13 Wilayah pertanian organik yang tidak terisolasi dengan pertanian konvensional,
membuat pertanian organik lebih rawan terhadap hama; 4 Hasil produksi pada musim tanam awal sedikit dan akan meningkat sesuai dengan kondisi tanah yang
semakin membaik; dan 5 Para petani enggan menggunakan pupuk organik secara keseluruhan karena pupuk kompos menyebabkan banyak tumbuh gulma.
2.3. Gambaran Umum Pertanian Padi SRI di Indonesia
SRI merupakan akronim dari System of Rice Intensification. SRI merupakan salah satu pendekatan dalam praktek budidaya padi yang menekankan
pada manajemen pengelolaan tanah, tanaman dan air melalui pemberdayaan kelompok dan kearifan lokal yang berbasis pada kegiatan ramah lingkungan
7
. SRI mengembangkan praktek pengelolaan padi yang memperhatikan kondisi
pertumbuhan tanaman yang lebih baik, terutama di zona perakaran, dibandingkan dengan teknik budidaya cara tradisional Berkelaar, 2001. SRI dikembangkan di
Madagaskar awal tahun 1980 oleh Henri de Lauline, seorang pastor Jesuit yang lebih dari 30 tahun hidup bersama petani-petani di sana. WASSAN 2006
menjelaskan bahwa dalam metode SRI terdapat beberapa komponen penting yang membangunnya yaitu :
1. Jarak tanam yang lebar – dengan jarak antar tanaman yang lebar masing-
masing tanaman mendapatkan lebih banyak ruang, udara, dan cahaya sehingga akar padi akan tumbuh lebih sehat dan dapat menyerap nutrisi lebih banyak
sehingga menghasilkan jumlah anakan dan malai dengan lebih banyak bulir dan padat berisi.
2. Penggunaan sedikit benih – dengan jarak tanam yang lebar maka kebutuhan
benih padi menjadi lebih sedikit. Sehingga juga dapat mengurangi biaya pembelian bibit.
3. Penanaman bibit muda – penanaman pada saat bibit muda dapat mengurangi
guncangan dan meningkatkan kemampuan tanaman dalam memproduksi batang dan akar selama pertumbuhan vegetatif, sehingga batang yang muncul
lebih banyak jumlahnya dalam satu rumpun maupun bulir padi yang dihasilkan
7
Mediana Susti. 2010.
Dampak Penerapan Metode SRI
System of Rice Intensification.JurnalUripSusanto.http:uripsantoso.wordpress.com20101006dampak-
penerapan-metode-sri-system-of-rice-intensification16 April 2011.
14 oleh malai. Disamping itu juga agar mendapatkan jumlah anakan dan
pertumbuhan akar maksimum. 4.
Penggunaan sedikit air – apabila air menggenangi lahan penanaman padi maka akar tanaman akan mati karena kekurangan udara. Akar tanaman padi yang
mati berwarna coklat. Tanaman padi dapat tumbuh tanpa air yang menggenang sebab padi bukan merupakan tanaman air melainkan tanaman yang
membutuhkan banyak air. Oleh sebab itu, kondisi tidak tergenangi hanya dipertahankan selama pertumbuhan vegetatif. Selanjutnya setelah pembuangan
sawah digenangi air 1-3cm. Dengan cara seperti ini akan tercipta kondisi perakaran yang teroksidasi dan tumbuh sehat.
5. Pengembalian gulma ke dalam tanah – hal tersebut dilakukan agar dapat
meningkatkan aerasi tanah dan gulma dapat menjadi pupuk organik bagi tanaman padi. Dengan demikian, akar dan tanaman tumbuh sehat serta lahan
menjadi lebih subur. 6.
Penggunaan bahan organik – bahan organik merupakan asupan utama bagi tanah. Penggunaan bahan organik dapat mendatangkan berbagai jenis
mikroorganisme yang dapat memperbaiki struktur tanah, sehingga padi dapat tumbuh baik.
Uji coba SRI pertama kali di Indonesia dilaksanakan oleh Lembaga Penelitian dan Pengembangan Pertanian di Sukamandi Jawa Barat pada musim
kemarau 1999 dengan hasil 6,2 tonha dan pada musim hujan 19992000 menghasilkan padi rata-rata 8,2 tonha uphoff, 2002; Sato, 2007. Metode SRI
minimal menghasilkan panen dua kali lipat dibandingkan metode penanaman padi lain. Namun demikian, hasil penelitian IRRI International Rice Research
Institute di Cina dan Filipina tidak menemukan tambahan hasil yang nyata dari penerapan SRI. Dari perbedaan hasil tersebut, para ahli padi menyimpulkan
bahwa kemungkinan telah terjadi kesalahan pengukuran dan observasi dalam pelaksanaan kajian SRI di Madagaskar.
Dalam beberapa forum diskusi, pengembangan SRI masih menimbulkan debat dan polemik teknis yang kadangkala bersifat kontroversi. Dalam kaitan ini,
IRRI sebagai Lembaga Penelitian Padi Nasional yang lebih berkompeten dalam inovasi teknologi padi tidak begitu antusias dalam mengembangkan SRI, bahkan
15 IRRI bersama-sama dengan lembaga penelitian nasional di berbagai negara,
termasuk di Indonesia mengembangkan model dan pendekatan Integrated Crop Management ICM atau Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu PTT.
Perbedaan dalam perhitungan hasil produksi, menjadi polemik yang paling utama disamping aspek teknis usahatani padi yang diterapkan pada SRI tersebut.
Namun demikian, diakui atau tidak kegiatan partisipatif yang telah dilakukan oleh para petani dalam menerapkan metode SRI di beberapa daerah
terus berkembang. Terdapat banyak istilah berbeda pula yang digunakan dalam pelaksanaan pertanian padi metode SRI ini, seperti istilah yang digunakan oleh
masyarakat Sumatera Barat khususnya di daerah Sawahlunto yaitu “Metoda Padi Tanam Sabatang”. Sedangkan di Klaten Jawa Tengah SRI diperkenalkan dengan
cara “bertanam maju” atau tanam padi tidak mundur yang diperkenalkan oleh
Lembaga Pengembangan Teknologi Pedesaan LPTP. Di kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan metode ini dikenal dengan istilah “padi SRI organik”.
Penelitian yang telah dilakukan oleh Rakhmi 2008 menjelaskan bahwa pelaksanaan metode SRI yang dilakukan oleh kelompok tani Binuang Saiyo telah
sukses melakukan usahatani padi sawah dengan sistem SRI. Sebuah penelitian lain mengenai penerapan metode SRI yang dilakukan oleh Richardson 2010 di
Jawa Timur menyatakan bahwa metode SRI yang diterapkan mampu menghasilkan panen rata-rata sebesar 7
– 8 tonha. Sedangkan biasanya jumlah hasil panen hanya mencapai 3 tonha.
Berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Richardson dan Rakhmi, penelitian Putra 2009 pada kelompok tani Lolongkaran budidaya padi
yang diterapkan tidak sepenuhnya sesuai dengan prosedur pelaksanaan metode SRI, namun petani tersebut menyesuaikan dengan kemampuan petani itu sendiri
seperti dalam kegiatan penyemaian, penanaman, dan pengaturan jarak tanam. Hal tersebut disebabkan karena petani Lolongkaran belum terbiasa dengan metode
SRI tersebut. Ketidakberhasilan penerapan metode SRI pada beberapa petani disebutkan
oleh Berkelaar 2010 salah satunya karena praktek penerapan SRI tampak “melawan arus”. SRI menentang asumsi dan praktek yang selama ratusan bahkan
ribuan tahun telah dilakukan. Beberapa contoh lain diantaranya yaitu 1
16 Kebanyakan petani padi menanam bibit yang telah matang umur 20-30 hari,
dalam bentuk rumpun, secara serentak, dengan penggenangan air di sawah seoptimal mungkin di sepanjang musim. 2 SRI harus menggunakan pupuk
organik dimana sampai saat ini petani belum siap memproduksi pupuk organik sendiri dan pupuk organik masih mahal untuk dibeli. 3 Penanaman 1 satu
bibit per lubang tanam dengan bibit yang masih muda masih merupakan praktek yang sulit dilaksanakan petani karena harus dilaksanakan secara cepat. 4 Sistem
pemberian air yang terputus intermittent di lahan beririgasi merupakan hal yang masih sulit dilaksanakan dimana pergiliran pengairan pada petak-petak tersier atau
sekunder dilaksanakan berdasarkan waktu hari 10 harian, dua mingguan atau pada musim kemarau di daerah kering dilaksanakan sebulan sekali. 5 Proses
pengeringan lahan di lahan beririgasi yang relatif datar masih sulit dilaksanakan.
2.4. Dampak Penerapan Metode SRI