Pembahasan Pengembangan Indikator Kinerja Kunci (IKK) perikanan tuna terpadu di Sulawesi Utara

110

5.4 Pembahasan

Indikator kinerja kunci perikanan tuna di tingkat nasional adalah penggambaran kinerja yang dilakukan oleh pemerintah, baik tingkat pusat maupun tingkat daerah. Indikator tingkat sektor perikanan memberikan gambaran mengenai kemampuan kinerja dari instansi yang berkaitan langsung dengan kegiatan perikanan secara terpadu, tercakup di dalamnya upaya-upaya yang dilakukan untuk menunjang keberlanjutan kegiatan perikanan di masa yang akan datang. Indikator tingkat perusahaan memberikan gambaran tentang keadaan atau kondisi perusahaan dalam jangka panjang. Hal ini karena di tingkat perusahaan inilah terjadi interaksi langsung antara kebutuhan manusia dengan kebutuhan alam, dimana keduanya saling bertolak belakang. Indikator yang sangat berpengaruh pada kinerja tingkat nasional adalah kinerja pada indikator sosial disertai dengan indikator pemerintah dan ekologi. Indikator sosial terdiri dari kelancaran komunikasi, air dan ketersediaan listrik mempunyai kontribusi yang sangat besar terhadap indikator nasional yang berarti bahwa ketiga aspek ini merupakan hal penting dalam unsur penilaian. Dalam skoring ditetapkan dengan lancar atau tidak sebagai unsur penilaian. Kelancaran ketiga unsur ini akan memberi dampak yang besar dalam perkembangan industri perikanan terpadu. Listrik di Sulawesi Utara dipasok dari pembangkit listrik tenaga air PLTA dan tenaga diesel PLTD. Kapasitas terpasang sebesar 191,88 MW dengan kemampuan daya sebesar 133,53 MW, dan ketersediaan air yang dipasok oleh PDAM, yaitu kapasitas terpasang 2.855 literdetik sedangkan produksi air hanya sebesar 1.861 literdetik. Direktorat Pengembangan Potensi Daerah Badan Koordinasi Penanaman Modal 2008. Dari apa yang dikemukakan ini, maka indikator yang muncul dari ketidakseimbangan ini minus 58,35 MW untuk listrik dan minus 994 literdetik adalah terjadinya pemadaman bergilir untuk menutupi kekurangan pasokan listrik dan ketersedian air yang kurang memadai menjadi hal yang penting bagi pemerintah dalam menetapkan rencana dan kebijakan pembangunan, khususnya untuk perikanan tuna. Hal ini berkaitan dengan komitmen 111 pemerintah dalam mengimplementasikan kebijakan di masa datang, yang merupakan indikator pemerintah. Komitmen pemerintah dalam mengimplementasikan kebijakan berupa penetapan peraturan perundangan yang ada harus dilaksanakan. Hal ini merupakan satu perwujudan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan. Bila komitmen ini kurang dilaksanakan maka untuk dapat mewujudkan pembangunan perikanan yang berkelanjutan akan sulit untuk tercapai. Komitmen ini berkaitan erat dengan kebijakan dan rencana pemerintah, efektivitas penerapan hukum dan unsur kelambagaan yang terbuka, transparan dan akuntabel. Dalam penilaian unsur indikator ini, hanya ditekankan apakah peraturan, kebijakan dan rencana dijalankan atau tidak oleh pemerintah . Indikator ekologi terdiri dari potensi sumberdaya, total allowable catch dan pengelolaan limbah dari proses produksi. Potensi tuna di Sulawesi Utara terdiri dari dua wilayah pengelolaan perikanan, yaitu wilayah pengelolaan perikanan 715 Teluk Tomini dan Laut Maluku dan 716 Samudera Pasifik dan Laut Sulawesi adalah masing-masing sebesar 102.820 ton per tahun dan 227.669 ton per tahun. Dengan demikian tangkapan yang diperbolehkan dalam setahun adalah masing- masing sebesar 82.256 ton per tahun dan 182.159,2 ton per tahun. Produktivitas per kapal perusahaan perikanan tangkap yang beroperasi di wilayah 715 dan 716 memperlihatkan rata-rata produktivitas tiap kapal sebesar 6.427,435 kgtahun. Pengelolaan limbah dari proses produksi merupakan satu hal yang penting, karena masyarakat sekarang hidup dalam kondisi yang dipenuhi beragam informasi dari berbagai bidang, serta dibekali kecanggihan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pola seperti ini mendorong terbentuknya cara berpikir, gaya hidup dan tuntutan masyarakat yang lebih tajam. Berbagai wacana sedang dikembangkan saat ini untuk mendukung pelestarian lingkungan dan perlindungan iklim. Salah satu wacana yang sedang didiskusikan banyak pihak adalah kewajiban perusahaan untuk memaparkan kepada publik proses-proses produksi yang berpotensi mencemari lingkungan. Selama ini “keberhasilan” suatu perusahaan, dinilai berdasarkan indikator keuangan perusahaan itu. Kalau likuiditas keuangan suatu perusahaan dinilai baik, maka perusahaan itu dianggap perusahaan yang sehat. Publik sudah 112 menggunakan indikator keuangan seperti itu sejak lama. Sistim pendukung indikator keuangan sudah melembaga dan mapan. Sehingga secara internasional, kinerja keuangan suatu perusahaan dijadikan dasar bagi penilaiannya, bahkan untuk mendapatkan tambahan investasi. Analogi indikator keuangan seperti itulah yang perlu diterapkan dalam bidang lingkungan. Suatu perusahaan yang sehat dinilai tidak hanya berdasarkan indikator keuangan, tetapi juga dengan indikator lingkungan dan perlindungan iklim. Mengapa indikator lingkungan dan perlindungan iklim menjadi penting, karena kerusakan lingkungan dan perubahan iklim sudah menunjukkan tanda-tanda yang sangat parah. Secara sistematis, kondisi lingkungan merosot dalam skala global, iklim juga berubah secara tak terduga. Perubahan secara sistematis itu adalah fakta temuan para ahli. Agar bumi tidak hancur dalam skala yang mengerikan, maka diperlukan upaya bersama. Salah satu mekanisme penanggulangan dan pencegahan adalah dengan menerapkan indikator lingkungan dan perubahan iklim sebagai sebuah ―mandatory regulation―. Ada keharusan untuk menjelaskan kepada publik tentang proses produksi. Dengan laporan kepada publik itu, maka akan terhindar praktek-praktek pencemaran yang selama ini terjadi. Mandatory regulation mengharuskan sebuah perusahaan menyusun ―neraca ekologi” dari perusahaan dimaksud. Melalui program CSR Corporate Social Responsibility , perusahaan diharuskan menyusun ―mandatory report ‖ tentang proses produksi, sehingga publik dapat mengetahui kalau terjadi kemungkinan pencemaran lingkungan. Indikator kinerja kunci perikanan tuna di tingkat sektor perikanan terdiri dari indikator ekonomi, sosial, ekologi dan finansial. Indikator ekonomi terdiri dari pendapatan, nilai ekspor, produksi dan nilai produksi. Pendapatan di tingkat sektor perikanan menurut persepsi pelaku perikanan bahwa terjadi peningkatan meskipun tidak terlalu besar. Upah minimum regional untuk wilayah Luar Jawa dan Bali ditetapkan sebesar Rp. 1.166.900, sedangkan berdasarkan data Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Depnakertrans 2009 bahwa upah minimum regional yang berlaku di Sulawesi Utara adalah sebesar Rp. 845.000,- Berdasarkan persepsi terhadap pendapatan menyatakan bahwa sebesar 50 pendapatan meningkat dan 27,78 menyatakan 113 bahwa pendapatan tidak berubah, maka hal ini menggambarkan bahwa sebagian besar perusahaan perikanan di Sulawesi Utara cenderung memberikan upah bagi pekerjanya secara layak, dan hanya sebagian kecil yang memberikan upah yang tidak begitu layak. Hal ini menunjukkan salah satu indikator bahwa adanya trend investasi di bidang perikanan yang tetap berjalan dengan baik. Perkembangan investasi diindikasikan dengan produksi dan nilai produksi tuna. Produksi tuna di wilayah Sulawesi Utara- melingkupi wilayah pengelolaan perikanan 715 dan 716 masing-masing sebesar 38.080 tontahun dan 52.681 tontahun dengan harga tuna segar US. 2,96 tiap kilogram atau setara dengan Rp. 28.700,- kurs US 1 = Rp 9700, maka nilai produksi dalam setahun masing-masing sebesar Rp. 1,1 triliun dan Rp. 1,5 triliun. Nilai ekspor produk perikanan khususnya tuna Indonesia ke Timur Tengah dan Eropah Timur meningkat. Menurut Direktur Pemasaran Luar Negeri Departemen Kelautan dan Perikanan bahwa nilai ekspor ke Eropah bagian Timur dan Timur Tengah hingga semester I tahun 2009 mencapai 17 juta dolar AS atau naik 150 dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2008. Selanjutnya disebutkan bahwa produk tuna Indonesia dikenal bermutu baik dan yang perlu diperbaiki adalah daya saing industrinya dan ketersediaan bahan baku. Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi penangkapan dan riset pasar. Selain itu jaringan pasar antara produsen dan industri pengolahan perlu diperkuat Kompas 14 November 2009. Indikator sosial utama di tingkat sektor perikanan terdiri dari risiko kecelakaan dan tingkat pendidikan. Sumberdaya manusia diindikasikan dengan tingkat pendidikan. Sebagian besar perusahaan perikanan dan stakeholder menyatakan bahwa tingkat pendidikan berada di atas rata-rata. Rendahnya pendidikan merupakan suatu penghambat terhadap inisiatif yang diambil oleh nelayan dalam mengisi waktu mereka di luar proses produksi. Hal ini didukung oleh kenyataan bahwa waktu kerja nelayan lebih lama dibandingkan dengan masyarakat lainnya. Risiko kecelakaan di bidang perikanan tangkap telah menjadi satu isu penting dalam pengembangan perikanan pada umumnya. Isu ini telah dikemukakan dalam FAO 2000, bahwa bidang pekerjaan yang paling berisiko adalah usaha yang bekerja di laut. Dengan kata lain pekerjaan di laut merupakan pekerjaan yang 114 penuh dengan tantangan, yaitu dua hal selalu menjadi keputusan bagi individu yang bekerja di laut, pulang dengan selamat atau tidak pulang sama sekali. Indikator ekologi tingkat sektor perikanan terdiri dari komposisi tangkapan dan produktivitas per kapal. Komposisi tangkapan tuna mengacu pada Tabel 5, tergambar bahwa ikan yang dominan tertangkap adalah Cakalang Katsuwonus pelamis sebesar 49,77, Euthynnus affinis sebesar 24,62, Thunnus albacares sebesar 16,07, dan sisanya terdiri dari T. obesus, Scomberomorus sp dan T. alalunga . Produktivitas per kapal yang terdata dari hasil tangkapan per trip kapal yang mendaratkan hasil tangkapannya ke perusahaan ditunjukkan pada Gambar 40. 2500 5000 7500 10000 12500 15000 17500 20000 22500 Ja nu ar i P eb ru ar i M ar et A pr il M ei Ju ni Ju li A gu st us S ep te m be r O kt ob er N op em be r D es em be r k g ta ng k a pa n pe r k a pa l 2004 2005 2006 2007 2008 Gambar 40 Produktivitas per kapal yang mendaratkan hasil tangkapan tuna Sumber: PT. Bitung Mina Utama Produktivitas per kapal dari hasil laporan Perusahaan Bitung Mina Utama tersebut adalah sebesar 5927,759 + 1225,082 kg per trip, dengan tangkapan maksimum sebesar 8909,525 kg dan tangkapan minimum sebesar 4439,64 kg per trip. Indikator keberhasilan dari perikanan tuna terpadu adalah produktivitas per kapal, yang berarti semakin tinggi produktivitas, semakin besar laju eksploitasi dan akan semakin besar profit yang dihasilkan, akan tetapi dibatasi dengan komposisi tangkapan. Dengan kata lain profit yang diperoleh dari segi ekonomi harus dimbangi dengan profit bagi lingkungan. Karena komposisi tangkapan berkaitan dengan spesies non target, sehingga tangkapan yang bukan target biasanya akan 115 dibuang discard. Nelayan yang menggunakan alat tangkap handline di wilayah Laut Maluku untuk tujuan penangkapan ikan tuna, hasil tangkapan yang dalam satu trip penangkapan adalah sebanyak 86 ekor dengan kisaran berat tangkapan disajikan pada Tabel 26. Tabel 26 Jumlah dan kisaran tangkapan Tuna di wilayah Laut Maluku Kisaran Berat Tangkapan kg Jumlah tangkapan ekor 10 5 10 x 15 26 15 x 20 15 20 x 25 18 25 x 30 5 30 17 Sumber: Dalengkade 2008 Hasil ini menunjukkan bahwa produktivitas per kapal dalam satu trip adalah sebesar 1.690 kg. dengan panjang hari dalam satu trip adalah 14 hari. Bila dihitung dalam setahun, maka produktivitas nelayan pancing tuna adalah sebesar 33.800 kg tiap tahun atau sebesar 0,041 persen dari TAC WPP 715. Indikator kinerja perikanan tuna tingkat perusahaan terdiri dari indikator process , indikator outcome dan indikator output. Indikator process terdiri dari sistem program appraisal, penggunaan hasil- hasil penelitian, pelatihan ABK dan penggunaan teknologi. Keberhasilan perusahaan dalam mengembangkan usahanya tidak terlepas dari penggunaan teknologi dalam proses menghasilkan produksi. Selain itu pelatihan terhadap ABK dalam penggunaan teknologi juga diperlukan agar peralatan yang ada dapat bertahan dengan baik dalam jangka waktu yang lama. Hal lain yang perlu dilakukan oleh perusahaan perikanan adalah penggunaan hasil-hasil penelitian dalam upaya untuk memaksimalkan usaha yang dilakukan dan juga dalam menentukan kebijakan perusahan dalam mencapai kemajuan yang diinginkan. 116 Indikator outcome terdiri dari Internal rate of return IRR dan pengembangan investasi. Pengembangan investasi akan dapat dilakukan jika nilai IRR 1 yang berarti bahwa perusahaan mempunyai jumlah pendapatan yang lebih besar dari total biaya yang dikeluarkan. Umumnya masalah yang dihadapi para pengusaha adalah keterbatasan modal dan keterlibatan sumberdaya dalam melihat prospek usaha yang dikembangkan pengembangan investasi. Dari segi finansial, pemerintah umumnya menitikberatkan pada penilaian social benefit profit per tenaga kerja dari pada financial benefit dan sebaliknya investor swasta lebih menekankan pada financial benefit ROA dari pada social benefit. Dari pandangan social benefit , manfaatnya lebih luas yaitu terbukanya kesempatan kerja, bertambahnya pendapatan regional, bertambahnya sarana dan prasarana produksi, terbukanya daerah dari keterbelakangan, terjadinya perubahan pendidikan masyarakat, perubahan pola pikir masyarakat, meningkatnya disiplin masyarakat, dan timbulnya industri hilir. Meskipun kurang memberi manfaat dari segi financial benefit tetapi oleh pemerintah usaha tersebut dianggap layak. Sebaliknya jika dilihat dari segi investor swasta perorangan, kendatipun tujuan utama adalah financial benefit , tetapi bersifat social benefit yang membantu tugas-tugas pemerintah baik dalam penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan, dan perubahan pola kerjapola pikir masyarakat. Dengan demikian keberhasilan pembangunan perikanan tangkap terpadu tingkat nasional sangat bergantung pada partisipasi stakeholder dalam kegiatan pembangunan. Indikator output terdiri dari pendapatan karyawan dan tingkat kesejahteraan karyawan. Tingkat kesejahteraan karyawan berkaitan erat dengan tingkat pendapatan karyawan. Hal mendasar dan menjadi perhatian utama dari setiap pengembangan model sumberdaya alam adalah besaran dampak kesejahteraan yang ditimbulkan dari ekstraksi dan depresiasi sumberdaya alam itu sendiri. Pengukuran kesejahteraan didasarkan dari manfaat sosial yang dihasilkan dari sumberdaya alam. Manfaat sosial berkaitan dengan pandapatan karyawan dan nilai penjualan perusahaan. 117 Produksi adalah proses menghasilkan produk atau pembuatan barang dalam jumlah besar, umumnya dengan menggunakan mesin, baik yang berupa produksi kembali produk lama maupun produk lama yang coraknya telah diberi variasi. Dalam proses produksi ini terdapat biaya produksi yang turut mempengaruhi produk yang dihasilkan. Hasil penilaian yang dilakukan terhadap delapan belas perusahaan perikanan yang berada di Sulawesi Utara dalam hal ini yang berada di Kota Bitung Gambar 37 menunjukkan bahwa ada dua perusahaan yang berada pada kriteria kinerja yang baik dan 16 perusahaan dikategorikan ke dalam kriteria kinerja cukup. Hal ini berarti bahwa semua perusahaan yang ada di Sulawesi Utara telah mempunyai kinerja yang telah cukup baik. Dengan demikian dapat diketahui bahwa kinerja dapat menentukan kelangsungan perusahaan dalam berkompetisi di dunia bisnis. Nilai AKPI yang lebih besar 75 menggambarkan bahwa perusahaan telah mancapai tingkat keberhasilan kinerja yang lebih besar dari 75 yang berarti bahwa sebagian besar kinerja perusahaan perikanan telah mengarah pada kepedulian terhadap keberlangsungan sumberdaya dimensi ekologi dan kehidupan pekerja dimensi sosial. Dari 16 perusahaan yang mempunyai nilai cukup, hanya satu perusahaan yang nilai AKPI-nya sebesar 51, yang berarti bahwa masih terdapat kekurangan dalam kinerja perusahaan sehingga bila tidak memperbaiki kinerja perusahaan, maka lambat laun perusahaan ini akan kalah bersaing dan akan mendekati satu kondisi yang mengarah pada penutupan usaha. Komponen indikator kinerja yang kritis dalam Tabel 19, selanjutnya disusun menjadi satu formulasi pembangunan perikanan tuna terpadu di Sulawesi Utara yang terdiri dari input, proses produksi dan output serta pengembangan investasi. Komponen input terdiri dari ketersediaan listrik, air untuk industri, tingkat pendidikan dan penggunaan teknologi sebagai input terkontrol, sedangkan input tidak terkontrol adalah potensi sumberdaya tuna. Dalam proses produksi terlibat dua unsur stakeholder, yaitu unsur pemerintah dan unsur dari perusahaan perikanan tangkap tuna. Unsur pemerintah tercakup dalam komponen komitmen pemerintah dalam implementasi kebijakan, kelancaran komunikasi, kebijakan dan rencana pemerintah dan efektivitas 118 penerapan hukum. Dari unsur perusahaan tercakup proses pengelolaan limbah, risiko kecelakaan, penggunaan hasil-hasil penelitian dan sistem program appraisal. Dalam proses produksi ini telah berkembang wacana yang mengarah pada sertifikasi setiap produk yang dihasilkan. Sertifikasi ini berkaitan dengan perhatian para produsen tentang keberlanjutan lingkungan dengan menggunakan cara-cara pemanfaatan lingkungan yang ramah lingkungan ecolabelling dan tidak membahayakan hewan-hewan yang dilindungi catch documentation scheme. Persaingan pasar akan sangat tergantung pada kemampuan pelaku perikanan tuna mengikuti setiap acuan-acuan global yang ada. Ini dapat tercapai melalui kerjasama antara pemerintah dan pelaku perikanan dalam sistem program appraisal, pelatihan bagi ABK serta pengetahuan-pengetahuan yang berkaitan dengan keberlanjutan lingkungan. Output terdiri dari unsur perusahaan, karyawan dan sumberdaya. Output bagi perusahaan terdiri dari pendapatan, nilai ekspor, produksi, nilai produksi dan IRR. Unsur karyawan terdiri dari pendapatan karyawan dan tingkat kesejahteraan. Sedangkan unsur output dari alam adalah TAC. Semua output yang diinginkan akan dapat tercapai bila elemen-elemen memenuhi kriteria kinerja yang ada. Bila formulasi ini belum memenuhi kriteria indikator yang diinginkan, maka perlu untuk dilakukan evaluasi lanjut. Tingkat kesejahteraan karyawan secara langsung sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan karyawan. Tingkat pendapatan ditetapkan oleh pemerintah melalui upah minimum regional UMR dan juga oleh keuntungan yang diperoleh dari perusahaan. Keberlangsungan ekologi sangat ditentukan oleh tingkat pendidikan masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir, serta program apparisal yang didukung oleh pemerintah untuk memberikan pengetahuan bagi masyarakat setempat dalam upaya mengelola sumberdaya pesisir. Penggunaan teknologi yang modern akan memperluas jangkauan lokasi penangkapan dengan alat tangkap. Dengan semakin luas wilayah penangkapan, maka akan terjadi benturan kepentingan antara kebutuhan finansial dan kebutuhan ekologi. Oleh sebab itu untuk menyeimbangkan kebutuhan finansial mendapatkan 119 untung sebesar-besarnya dengan kebutuhan ekologi kelangsungan sumberdaya, maka penggunaan teknologi harus mempertimbangkan aspek-aspek keberlangsungan sumberdaya melalui pengelolaan yang bijaksana. 120 6 KESIMPULAN DAN SARAN Perikanan tuna terpadu di Sulawesi Utara telah ditelaah indikator-indikator kinerja kuncinya di tingkat nasional, sektor perikanan dan perusahaan. Hasil-hasil penelaahan sesuai metode yang diterapkan, selanjutnya disimpulkan dan diakhiri dengan saran sebagai berikut.

6.1 Kesimpulan