38 dari kuantitasnya lebih banyak dibandingkan dengan hasil panen MT II. Akan
tetapi, apabila dilihat dari kualitasnya MT II memiliki kualitas yang lebih baik dari kualitas gabah pada MT I. Hal ini disebabkan karena pada saat musim
penghujan kebutuhan tanaman akan air sangat tercukupi, namun dengan kadar air sangat tinggi menyebabkan kualitas gabah cenderung tidak bagus. Adapun pada
musim kemarau kebutuhan tanaman akan air kurang tercukupi, sehingga kadar air yang terkandung dalam gabah sedikit. Selain itu pula pada proses penjemuran
gabah pada musim penghujan membuat kualitas gabah menjadi tidak baik, karena gabah yang tidak terjemur dengan baik dapat mengakibatkan beras patah dan
cepat membusuk. Varietas padi yang umumnya ditanam yaitu IR 64, Ciherang, Sintanur,
Jasmin, serta Janur. Varietas Janur merupakan varietas padi yang dihasilkan oleh salah satu petani setempat dengan mengawinkan benih antara varietas Jasmin dan
Sintanur. Varietas Janur ini banyak digunakan oleh petani SRI organik, karena varietas ini sangat cocok diaplikasikan pada sistem tanam SRI organik.
5.3. Karakteristik Petani Responden
Karakteristik petani responden akan diuraikan berdasarkan umur petani, tingkat pendidikan, status kepemilikan lahan, luas lahan garapan serta pengalaman
berusahatani padi baik konvensional maupun SRI organik.
5.3.1. Umur Petani
Berdasarkan hasil wawancara terhadap petani responden, diperoleh data yang menunjukkan bahwa sebaran umur petani secara keseluruhan dimulai dari
umur 24-66 tahun. Untuk petani konvensional sebaran umur yaitu antara 25-66 tahun, sedangkan untuk petani SRI organik sebaran umur berada antara 24-55
tahun. Berdasarkan Tabel 8 diketahui bahwa jumlah petani terbanyak baik dari petani konvensional dan SRI organik terletak pada sebaran umur antara 38-44
tahun dengan jumlah petani sebanyak 19 jiwa dan persentase sebesar 63,33 persen. Hal ini menunjukkan bahwa petani Desa Ringgit berada pada usia
produktif. Pada responden petani SRI organik terdapat jumlah petani terbanyak
kedua pada sebaran usia 52-58 tahun sebanyak delapan jiwa dengan persentase
39 26,67. Hal ini membuktikan bahwa penerapan metode SRI organik di Desa
Ringgit bukan semata-mata karena adanya kelangkaan pupuk atau naiknya harga pupuk, melainkan kesadaran seorang petani terhadap lingkungannya yang sudah
mulai rusak.
Tabel 8. Penggolongan Petani Konvensional dan Petani SRI Organik Menurut Golongan Umur di Desa Ringgit, Kecamatan Ngombol,
Kabupaten Purworejo Tahun 2011
Golongan Umur Tahun
Jumlah Jiwa Persentase
Petani Konvensional
Petani Organik
Petani Konvensional
Petani Organik
24 – 30
5 2
16.67 6,67
31 – 37
5 4
16,67 13,33
38 – 44
9 10
30,00 33,33
45 – 51
4 6
13,33 20,00
52 – 58
5 8
16,67 26,67
59 – 66
2 6,67
0,00
Jumlah 30
30 100,00
100,00
5.3.2. Tingkat Pendidikan
Ditinjau dari sisi tingkat pendidikan yang pernah diikuti, maka petani responden dapat digolongkan atas beberapa kategori. Berdasarkan tingkat
pendidikan yang diperoleh, sebagian besar responden telah mengenyam pendidikan hingga tingkat SMU dan sederajat yaitu sebanyak 22 orang, dengan
persentase sebesar 46,808 persen. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan petani responden sudah cukup tinggi. Bahkan ada pula petani responden yang
telah menempuh pendidikan hingga sarjana, yaitu sebanyak lima orang atau sebesar 10,638 persen dari total responden secara keseluruhan. Secara terperinci
penggolongan responden berdasarkan tingkat pendidikannya dapat dilihat pada Tabel 9.
40
Tabel 9. Penggolongan Petani Konvensional dan Petani SRI Organik Menurut Tingkat Pendidikan di Desa Ringgit, Kecamatan
Ngombol, Kabupaten Purworejo Tahun 2011
No. Tingkat
Pendidikan Jumlah Orang
Persentase Petani
Konvensional Petani SRI
Organik Petani
Konvensional Petani
SRI Organik
1. Tidak Sekolah
3 1
10,00 3,33
2. SD
3 4
10,00 13,33
3. SLTP
5 7
16,67 23,33
4. SMU sederajat
15 12
50,00 40,00
5. Diploma
1 2
3,33 6,67
6. Sarjana
3 4
10,00 13,33
Total 30
30 100,00
100,00
Untuk pendidikan non formal, mayoritas petani pernah mengikuti pelatihan atau penyuluhan seperti Pelatihan PET, Sekolah Lapang Pengendalian
Hama Terpadu SLPHT, dan lain sebagainya. Pelatihan yang dilakukan untuk tanaman padi khususnya seperti masuknya pembelajaran metode SRI yang
dimulai dengan PET diikuti oleh sebagian besar petani di Desa Ringgit. Akan tetapi, keikutsertaan dalam menanam padi dengan metode SRI organik ini hanya
dilakukan oleh beberapa petani, dan sebagian besar petani yang menerapkan metode SRI organik tersebut tidak dipengaruhi oleh tingkat pendidikannya.
Seperti dapat dilihat pada Tabel 5, jumlah petani dengan tingkat pendidikan SMU atau sederajat pada responden SRI organik lebih rendah yaitu berjumlah 12 orang,
sedangkan responden konvensional berjumlah 15 orang.
5.3.3. Status Kepemilikan Lahan