36 dikeluarkan dari proses penanaman hingga panen berasal dari petani penggarap.
Rincian mengenai jenis mata pencaharian penduduk Desa Ringgit pada Tabel 7.
Tabel 7. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Ringgit, Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo Tahun 2009
No. Mata Pencaharian
Jumlah Persentase
1 Pegawai Negeri
20 8,09
2 Pegawai Swasta
7 2,83
3 Wiraswasta
22 8,91
4 Tani
105 42,51
5 Pertukangan
7 2,83
6 Buruh Tani
80 32,39
7 Pensiunan
6 2,43
Total 247
100,00
Sumber : Monografi Desa Ringgit, 2009
5.2. Gambaran Umum Usahatani Padi di Desa Ringgit
Penerapan sistem pertanian padi SRI organik di Desa Ringgit diawali dengan penanaman padi secara organik yang telah dilakukan sejak tahun 1997.
Penerapan padi secara organik ini didasari oleh kesadaran petani setempat akan buruknya dampak yang diberikan dari penggunaan bahan-bahan kimia terhadap
tanah. Pada tahun 2003 pertanian SRI organik mulai diperkenalkan oleh Suster Alfonsa Triatmi PMY yang berasal dari kongregasi Suster Puteri Maria dan Yosef
Magelang, Wonosobo. Perkenalan metode SRI pada saat itu dengan diikutsertakannya beberapa petani Purworejo ke Indramayu, Jawa Barat untuk
mengikuti Pembelajaran Ekologi Tanah PET dan Praktek SRI Organik selama lima hari.
Metode PET dan praktek SRI Organik ini kemudian dikembangkan untuk memperbaiki metode pembelajaran pertanian organik yang sudah dijalankan sejak
tahun 1997. Tanggal 12 - 16 Oktober 2003 kelompok Tani Lestari desa Ringgit mengadakan PET dengan mengundang narasumber Pak Alik Sutaryat dari Ciamis,
Jawa Barat. Pembelajaran ini juga menjadi awal terbentuknya pemahaman baru tentang pertanian organik dan bergabungnya petani organik di Purworejo dengan
jaringan yang lebih luas untuk mengembangkan PET dan SRI Organik. Pemahaman praktek PET dan SRI Organik beberapa petani terus terasah
melalui kegiatan-kegiatan jaringan yang diikuti. Hingga saat ini para petani telah melaksanakan pembelajaran sebanyak 19 kali, baik secara mandiri maupun
37 dengan dukungan pihak-pihak yang peduli termasuk pemerintah. Jaringan petani
pelaku SRI Organik Kabupaten Purworejo memiliki setidaknya 10 orang petani yang memiliki kemampuan untuk mendampingi pembelajaran ekologi tanah dan
praktek SRI Organik, sedangkan jaringan petani pelaku SRI Organik menjangkau tujuh kecamatan dari 16 kecamatan di Kabupaten Purworejo. Jumlah petani yang
aktif dalam praktek SRI Organik dan masih terus terhubung dalam komunikasi jaringan ada 85 orang petani.
Tahun 2010 negara Jepang melalui pemerintah Kabupaten Purworejo memberikan bantuan kepada seluruh kelompok tani yang menjalankan program
SRI. Terdapat tujuh desa yang diberikan bantuan, salah satunya yaitu Desa Ringgit yang ditujukan untuk dua kelompok tani, kelompok Tani Lestari dan
Margodadi. Bantuan pemerintah tersebut berjumlah Rp 309 juta untuk setiap kelompok tani dan diwajibkan mengembangkan padi SRI pada lahan seluas 20
Ha. Bantuan tersebut dialokasikan untuk pembangunan rumah kompos, pembelian 30 ekor sapi, kendaraan roda tiga Viar, alat pembuat pupuk organik APPO,
serta sekolah lapang. Musim tanam padi yang ada di desa tersebut ada dua, yaitu musim
kemarau gadu dan musim hujan rendeng. Musim kemarau disebut juga dengan Musim Tanam I MT I, sedangkan musim hujan disebut juga dengan Musim
Tanam II MT II. MT I dilakukan pada bulan November hingga Februari dan MT II dilakukan pada bulan April hingga Juli. Pada peralihan musim tanam antara MT
II dan MT I, petani banyak yang menanami ladangnya dengan tanaman palawija. Tanaman palawija yang biasa ditanam adalah cabai, tomat, kacang
panjang, jagung, serta kacang tanah. Hal ini dilakukan agar lahan sawahnya tidak ditumbuhi banyak rumput yang nantinya menjadikan lahan susah diolah, serta
dapat menjadi penghasilan tambahan bagi petani. Akan tetapi, sebagian besar petani padi SRI organik tidak melakukan hal tersebut. Sebab, penanaman tanaman
palawija biasanya menggunakan pupuk kimia. Dengan demikian, lahan yang telah ditanami organik harus mengalami proses konversi lagi selama kurang lebih 1-2
tahun tergantung dengan kondisi lahan yang ada. Pada MT I dan MT II hampir seluruh petani padi konvensional maupun
SRI organik mengalami perbedaan hasil produksi. Hasil produksi MT I dilihat
38 dari kuantitasnya lebih banyak dibandingkan dengan hasil panen MT II. Akan
tetapi, apabila dilihat dari kualitasnya MT II memiliki kualitas yang lebih baik dari kualitas gabah pada MT I. Hal ini disebabkan karena pada saat musim
penghujan kebutuhan tanaman akan air sangat tercukupi, namun dengan kadar air sangat tinggi menyebabkan kualitas gabah cenderung tidak bagus. Adapun pada
musim kemarau kebutuhan tanaman akan air kurang tercukupi, sehingga kadar air yang terkandung dalam gabah sedikit. Selain itu pula pada proses penjemuran
gabah pada musim penghujan membuat kualitas gabah menjadi tidak baik, karena gabah yang tidak terjemur dengan baik dapat mengakibatkan beras patah dan
cepat membusuk. Varietas padi yang umumnya ditanam yaitu IR 64, Ciherang, Sintanur,
Jasmin, serta Janur. Varietas Janur merupakan varietas padi yang dihasilkan oleh salah satu petani setempat dengan mengawinkan benih antara varietas Jasmin dan
Sintanur. Varietas Janur ini banyak digunakan oleh petani SRI organik, karena varietas ini sangat cocok diaplikasikan pada sistem tanam SRI organik.
5.3. Karakteristik Petani Responden