37
masuknya Indonesia di organisasi internasional diharapkan dapat membantu mengurangi tantangan sub sektor perikanan tangkap khususnya Tuna.
Khusus untuk Sulawesi Utara, Gafa et al. 1993 mengungkapkan bahwa
sejak akhir tahun 1990 dilakukan kerjasama antara pengusaha swasta nasional dari Filipina General Santos untuk mengeksploitasi bersama Zona Ekonomi
Eksklusif Indonesia ZEEI di bagian Utara Sulawesi. Alat tangkap yang digunakan adalah pukat cincin dengan memasang 150 payaos rumpon.
Penggunaan pukat cincin dengan alat bantu rumpon tentunya berpeluang besar tertangkapnya ikan-ikan berukuran kecil. Setelah satu tahun pemasangan payaos
ini telah ada tuntutan dari nelayan huhate Sulawesi Utara bahwa hasil tangkapan mereka menurun cukup banyak. Sampai tahun 1990, daerah penangkapan
cakalang oleh nelayan di Sulawesi Utara masih di bawah 30 mil dari garis pantai. Tetapi mulai tahun1991 daerah penangkapan menjadi lebih jauh ke tengah laut,
yaitu sekitar rumpon yang dipasang di wilayah ZEEI, milik perusahaan nasional yang bekerja sama dengan perusahaan asing. Selanjutnya dinyatakan bahwa
penurunan hasil tangkapan cakalang per unit huhate pada tahun 1992 di Sulawesi Utara dipengaruhi oleh faktor-faktor:
1 Meningkatnya upaya penangkapan oleh perikanan huhate; 2 Tekanan penangkapan dengan pukat cincin;
3 Faktor alam, yaitu naiknya suhu perairan laut mencapai 30 C akibat
musim kemarau panjang.
2.4 Perikanan Tuna Terpadu
Perikanan yang didefinisikan oleh FRMA 2009 adalah sebagai satu atau lebih stock atau bagian stock ikan yang dapat diperlakukan sebagai satu unit untuk
tujuan konservasi atau pengelolaan, dan juga merupakan satu kelas aktivitas penangkapan dihubungkan dengan stock atau bagian dari stock ikan tersebut.
Selanjutnya dinyatakan bahwa prinsip-prinsip yang diadopsi sebagai dasar untuk pengelolaan perikanan terpadu oleh FAO adalah sebagai berikut:
38
1 Sumberdaya ikan adalah sumberdaya milik bersama yang dikelola pemerintah untuk keuntungan generasi sekarang dan di masa akan
datang. 2 Keberlanjutan adalah hal yang terpenting dan keperluan ekologis
harus ditinjau dalam penentuan tingkat pemanfaatan yang sesuai. 3 Keputusan harus dibuat berdasarkan informasi terbaik yang tersedia
dan bilamana informasi yang ada tidak jelas, tidak reliabel, tidak mencukupi atau bahkan tidak ada, maka pendekatan pencegahan
precautionary approach harus diadopsi untuk mengelola resiko terhadap stok ikan, komunitas kelautan dan lingkungan. Tidak
adanya informasi atau informasi yang kurang jelas akan mengakibatkan kegagalan dalam pembuatan keputusan.
4 Tingkat pemanfaatan yang berbentuk mortalitas total harus ditentukan untuk setiap kegiatan perikanan dan alokasi pemanfaatan
oleh tiap kelompok harus dibuat dengan jelas. 5 Alokasi bagi tiap kelompok pengguna harus melaporkan mortalitas
total sumberdaya ikan yang diakibatkan oleh kegiatan tiap kelompok, termasuk bycatch dan mortalitas ikan yang dilepaskan.
6 Tangkapan total lintas kelompok pengguna harus tidak melampaui tingkat tangkapan yang ditetapkan. Jika ini terjadi, maka langkah
yang konsisten dengan dampak tiap pengguna harus diambil untuk mengurangi pengambilan pada tingkat yang tidak berkompromi
dengan keberlangsungan di masa depan. 7 Struktur dan proses pengelolaan yang sesuai harus diperkenalkan ke
tiap kelompok pengguna seturut dengan penetapan alokasinya. Ini harus dilakukan terlebih dahulu dengan pihak yang terlibat jika
kelompok yang melakukan penangkapan berada di atas alokasi yang ditetapkan.
8 Keputusan alokasi bertujuan untuk mencapai keuntungan optimal bagi masyarakat yang memanfaatkan stock ikan dengan
memperhatikan faktor ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan. Secara realistik, akan butuh waktu untuk mencapai dan
39
mengimplementasikan tujuan ini seturut dengan bertambahnya waktu.
9 Alokasi bagi kelompok pengguna umumnya dibuat berdasarkan proporsi yang memperhitungakan variasi alam terhadap populasi
ikan. Prinsip umum ini merupakan kelengkapan alternatif dalam perikanan dimana akses prioritas untuk kelompok pengguna tertentu
telah ditentukan. Hal ini masih terbuka dalam kebijakan pemerintah untuk menentukan prioritas penggunaan sumberdaya ikan yang
mempunyai kejelasan dalam pelaksanaannya. 10 Kelengkapan pengelolaan harus memberikan kesempatan bagi
pengguna untuk mengakses alokasinya. Harus ada batasan kapasitas dalam memindahkan alokasi yang tak dimanfaatkan melalui satu
sektor untik sektor tersebut digunakan di masa akan datang yang hasilnya tidak mempengaruhi keberlanjutan sumberdaya. Prinsip
yang lebih spesifik diberikan untuk bimbingan di masa datang sekitar keputusan alokasi yang dapat ditetapkan bagi individu yang bergerak
dalam penangkapan. Prinsip
pengelolaan dalam
bidang perikanan
terpadu harus
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut Cochrane 2002: 1 Pertimbangan biologi
Pertimbangan biologi adalah dengan meninjau pertumbuhan, baik ukuran maupun masa individu dan juga populasi atau komunitas melalui
reproduksi dalam perikanan dikenal dengan istilah recruitment. Dalam satu populasi yang seimbang, proses pertumbuhan aditif dan reproduksi,
rata-rata sama dngan proses mortalitas total yang hilang. Dalam satu populasi yang tidak dieksploitasi, mortalitas hanya berasal dari mortalitas
alami yang prosesnya terdiri dari pemangsaan, penyakit, dan kematian drastis akibat perubahan lingkungan. Pada populasi yang di tangkap,
mortalitas total terdiri dari kematian alami ditambah dengan kematian akibat penangkapan, dan tugas utama management perikanan adalah untuk
meyakinkan bahwa mortalitas akibat penangkapan tidak melebihi jumlah dimana populasi dapat dipertahankan dan juga dari mortalitas alami, tanpa
40
membahayakan atau merusak keberlanjutan dan produktivitas populasi. Ini tidak hanya diperlukan populasi total yang dipertahankan di atas batas
kelimpahan atau biomassa, tetapi juga susunan umur populasi dipertahankan pada keadaan yang mampu untuk bertahan pada tingkat
reproduksi recruitment cukup dengan menggantikan yang hilang akibat mortalitas. Lebih lanjut, penangkapan dengan periode yang panjang pada
stok yang diseleksi, misalnya individu besar atau individu memijah pada waktu atau lokalitas tertentu dengan musim atau kisaran pemijahan lebih
luas, dapat mengurangi frekuensi karakteristik genetik yang memberikan peningkatan sifat atau perilaku. Ini mempengaruhi penurunan keragaman
genetik stok. Dengan berkurangnya keragaman genetik, potensi produksi populasi dapat terpengaruh dan dapat juga menjadi kurang tahan terhadap
keragaman atau perubahan lingkungan. Managemen perikanan perlu mewaspadai bahaya ini dan menghindari tekanan selektif tersebut untuk
periode yang panjang. Manager perikanan harus juga memperhatikan struktur sumberdaya
stok. Populasi ikan sering terdiri dari sejumlah stok, yang tiap stok secara genetik sangat terisolir dari yang lain melalui perbedaan perilaku dan
distribusi. Perbedaan stok juga menggambarkan keragaman genetik dan bila stok tertentu ditangkap pada tingkat yang luas hingga ke tingkat yang
sangat rendah, maka keragaman genetis dapat hilang. Stok tidak akan siap untuk menggantikannya dengan stok yang lain, karena isolasi genetis,
dengan demikian produksi yang ada akan juga hilang, sehingga mengakibatkan terjadinya kerugian permanen atau jangka panjang.
Managemen perikanan dengan demikian harus mencoba untuk mencari tiap stok secara terpisah atau untuk pemanfaatan berkelanjutan tiap stok
dan bukan hanya populasi secara keseluruhan. 2 Pertimbangan ekologi dan lingkungan
Kelimpahan dan dinamika populasi menempati satu batasan penting dalam perikanan, tetapi karena populasi air tidak hidup terpiah. Mereka
berada dalam komponen dengan ekosistem yang sering kompleks. Terdiri dari komponen biologi yang memakan, dimakan atau bersaing dengan stok
41
atau populasi tertentu. Meskipun populasi tersebut tidak secara langsung masuk dalam jaring makanan tetapi dapat saling berpengaruh satu dengan
lainnya secara tidak langsung melalui interaksi langsungnya dengan predator, mangsa atau pesaing lain. Komponen fisik ekosistem, air itu
sendiri, substrat, aliran masuk air tawar atau makanan dan proses non biologis lain dapat juga menjadi sangat penting. Perbedaan substrat
menjadi esensial untuk produksi organisme makanan, untuk perlindungan, atau sebagai daerah memijah atau pembesaran.
Lingkungan ikan sangat jarang statis terutama lingkungan akuatik dan kondisinya dapat berubah-ubah setiap saat, dari perubahan jam
seperti pasang surut hingga ke perubahan musiman misalnya suhu air dan arus bahkan perubahan puluhan tahunan seperti keberadaan
peristiwa El Niňo dan peningkatan rezim. Perubahan ini sering
mempengaruhi dinamika populasi ikan, seperti keragaman laju pertumbuhan, recruitment, laju mortalitas alami atau kombinasi dari ini.
Keragaman tersebut dapat juga mempengaruhi ketersediaan sumberdaya ikan bagi alat tangkap, tidak hanya mempengaruhi keberhasilan industri
penangkapan, tetapi
juga cara
dimana ahli
perikanan harus
menginterpretasi informasi tangkapan dan laju tangkap dari perikanan. Perubahan komponen biologi, kimia dan geologi atau fisika dari
ekosistem dapat berdampak pada populasi dan komunitas sumberdaya. Beberapa perubahan ini dapat berada di luar kontrol manusia, seperti
proses upwelling yang memperkaya ekosistem pantai atau skala anomali suhu yang besar, tetapi ini perlu dipertimbangkan dalam management
sumberdaya. Selain itu perusakan habitat pantai untuk pembangunan, atau dampak langsung penangkapan terhadap substrat atau spesies lain yang
mempengaruhi sumberdaya, adalah akibat dari ulah manusia. Dalam hal ini, managemen perikanan harus memperhitungkan dampaknya terhadap
sumberdaya dan berkonsultasi dengan pihak-pihak terkait mengambil langkah untuk meminimumkan dampaknya terhadap ekosistem perikanan.
42
3 Pertimbangan teknologi Pengelola perikanan mempunyai kemampuan yang sangat sedikit
tentang pengaruh langsung populasi dinamika atau komunitas yang mendukung perikanan. Dalam beberapa hal terutama di perairan darat
terdapat banyak kesempatan dan keinginan untuk mengambil stok dan penambahan habitat dan dibeberapa perairan panyai, perusakan habitat
mempunyai pengaruh pada produksi ikan. Hal ini menjadi isue yang penting bagi pengelola perikanan untuk melakukan restorasi atau
stabilisasi. Akan tetapi dalam pelaksanaan, hanyalah ditetakankan pada pemanfaatan sumberdaya berkelanjutan melalui pengaturan jumlah
tangkapan, kapan dan dimana ditangkap serta ukuran yang tertangkap. Ini dapat dilakukan melalui pengaturan langsung tangkapan yang diperoleh,
dengan mengatur jumlah effort yang diijinkan dalam penangkapan, melalui penutupan musim dan daerah penangkapan tertentu dan melalui
pengaturan bentuk alat tangkap dan metode panangkapan yang digunakan. Akan tetapi terdapat batasan pada bagaimana sebenarnya pengelola dapat
menetapkannya dalam aturan. Kontrol terhadap tangkapan sering sulit untuk dimonitor dan juga diimplementasikan. Sulit untuk mengestimasi
effort penangkapan dengan tepat, dan secara normal peningkatan teknologi
dan pengembangan ketrampilan menghasilkan meningkatnya efisiensi operasi penangkapan, dan selanjutnya akan meningkatkan efektivitas
upaya, meskipun langkah-langkah aktif telah diambil untuk melawan pengembangan dan konsekuensinya. Alat tangkap sangat jarang yang yang
selektif dan bycatch ikan non target atau ukuran ikan target yang tidak diinginkan sering menjadi permasalahan. Ketakpastian dalam pengelolaan
perikanan tidak hanya pada tingkat pendugaan status dan dinamika sumberdaya,
dan ketakpastian
dalam konsekuensi
nyata pengimplementasian ukuran perikanan juga menjadi masalah yang
signifikan bagi pengelola. Permasalahan mendasar pada kebanyakan perikanan adalah
keberadaan effort upaya yang terlalu banyak. Adanya effort yang berlebihan sering mengakibatkan meningkatnya tekanan bagi pengelola
43
perikanan untuk melampaui mortalitas penangkapan pada sumberdaya. Tekanan sosial dan politik memberikan pengembangan dan kesempatan
untuk menguras sering sulit untuk ditahan dan akibatnya terjadi over- exploitasi.
4 Pertimbangan sosial dan budaya Populasi manusia dan masyarakat sama dinamisnya dengan populasi
biologi lain, dan perubahan sosial terjadi secara terus-menerus serta terhadap perbedaan skala, dipengaruhi oleh perubahan cuaca, pekerjaan,
kepentingan politis, supply dan demand untuk produk perikanan dan faktor-faktor lain. Perubahan tersebut dapat mempengaruhi keseuaian dan
effektifitas strategi pengelolaan, dan dengan demikian perlu untuk dipertimbangkan dan diakomodasi. Akan tetapi, sekali lagi dibandingkan
faktor biologi dan teknologi, maka sulit untuk mengidentifikasi dan menghitung faktor sosial dan budaya dalam mempengaruihi pengelolaan
perikanan, memunculkan tambahan ketakpastian bagi pengelola. Hambatan utama faktor sosial dalam pengelolaan perikanan adalah
bahwa manusia dan perilakunya tidak mudah untuk diubah dan keluarga dan masyarakat nelayan tidak ingin untuk mengganti pekerjaan lain, atau
meninggalkan tempat tinggalnya ketika terdapat tambahan kapasitas dalam perikanan, meskipun kualitas hidupnya menurun akibat dari berkurangnya
sumberdaya ikan. Permasalahan lebih memburuk ketika tidak ada kesempatan di luar bidang perikanan yang dapat memberikan pendapatan
sebagai penghidupannya.
Keputusan politis
untuk mengurangi
kemampuan tangkap adalah satu opsi yang tidak menarik, karena biaya jangka pendek yang mengesampingkan ketergantungan masyarakat dari
perikanan akan menjadi lebih nampak dan juga tidak populer dari pada pendekatan yang ―melepaskan tangan‖ yang membiarkan sumberdaya dan
perikanan bergulir sesuai dengan besaran dan kualitas yang melampaui mortalitas penangkapan yang berkelanjutan. Meskipun demikian
konsekuensi ekologi, ekonomi dan sosial selanjutnya menjadi pilihan yang jauh lebih serius untuk jangka waktu yang panjang.
44
Keseimbangan relatif pertimbangan sosial dan ekonomi dalam perikanan akan tergantung pada prioritas yang diberikan pemerintah
terhadap tujuan sosial dan tujuan ekonomi. Tujuan sosial dan ekonomi dapat menjadi konflik, misalnya dengan memaksimumkan efisiensi
ekonomi dan memaksimumkan tenaga kerja dapat secara simultan dilakukan pada perikanan tertentu, dan dengan melakukan ini akan
menghasilkan konflik. Contoh umum konflik tersebut adalah antara armada komersial yang bertujuan utama ekonomis dan armada tradisional
yang tujuan utama adalah sosial, keduanya mempunyai satu dampak pada stok yang sama dan mungkin juga saling mencampuri operasi
penangkapan satu dengan yang lainnya. Hal ini penting untuk otoritas managemen untuk mengidentifikasi potensi konflik tersebut dan untuk
menyelesaikannya, mengidentifikasi dan membuat spesifikasi tujuan yang mempunyai kompromi untuk mendapat dukungan yang akan dicapai.
5 Pertimbangan ekonomi Dalam satu perikanan yang efisiensi ekonomi berkelanjutan telah
dispesifikasikan sebagai keuntungan tunggal untuk diekstraksi secara secara optimal, sehingga kekuatan pasar dapat diantisipasi untuk
mendapatkan tujuan efisiensi ekonomi yang diinginkan. Akan tetapi dalam kenyataannya, kondisi optimum tersebut jarang terjadi, jika ada,
ketakpastian dan eksternalitas menjadi seleksi alam kekuatan pasar. Ketakpastian termasuk keragaman sumberdaya yang tak dapat diprediksi
dan sumber lain yang kurang informasi, sedangkan eksternalitas terdiri dari dampak perikanan lain pada sumberdaya target yaitu diambil sebagai
bycatch , subsidi, aturan tataniaga, regulasi fiskal dan keragaman pasar
dan permintaan. Semua ini mengungkap kerumitan dan menambah ketakpastian dalam perikanan bila tanpa managemen sempurna dan akan
terbentuk ekonomi sub-optimal. Penting bagi otoritas management untuk mempertimbangkan konteks ekonomi perikanan secara luas termasuk
relevansinya dengan faktor makroekonomi. Bersama dengan kajian sosial,
45
ini memerlukan konsultasi dengan legitimasi pengguna yang akan sangat dipengaruhi oleh isu dan sensitif.
Satu hal yang ekstrim, meskipun masih umum di dunia perikanan khususnya di negara-negara berkembang adalah permasalahan perikanan
open acces , yang mana setiap orang diijinkan untuk masuk dalam
perikanan. Pada keadaan ini, orang akan terus-menerus masuk perikanan hungga keuntungan dari penangkapan menjadi rendah dan tidak menarik
lagi untuk prospek di masa datang. Seberapa rendahnya, tergantung dari besarnya ketersediaan opsi lain dan di kebanyakan negara khususnya
negara berkembang alternatif tersebut sangat jarang.
2.5 Focus Group Discussion FGD