51 metode konvensional. Dari gambar tersebut dapat terlihat di pinggiran sawah
terdapat tambang yang digunakan untuk memastikan bahwa jarak penanaman tetap rapih, sebab panjang gathak hanya setengah dari panjang sawah pada
umumnya. Penanaman jarak tanam yang lebar yaitu 25 cm x 25 cm sampai 30 cm x
30 cm dalam prinsip SRI mendorong pertumbuhan akar secara optimal serta memaksimalkan sinar matahari yang cukup secara optimal. Namun kebiasaan
yang dilakukan oleh petani konvensional dalam menanam padi biasanya menggunakan jarak tanam yang rapat, yaitu 20 cm x 20 cm atau bahkan 15 cm x
15 cm. Kebiasaan ini didasarkan oleh bermacam-macam alasan diantaranya adalah kepemilikan lahan yang sempit.
Penggunaan jarak tanam yang sempit, petani berpikiran akan menghasilkan padi lebih banyak karena jumlah tanamannya lebih banyak. Namun
di dalam prakteknya, harapan yang dijadikan alasan oleh petani tersebut seringkali berbeda, karena jarak tanam yang rapat menyebabkan tanaman lembab dan gelap
sehingga akan disenangi hama seperti wereng dan tikus. Di samping itu, tanaman yang lembab sangat berpotensi terhadap berkembangnya jamur. Penanaman
dengan bibit yang banyak dalam satu lubang pula akan mengakibatkan tanaman tidak bisa berkembang dengan baik. Hal ini dikarenakan terjadi persaingan dalam
memperebutkan makanan dan kekurangan sinar yang diperlukan bagi tanaman.
6.2.4. Pemupukan Setelah Tanam
Terdapat perlakuan yang berbeda dalam kegiatan pemupukan setelah tanam pada kedua metode ini. Untuk metode SRI organik, pupuk yang digunakan
setelah benih ditanam yaitu dengan menggunakan Mikroorganisme Lokal MOL. Mol digunakan sebagai katalisator dalam pembuatan pupuk organik cair. Mol
berfungsi dalam membantu pertumbuhan tanaman dan kesehatan ekosistem, serta dapat melarutkan unsur hara makro dan mikro tanah. Pada metode SRI, petani
diharuskan untuk membuat mol sendiri. Hal ini dilakukan agar petani dapat lebih mandiri dan mampu memanfaatkan sumber daya yang ada di lingkungan sekitar.
Untuk petani SRI di Desa Ringgit, tidak semua petani mampu membuat mol, tapi mol dibuat oleh kepala kelompok tani yang nantinya dibagi-bagikan kepada
seluruh anggota kelompok.
52
Gambar 4. Jenis-Jenis Mol yang Digunakan Petani Padi SRI Organik di Desa
Ringgit, Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo Tahun 2011 Sumber : Pak Wuryanto anggota kelompok Pemuda Tani Lestari
Pengaplikasian mol dalam SRI organik dibagi menjadi empat jenis yaitu mol tunas Giberelin, mol batang Sitokinin, mol daun Auxin, mol Inhibitor,
serta mol untuk pengisian bulir. Masing-masing mol diberikan setiap 10 hari sekali secara berurutan dimulai pada 10 Hari Setelah Tanam HST. Mol tunas,
mol batang, dan mol daun berfungsi dalam mempercepat proses pertumbuhan dan menghasilkan anakan lebih banyak. Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat
ketiga mol tersebut yaitu jenis tanaman yang cepat tumbuh seperti bambu muda rebung, bonggol pisang, buah mojo, dan lain-lain. Mol inhibitor berfungsi untuk
menghentikan pembuatan anakan agar nutrisi dapat terserap dengan baik oleh malai yang sedang berbuah. Mol inhibitor sering pula disebut dengan mol buah
karena bahan pembuatnya berasal dari buah-buahan yang mengandung rasa manis. Mol yang terakhir digunakan untuk membantu bulir padi lebih berisi.
Untuk metode konvensional, pemupukan dilakukan setelah tanam, yang dilanjutkan dengan penyemprotan pestisida dan insektisida guna mempermudah
petani dalam merawat tanaman padinya. Petani konvensional menganggap bahwa seluruh serangga atau mahkluk hidup yang hidup bersamaan dengan tanaman padi
adalah hama dan musuh tanaman yang harus dibasmi. Pada kenyatannya, tidak semua serangga tersebut merusak tanaman. Sebab, ada serangga yang menjadi
musuh alami serangga yang sebenarnya menjadi perusak tanaman padi. Ilmu inilah yang tidak didapat dari petani konvensional, karena penyuluh pertanian
hanya mengajarkan bagaimana cara menggunakan pestisida sesuai dengan dosis yang dianjurkan.
53 Penggunaan bahan-bahan kimia sintetis yang digunakan dalam budidaya
tanaman padi seperti pupuk kimia, pestisida, dan insektisida, selain dapat merusak lingkungan karena merubah susunan ekosistem, pula membuat petani menjadi
ketergantungan. Sebagian besar petani tidak memiliki pengetahuan yang cukup untuk dapat meracik pupuk kimia buatannya sendiri, sehingga petani hanya dapat
menerima dan menunggu pupuk yang telah dihasilkan oleh industri-industri pupuk sintetis.
6.2.5. Pengelolaan Air dan Penyiangan