Gambaran Umum Pertanian Organik di Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gambaran Umum Pertanian Organik di Indonesia

Pada tiga dekade terakhir ini, peningkatan kepedulian konsumen terhadap lingkungan semakin meningkat dan isu pemasaran hijau mulai bergeser dari sekedar nilai tambah menjadi hal yang utama. Meskipun jumlah pembeli produk organik semakin meningkat, namun banyak diantara mereka yang tidak mengerti secara jelas apa pengertian sebenarnya dari istilah organik tersebut. Pada umumnya konsumen cenderung berpikir bahwa produk organik adalah produk yang bagus tidak hanya dari segi kandungan nutrisi namun juga penampilan produknya. Pada pengertian sebenarnya organik tidak hanya tertuju pada produk atau kandungan bahan-bahan di dalamnya, tetapi pada keseluruhan sistem produksi budidaya. Oleh sebab itu, pada tahun 2000 United States Department of Agriculture USDA menegaskan bahwa pengertian organik sebagai suatu sistem manajemen produksi lingkungan yang mampu meningkatkan keanekaragaman hayati, siklus biologi, dan kegiatan biologi dengan menggunakan input minimal. Untung 1997 menyatakan bahwa pertanian organik merupakan sistem pertanian yang bertujuan untuk tetap menjaga keselarasan harmoni dengan sistem alami, dengan memanfaatkan dan mengembangkan semaksimal mungkin proses-proses alami dalam pengelolaan usahatani. Prayogo dkk 1999 juga memberikan definisi bahwa pertanian organik adalah suatu sistem pertanian yang tidak menggunakan bahan kimia buatan; mewujudkan sikap dan perilaku hidup yang menghargai alam; dan berkeyakinan bahwa kehidupan adalah anugerah Tuhan yang harus dilestarikan. Pada tahun 1984 pertanian organik mulai muncul di Indonesia. Hingga saat ini pertanian organik semakin berkembang di berbagai pelosok wilayah di Indonesia. Adiyoga 2002 menjelaskan bahwa status pertanian organik di Indonesia menunjukkan perkembangan yang cukup baik, walaupun kontribusinya terhadap produksi total relatif masih kecil diperkirakan masih 1. Semakin 11 banyaknya lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dibidang pertanian organik merupakan suatu indikator dan refleksi meningkatnya tingkat kesadaran akan pentingnya konsumsi sayuran sehatbersih. Prospek pengembangan pertanian organik juga cenderung menjanjikan, sebagaimana diindikasikan oleh masih banyaknya permintaan yang belum dapat dipenuhi karena adanya keterbatasan pasok. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Suwantoro 2008 seringkali terdapat berbagai perbedaan praktek pertanian organik di beberapa wilayah dalam proses budidaya. Berbagai perbedaan tersebut antara lain disebabkan oleh 1 belum diterapkannya standarisasi yang ada sehingga masing- masing kelompok atau pelaku pertanian organik dapat menerapkan standard sendiri; 2 Orientasi pasar, dengan standar yang sudah ditetapkan oleh kelompok dan apabila bisa menyakinkan pasar bahwa produknya berkualitas dan layak dihargai lebih maka untuk selanjutnya cukuplah memakai standar tersebut; dan 3 para petani kita, dengan adanya revolusi hijau terbiasa melihat tanaman selalu dalam kondisi hijau. Untuk melakukan pertanian organik sebagaimana mestinya seringkali belum mempunyai ketetapan 100 persen sehingga dalam prakteknya masih menggunakan pupuk kimia sebagai pupuk dasar dan sudah sebisa mungkin meninggalkan penggunaan pestisida kimia. Berdasarkan perbedaan asumsi tersebut Suwantoro 2008 juga menjelaskan sistem pertanian organik juga terbagi menjadi tiga yaitu 1 sistem pertanian organik – proses budidaya yang dilakukan tidak menggunakan pupuk dan pestisida kimia serta mengembangkan jenis benih lokal. Adanya konversi selama 3 – 4 musim tanam dengam melihat riwayat penggunaan pupuk dan pestisida kimi sintetis pada lahan tersebut; 2 sistem pertanian semi organik – dalam proses budidaya masih mentoleransi penggunaan pupuk kimia sintetis dalam jumlah terbatas untuk pupuk dasar maupun pupuk lanjutan dan sebagian yang lain masih mentoleransi penggunaan pestisida kimia dalam keadaan khusus; 3 sistem pertanian konvensional - Sistem pertanian ini masih mengandalkan pupuk dan pestisida kimia sintetis. Pemupukan yang dilakukan belum berimbang kebanyakan masih menggunakan pupuk putih urea. Hasil produksi dijual ke pasar umum. 12

2.2. Dampak Penerapan Metode Organik

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Pendapatan Petani Sistem Tanam SRI (System of Rice Intensification) Dengan Petani Sistem Tanaman Legowo (Studi Kasus: Desa Pematang Setrak, Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai)

2 84 123

DAMPAK BUDIDAYA PADI ORGANIK DENGAN METODE SRI (System of Rice Intensification) TERHADAP SUSTAINABILITAS KANDUNGAN C ORGANIK TANAH DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN GUNUNG SUGIH KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

0 16 191

Analisis Pendapatan Usahatani Padi Organik Metode SRI (System of Rice Intensification) Studi Kasus Desa Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat

2 21 241

Analisis Pendapatan Usahatani Padi Metode System Of Rice Intensification (SRI) dan Padi Konvensional di Desa Kebonpedes, Sukabumi

0 5 87

Koefisien Tanaman Padi Dengan Teknologi System Of Rice Intensification (Sri) Dan Sistem Konvensional

0 4 35

Analisis Adopsi Sri (System Of Rice Intensification) Dan Dampaknya Terhadap Efisiensi Usahatani Padi Di Kabupaten Solok Selatan.

0 7 103

KEANEKARAGAMAN HYMENOPTERA PARASITOID PADA PERTANAMAN PADI KONVENSIONAL DAN SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI).

0 0 9

ANALISIS KOMPARASI USAHATANI PADI SAWAH METODE SRI (System of Rice Intensification) DAN KONVENSIONAL DI KECAMATAN GERIH KABUPATEN NGAWI.

0 4 142

Tingkat Adopsi Teknologi SRI (System of Rice Intensification) dan Analisis Usahatani Padi di Kecamatan Nagrak Kabupaten Sukabumi I.Solihah

0 0 9

ANALISIS KOMPARASI USAHATANI PADI SAWAH METODE SRI (System of Rice Intensification) DAN KONVENSIONAL DI KECAMATAN GERIH KABUPATEN NGAWI

0 0 20