rumus sebagai berikut Effendie 2002: 3 25 W adalah bobot, L adalah panjang, a adalah intersep Perpotongan kurva hubungan panjang berat dengan sumbu y, b adalah penduga pola pertumbuhan panjang-bobot. Untuk mendapatkan persamaan linear atau garis lurus di gunakan persamaan sebagai berikut : Log W = Log a + b Log L 4 Untuk mendapatkan parameter a dan b digunakan analisis regresi dengan Log W sebagai ‘y’ dan Log L sebagai ‘x’, maka dapat didapatkan regresi sebagai berikut: y = b + b 1 x 5 Untuk menguji nilai b = 3 atau b ≠ 3 dilakukan uji-t uji parsial dengan hipotetis : H : b = 3, hubungan panjang dengan bobot adalah isometrik H 1 : b ≠ 3, hubungan panjang dengan bobot adalah allometrik Hipotesis yang digunakan adalah bila b = 3 maka disebut isometrik pola pertumbuhan panjang sama dengan pola pertumbuhan bobot. Jika b 3 disebut allometrik negatif pertumbuhan panjang lebih dominan. Dan bila b 3 allometrik positif pola pertumbuhan bobot lebih dominan. 1 1 sb b b t hitung − = 6 7 b 1 adalah Nilai b dari hubungan panjang bobot, b adalah 3, Sb 1 adalah simpangan koefisien b 26 Bandingkan nilai t hitung dan nilai t tabel pada selang kepercayaan 95. Selanjutnya untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan kurisi, maka kaidah keputusan yang diambil adalah : t hitung t tabel : tolak hipotesis H t hitung t tabel : gagal tolak hipotesis H

3.4.5.2. Plot Ford Walford L ∞, K dan t

Plot Ford Walford merupakan salah satu metode yang paling sederhana dalam menduga parameter pertumbuhan dari persamaan Von Bartalanffy dengan interval waktu pengambilan contoh yang tetap. Berikut ini adalah persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy King 1995. L t = L ∞ 1 - exp [-Kt-t0] L t = L ∞ - L ∞ exp [-Kt-t0] 8 atau, L ∞ - L t = L ∞ exp [-Kt-t0] 9 L t adalah panjang ikan pada saat umur t satuan waktu, L ∞ adalah panjang maksimum secara teoritis panjang asimtotik, K adalah koefisien pertumbuhan per satuan waktu, t adalah umur teoritis pada saat panjang sama dengan nol. Untuk t sama dengan t+1, persamaaan menjadi: L t+1 = L ∞ 1 - exp [-Kt+1-t0] L t+1 = L ∞ - L ∞ exp [-Kt-t0] exp [-K] 10 sehingga, L t+1 - L t = L ∞ - L ∞ exp [-Kt-t0] exp -K - L ∞ - L ∞ exp [-Kt-t0] L t+1 - L t = L ∞ exp [-Kt-t0] 1 - exp [-K] 11 Persamaan 9 didistribusikan kedalam persamaan 11 sehingga di peroleh persamaan berikut. L t+1 - L t = L ∞ - L t 1 - exp [-K] 12 27 atau, L t+1 = L t + L ∞ 1 - exp [-K] - L t + L t exp [-K] L t+1 = L ∞ 1 - exp [-K] + L t exp [-K] 13 L t dan L t+1 merupakan panjang ikan pada saat t dan t+1 yang merupakan panjang ikan yang dipisahkan oleh interval waktu yang konstan Pauly 1984. Persamaan 13 dapat diduga dengan persamaan regresi linear y = b + b 1 x, jika L t sebagai absis x di plotkan terhadap L t+1 sebagai ordinat y sehingga terbentuk kemiringan slope sama dengan exp [-K] dan titik potong dengan absis sama dengan L ∞ 1-exp [-K] . Nilai K dan L ∞ di peroleh dengan cara sebagai berikut: K = -ln b 14 dan L ∞ = a 1 - b 15 Umur secara teoritis ikan pada saat panjang sama dengan nol dapat diduga secara terpisah menggunakan persamaan empiris pauly sebagai berikut. Log -t = 0,3922 - 0,2752 Log L ∞ – 1,038 Log K 16

3.4.5.3. Faktor kondisi

Faktor kondisi yaitu keadaan atau kemontokan ikan yang dinyatakan dalam angka-angka berdasarkan pada data panjang dan bobot. Faktor kondisi menunjukkan keadaan baik dilihat dari segi kapasitas fisik untuk bertahan hidup maupun reproduksi. Jika pertumbuhan ikan kurisi termasuk pertumbuhan allometrik b ≠3, maka nilai faktor kondisi K dapat dihitung dengan rumus berikut Effendie 2002: K = W aL b 17 28 K adalah faktor kondisi, W adalah bobot ikan contoh gram, L adalah panjang ikan contoh mm, a dan b adalah konstanta regresi. Jika pertumbuhan bersifat allometrik positif umumnya ikan diamati lebih gemuk dibandingkan ikan yang bertipe allometrik negatif.

3.4.6. Mortalitas dan laju eksploitasi

Laju mortalitas total Z diduga dengan kurva tangkapan yang dilinearkan berdasarkan data komposisi panjang Sparre Venema 1999 dengan langkah- langkah sebagai berikut. Langkah 1 : mengkonversikan data panjang ke data umur dengan mengunakan inverse persamaan Von Bertalanffy. 18 Langkah 2 : menghitung waktu yang diperlukan oleh rata-rata ikan untuk tumbuh dari panjang L 1 ke L 2 Δt 19 Langkah 3 : menghitung t+ Δt2 20 Langkah 4 : menurunkan kurva hasil tangkapan C yang dilinearkan yang dikonversikan ke panjang 21 persamaan di atas adalah bentu persamaan linear dengan kemiringan b = -Z Untuk laju mortalitas alami M diduga dengan menggunakan rumus empiris Pauly 1980 in Sparre Venema 1999 sebagai berikut. Ln M = - 0,0152 - 0,279Ln L ∞ + 0,6543Ln K + 0,463Ln T 22 M = exp - 0,0152 - 0,279Ln L ∞ + 0,6543Ln K + 0,463Ln T 23 29 M adalah mortalitas alami, L ∞ adalah panjang asimsotik pada persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy, K adalah koefisien pertumbuhan pada persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy, T adalah rata-rata suhu permukaan air C Laju mortalitas penangkapan F ditentukan dengan : F = Z – M 24 Laju eksploitasi ditentukan dengan membandingkan mortalitas penangkapan F terhadap mortaliatas total Z Pauly 1984 : Z F M F F E = + = 25 Laju mortalitas penangkapan F atau laju eksploitasi optimum menurut Gulland 1971 in Pauly 1984 adalah: F optimum = M dan E optimum = 0,5 26

3.4.7. Model produksi surplus