Analisis Transmisi Harga Teh Hitam Grade Dust Indonesia (Dengan Pendekatan Model Vector Autoregression)

(1)

ANALISIS TRANSMISI HARGA TEH HITAM

GRADE

DUST

INDONESIA

(Dengan Pendekatan Model

Vector Autoregression

)

SKRIPSI

M. FADHIL ADINUGROHO H34070070

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

RINGKASAN

M. FADHIL ADINUGROHO. SKRIPSI. Analisis Transmisi Harga Teh Hitam Grade Dust Indonesia (Dengan Pendekatan Model Vector Autoregression). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan HARMINI).

Harga menjadi salah satu isu penting dalam pelelangan teh di Jakarta Tea

Auction. Harga menjadi penting karena selain menjadi salah satu indikator

penerimaan bagi perusahaan, juga menjadi salah satu indikator penentuan produksi. Dalam pendugaannya harga lelang yang akan datang diduga menggunakan permodelan peramalan univariate, Naive Forecasting. Adanya liberalisasi perdagangan, maka diduga terdapat hubungan antara harga teh di Jakarta dengan tempat lelang lain seperti Colombo dan Guwahati. Sehingga dalam pendugaan harga yang akan datang akan lebih akurat jika menggunakan model peramalan multivariate.

Teh hitam yang dipasarkan di dunia Internasional memiliki 36 grade, enam grade yang diminati oleh pasar internasional antara lain, BOP (Broken Orange Pekoe), PF (Pekoe Fanning), Fanning, Dust, BP (Broken Pekoe), dan BT (Broken Tea). Dust digunakan dalam penelitian karena Dust merupakan salah satu grade teh yang sering digunakan dalam tea bag. Selain itu Dust merupakan jenis grade teh yang paling banyak dilelang di Jakarta Tea Auction kedua setelah Fanning.

Terkadang produsen masih seringkali kesulitan dalam menduga grade jenis apa yang diminati pada lelang yang akan datang, dikarenakan ketimpangan informasi yang didapat mengenai pasar sehingga mempengaruhi perencanaan penerimaan perusahaan. Vector Autoregression (VAR) merupakan permodelan multivariate

yang dapat menjelaskan hubungan antar variabel yang diduga berhubungan dan pendugaan harga yang akan datang. Sehingga diharapkan melalui model VAR dapat tergambar bagaimana kondisi pasar teh khususnya grade Dust.

Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Menganalisis volatilitas harga teh grade Dust di pasar lelang dunia. (2) Menganalisis hubungan harga teh grade Dust di Jakarta Tea Auction terhadap

auction Colombo dan Guwahati. (3) Menganalisis performa model VAR dalam

menduga harga teh grade Dust Jakarta Tea Auction yang akan datang. (4) Menyusun rekomendasi strategi yang dapat dilakukan PT. KPB Nusantara, sebagai pelaksana Jakarta Tea Auction, dan Dewan Teh Indonesia, sebagai pemegang kebijakan agribisnis teh nasional, untuk meningkatkan penjualan teh khususnya grade Dust.

Data yang digunakan dalam penelitian adalah data harga rataan teh grade Dust yang berasal dari tiga tempat lelang, untuk harga Dust Jakarta Tea Auction data bersumber dari laporan riset pasar milik PT. KPB Nusantara dan harga Dust

Colombo Tea Auction, besumber dari situs John Keels Ltd. Guwahati Tea Auction

data bersumber dari Guwahati Tea Auction Centre. Selain itu peneliti juga melakukan wawancara dengan beberapa pelaku usaha teh dan staff PT. KPB Nusantara agar mendapat gambaran mengenai pelelangan di Jakarta Tea Auction.


(3)

iii

Hasil uji volatilitas menunjukkan pasa Colombo sebagai pasar teh grade Dust yang paling volatil. Jakarta keluar sebagai pasar yang paling rendah tingkat volatilitasnya, ini menunjukkan variasi harga yang terjadi di Jakarta sangat kecil. Berdasarkan keluaran model VAR, didapatkan tidak terdapat hubungan timbal balik antara Jakarta, Colombo dan Guwahati. Sehingga perubahan harga yang terjadi di kedua auction luar tersebut tidak tertransmisikan terhadap harga yang terjadi di Jakarta Tea Auction. Berdasarkan keluaran fungsi respon impuls,

Jakarta Tea Auction merespon shock yang terjadi di Guwahati Tea Auction dan

Colombo Tea Auction pada periode kedua. Dikarenakan perbedaan waktu auction

yang dilaksaknakan oleh ketiga tempat lelang. Namun pengaruh shock yang dirasakan tidak terlalu besar, dikarenakan masih terbukanya peluang bagi pasar teh grade Dust. Selain diekspor ke Inggris, Mesir, dan Pakistan, Jakarta juga mengekspor teh grade Dust ke beberapa pasar lain seperti Malaysia, Belanda, Amerika Serikat, Jerman, dan Polandia. Dalam pendugaan harga yang akan datang, berdasarkan hasil Variance Decomposition, Jakarta Tea Auction

memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap penjelasan keragaman harga teh

grade Dust Jakarta Tea Auction yang akan datang, jika dibandingkan dengan

Guwahati Tea Auction dan Colombo Tea Auction.

Jika membandingkan antara Model Naive Forecasting dengan Model VAR, Model Naive Forecasting sudah cukup baik menggambarkan harga rata-rata teh

grade Dust untuk masa mendatang. Berdasarkan wawancara dengan Ibu Mujiati,

peneliti di PT. KPB Nusantara, dalam penentuan harga teh lebih dipengaruhi oleh beberapa faktor eksternal yakni: kualitas teh yang dijual saat lelang, keadaan alam, kondisi geopolitik, kondisi ekonomi global, dan keadaan negara tujuan

buyer.

Berdasarkan hasil analisis dari permodelan VAR ada beberapa alternatif strategi yang dapat dilakukan oleh PT. KPB Nusantara dan Dewan Teh Indonesia untuk meningkatkan penjualan teh grade Dust yang dilelang di Jakarta Tea

Auction antara lain; (1) PT. KPB Nusantara dapat mencoba untuk

memformulasikan model univariate pendugaan harga yang lebih tepat, seperti

Moving Average, Exponential Smoothing atau ARIMA, dikarenakan adanya

komponen musiman dalam data. (2) Meningkatkan kualitas dari teh grade Dust yang dilelang di Jakarta Tea Auction (3) Diharapkan adanya pertukaran informasi yang baik dari PT. KPB Nusantara dan Dewan Teh Indonesia guna merespon perkembangan pasar teh yang sedang terjadi saat ini. Sehingga kerancuan informasi tidak terjadi di kalangan produsen teh.


(4)

ANALISIS TRANSMISI HARGA TEH HITAM

GRADE

DUST

INDONESIA

(Dengan Pendekatan Model

Vector Autoregression

)

M. FADHIL ADINUGROHO H34070070

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(5)

Judul Skripsi : Analisis Transmisi Harga Teh Hitam Grade Dust Indonesia (Dengan Pendekatan Model Vector Autoregression)

Nama : M. Fadhil Adinugroho

NIM : H34070070

Disetujui, Dosen Pembimbing

Ir. Harmini, M.Si.

NIP. 19600921 198703 2 002

Diketahui,

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS

NIP. 19580908 198403 1 002


(6)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul ―Analisis Transmisi Harga Teh Hitam Grade Dust Indonesia (Dengan Pendekatan Model

Vector Autoregression) adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2011

M. Fadhil Adinugroho


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 25 September 1989. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Indra Praseno dan Nani Mulyaningsih.

Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK Tunas Rimba I, Bogor pada tahun 1994. Tahun 1995, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Panaragan I, Bogor. Tahun 2001, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Bogor. Tahun 2004, penulis memasuki pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Bogor. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor), penulis diterima di program studi Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, pada tahun 2007.


(8)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim,

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Transmisi Harga Teh Hitam Grade Dust Indonesia (Dengan Pendekatan Model Vector Autoregression) sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat sejauh mana hubungan harga yang terjadi antara pasar lelang teh grade Dust ortodoks luar negeri (Colombo dan Guwahati) dengan pasar lelang Jakarta serta melihat bagaimana pendugaan terhadap harga yang akan datang dengan bantuan model VAR (Vector

Autoregression). Selain itu penelitian ini juga dilakukan untuk merumuskan

strategi yang dapat dilakukan oleh PT. KPB Nusantara dan Dewan Teh Indonesia berdasarkan hasil keluaran model VAR.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini jauh dari sempurna, baik dalam materi maupun penyajiannya dikarenanakan keterbatasan penulis. Semoga skripsi ini dapat berguna bagi semuanya.

Bogor, September 2011

M. Fadhil Adinugroho


(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan, semangat, saran, dan kritik sehingga dapat menyelesaikan studi di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Ayah dan Ibu , yang selalu dengan tulus ikhlas dengan penuh kesabaran tidak bosan memberikan doa, dukungan moral, semangat, dan mendidik penulis agar dapat menjadi lebih baik lagi.

2. Ir. Harmini, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi dan dosen pembimbing akademik yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, saran, motivasi dan pengarahan kepada penulis.

3. Prof. Dr. Ir. Rita Nurmalina MS. dan Suprehatin SP, MAB atas masukan dan ketersediaannya untuk meluangkan waktu menjadi dosen penguji pada sidang skripsi penulis.

4. Adik penulis, Innamia Indriani, yang sedang berkuliah di Institut Teknologi Bandung, yang selalu memberikan semangat kepada penulis.

5. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, selaku Ketua Departemen Agribisnis, FEM IPB. 6. Bapak Dadang Juanda, Ketua dari Jakarta Tea Auction dan Staff Marketing

Teh, Kopi, dan Kakao di PT. KPB Nusantara yang telah membantu penulis dalam penulisan skripsi ini, dan memberikan gambaran mengenai seluk beluk pelelangan teh di Jakarta Tea Auction.

7. Ibu Mujiati, dan Staff Divisi Riset Pasar PT. KPB Nusantara yang telah membantu dalam memberikan data dan informasi, serta beberapa masukan mengenai penulisan skripsi ini.

8. Bapak Sulthoni Arifin, Direktur Eksekutif Dewan Teh Indonesia dan Bapak Boyke S. Soeratin, Staff Research and Business PT. Bursa Berjangka Jakarta, yang telah memberikan pengarahan mengenai gambaran komoditi teh nasional yang berguna pada penulisan skripsi ini.

9. Bapak Yayat Adisaputra, ADM Perkebunan Teh PTPN VIII Gedeh, yang dengan tangan terbuka telah menerima dan membantu penulis dalam


(10)

x

melakukan penelitian ini dan mengajarkan tata cara pembuatan dan pengemasan teh hitam serta gambaran mengenai pemasaran di pabrik teh yang menjadi salah satu info berguna bagi penulisan skripsi ini.

10. Seluruh dosen dan staff Departemen Agribisnis, FEM IPB.

11. Rezsa Berri P., Annisa Dian Z., dan Auzi Asfarian, yang selalu sabar untuk menemani penulis berdiskusi kalau sedang kebingungan. Semangat juga dengan penelitiannya masing-masing.

12. Teman-teman yang masih sering kontak (Fitrah S.F.K., Titania A., Asep K., M. Azhar, dan teman-teman lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu) yang telah membantu dan memberikan dukungan dan do‘anya untuk penulis.

13. Teman-teman Agribisnis 44, yang tidak bisa disebutkan satu per satu, yang sudah mau dan bersedia menjadi teman cerita, dan membantu penulis selama selama penulisan skripsi ini. Khusus untuk, Venty F.N., Dinar F.S. Putri K. dan Novia F.P., terima kasih telah memberikan ‗jalan terang‘ di tengah kegalauan penulis dalam penyusunan skripsi ini.

14. Teman-teman satu bimbingan (Ardie, Dede, dan Asti). Teman yang berjuang bersama dibawah bimbingan pembimbing kita tercinta.

15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan orang-orang yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini. Penulis juga memohon maaf atas segala kekurangan yang ada pada skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semuanya.

Bogor, September 2011 M. Fadhil Adinugroho


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 9

II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Pasar Lelang ... 10

2.2. Teh di Dunia ... 11

2.3. Teh di Indonesia ... 14

2.4. Proses Produksi Teh Hitam dan Pemasarannya ... 16

2.5. Analisis Transmisi Harga ... 19

III KERANGKA PEMIKIRAN ... 22

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 22

3.1.1. Manajemen Pemasaran ... 22

3.1.2. Volatilitas ... 22

3.1.3. Transmisi Harga ... 23

3.1.5. Model VAR (Vector Autoregression) ... 25

3.1.6. Model VECM (Vector Eror Correction Model) ... 25

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 26

IV METODE PENELITIAN ... 30

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30

4.2. Data dan Instrumensasi ... 30

4.3. Pengolahan dan Analisis Data ... 30

V GAMBARAN UMUM AUCTION TEH JAKARTA COLOMBO, DAN GUWAHATI ... 38

5.1. Jakarta Tea Auction ... 38

5.1.1. Sejarah Jakarta Tea Auction ... 38

5.1.2. Mekanisme Pelelangan Jakarta Tea Auction ... 38

5.1.3. Peserta Jakarta Tea Auction ... 40

5.1.4. Grade Teh Hitam dan Destinasi Ekspor Jakarta Tea Auction ... 41

5.2. Teh di Sri Lanka dan Colombo Tea Auction ... 44

5.3. Teh di India dan Guwahati Tea Auction ... 47

VI HASIL DAN PEMBAHASAN ... 50

6.1. Volatilitas Harga Jakarta Tea Auction (JTA), Colombo Tea Auction (CTA), dan Guwahati Tea Auction (GTA) ... 50

6.2. Penyusunan Model VAR (Vector Autoregression) ... 53


(12)

xii

6.2.2 Penentuan Lag (Kelambanan) Optimal ... 54

6.2.3 Estimasi Model VAR ... 54

6.2.5 Fungsi Respon Impuls ... 56

6.2.6.Variance Decomposition ... 57

6.2.7.Peramalan ... 58

6.3. Pembahasan Hasil Model VAR Jakarta Tea Auction ... 59

VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 62

7.1. Kesimpulan ... 62

7.2. Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 64


(13)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Neraca Perdagangan Pertanian Indonesia Tahun 2005-2009*... 1 2. Produksi, Luas Area, dan Ekspor Teh Nasional Tahun

2005-2011... 3

3. Perbandingan Harga Rata-rata dan Volume Lelang Grade Teh

Mutu I Tahunan Jakarta Tea Auction (Tahun 2008 - 2010)... 6

4. Produksi Teh Beberapa Negara Dunia Tahun 2005-2008 (dalam

metrik ton)... 11

5. Volume Eskpor Teh Beberapa Negara Dunia Tahun 2005-2008

(dalam metrik ton)... 12 6. Volume Impor Teh Beberapa Negara Dunia Tahun 2005-2008

(dalam metrik ton)... 12 7. Daftar Anggota Jakarta Tea Auction... 40 8. Jumlah Teh yang Dilelang di Jakarta Tea Auction Menurut

Jenis Teh Pada Tahun 2008-2010 (dalam kilogram)... 42

9. Volume dan Negara Tujuan Ekspor Teh Indonesia Tahun

2007-2010 (dalam kilogram)... 43

10. Produksi Teh Sri Lanka Tahun 2006-2010 (dalam

kilogram)... 45

11. Presentase Auction Terhadap Ekspor Teh di Sri Lanka Tahun

2006-2009 (dalam kilogram)... 46

12. Volume dan Negara Tujuan Ekspor Teh Sri Lanka Tahun

2006—2009 (dalam metrik ton)... 46

13. Produksi Teh India Tahun 2004-2008 (dalam kilogram)... 47 14. Jumlah Teh yang Dilelang di Guwahati Tea Auction Tahun

2008-2010 (dalam kilogram)... 48

15. Volume dan Negara Tujuan Ekspor India Tahun 2005-2007

(dalam metrik ton)... 48

16. Rataan, Standar Deviasi, dan Koefisien Varians Harga Teh

Grade Dust Jakarta Tea Auction (JTA), Colombo Tea Auction


(14)

xiv 17. Hasil Unit Root TestJakarta Tea Auction (JTA), Colombo Tea

Auction (CTA), dan Guwahati Tea Auction (GTA)... 53

18. Penentuan Lag (Kelambanan) Optimal Model VAR... 54

19. Estimasi Model VAR lag (kelambanan) 1... 55


(15)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Grafik harga lelang rataan Jakarta Tea Auction (JTA), Colombo

Tea Auction (CTA), Mombasa Tea Auction (MTA), dan

Guwahati Tea Auction (GTA) Tahun 1999-2008... 4

2. Supply Chain Komoditas Teh Nasional... 19

3. Kerangka Pemikiran Operasional... 29

4. Skema Penyusunan Model VAR... 31

5. Grafik Rataan Harga Teh Grade Dust Jakarta Tea Auction, Colombo Tea Auction dan Guwahati Tea Auction Periode Februari Minggu ke-3 2009 sampai dengan April minggu ke-2 2011... 50


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Tabel Fungsi Respon Impuls Jakarta Tea Auction... 68 2. Grafik Fungsi Respon Impuls Jakarta Tea Auction... 69 3. Hasil Perhitungan Perbandingan Peramalan Naive Forecasting


(17)

I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan sebuah negara yang kaya, dari Sabang hingga Merauke dapat dilihat banyak sekali ragam kekayaan alam yang dimiliki oleh Indonesia. Kekayaan alam hayati yang dimiliki oleh Indonesia disebabkan oleh tanahnya yang subur, sehingga beragam jenis tanaman dapat ditanam di Indonesia. Didukung kondisi geografisnya, sebagian besar masyarakat Indonesia bermata pencaharian sebagai petani, oleh karena itu sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung dari perekonomian Indonesia.

Tabel 1. Neraca Perdagangan Pertanian Indonesia Tahun 2005-2009* Tahun

Kegiatan

2005 2006 2007 2008 2009

(US$ 000)

1 Subsektor Perkebunan

Ekspor 10.673.186 13.972.064 19.948.923 27.369.363 21.581.670

Impor 1.532.520 1.675.067 3.379.875 4.535.918 3.949.191

Neraca 9.140.666 12.296.997 16.569.048 22.833.445 17.632.479

2 Subsektor Hortikultur

Ekspor 227.974 238.063 254.765 432.727 378.627

Impor 367.425 527.415 795.846 909.669 1.063.120

Neraca -139.451 -289.352 -541.081 -476.942 -684.493

3 Subsektor Peternakan

Ekspor 396.526 388.939 748.531 1.148.170 754.914

Impor 1.121.832 1.190.396 1.696.459 2.352.219 2.132.800

Neraca -725.306 -801.457 -947.928 -1.204.049 -1.337.886

4 Subsektor Tanaman Pangan

Ekspor 286.744 264.155 289.049 348.914 321.280

Impor 2.115.140 2.568.453 2.729.147 3.526.961 2.737.862

Neraca -1.828.396 -2.304.299 -2.440.098 -3.178.047 -2.416.582

5 Sektor Pertanian

Ekspor 11.584.429 14.863.221 21.241.268 29.299.174 23.036.491

Impor 5.136.916 5.961.331. 8.601.327 11.324.767 9.882.973

Neraca 6.447.513 8.901.890 12.639.941 17.974.407 13.153.518


(18)

2

Sektor perkebunan Indonesia memiliki beberapa komoditi yang menjadi andalan yakni karet, minyak sawit, kopi, teh, kina, tebu dan tembakau. Komoditi-komoditi ini banyak menyumbangkan devisa bagi negara Indonesia. Pada tahun 2008 subsektor perkebunan menyumbang lebih dari 90 persen terhadap total ekspor pertanian, yakni sebesar US$ 27,37 miliar dari total ekspor pertanian US$ 29,30 miliar. Meskipun ekspor perkebunan mengalami penurunan pada tahun 2009, menjadi US$ 21,58 miliar, subsektor perkebunan masih mendominasi total ekspor pertanian Indonesia yang mana pada tahun 2009 mencapai US$ 23,04 miliar, dan masih lebih besar jika dibandingkan dengan jumlah impornya, yakni US$ 3,95 miliar. Ini membuktikan bahwa Indonesia memiliki keunggulan di sektor perkebunan.

Besarnya jumlah margin yang diberikan oleh komoditi perkebunan ternyata memberikan pengaruh bagi perkembangan luas areal perkebunan di Indonesia, yang mana kelapa sawit mendominasi luasan areal perkebunan Indonesia. Sekitar 7.363.847Ha lahan pada tahun 2008 digunakan untuk komoditi kelapa sawit, dan hal ini diperkirakan akan terus meningkat1 dikarenakan harga CPO (Crude Palm Oil) yang bertambah. Hal yang berlawanan dialami oleh komoditi teh, salah satu komoditi yang mendominasi areal perkebunan di Pulau Jawa dan Sumatera ini terus mengalami penurunan luasan areal kebun. Menurut data dari Direktorat Jendral Perkebunan (Ditjenbun), pada tahun 2007 luasan areal teh yakni 133,734 Ha, turun menjadi 123,506 Ha pada tahun 20092. Hal ini disebabkan rendahnya harga komoditi teh di pasar internasional, yang berimplikasi pada rendahnya harga jual teh domestik. Rendahnya harga tidak sebanding dengan biaya produksi yang terus meningkat setiap tahunnya, sehingga banyak pembudidaya teh rakyat yang mengkonversi lahan teh miliknya menjadi komoditi yang lebih menguntungkan bagi mereka, seperti sayur-sayuran dan kelapa sawit.

Permasalahan ini berdampak pada jumlah produksi teh Indonesia (Tabel 2), yang mana produksi teh Indonesia mengalami penurunan dari tahun 2005

1

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2010. Statistik Perkebunan: Tree Crop Statistics 2009-2011 Kelapa Sawit. Jakarta. Direktorat Jendral Perkebunan. Hlm. 1.

2

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2010. Statistik Perkebunan: Tree Crop Statistics 2009-2011 Teh. Jakarta. Direktorat Jendral Perkebunan. Hlm. 1.


(19)

3

hingga tahun 2006. Pada tahun 2007 hingga sekarang, terjadi peningkatan produksi teh namun masih belum sebesar tahun 2005. Pengurangan jumlah produksi ini mempengaruhi volume ekspor teh Indonesia karena, hampir 80 persen teh yang diproduksi oleh Indonesia dialokasikan untuk dijual ke pasar ekspor.

Tabel 2. Produksi, Luas Area dan Ekspor Teh Nasional Tahun 2005-2011

Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010* 2011**

Produksi (Ton) 166.951 146.858 150.623 153.971 156.901 150.342 153.175

Luas Area (Ha) 139.121 135.590 133.734 127.712 123.506 124.573 123.554

Ekspor (Ton) 102.389 95.338 83.658 96.209 92.305 - -

Keterangan : *) Angka sementara **) Angka dugaan

-) Data belum tersedia

Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan (2010)

Saat ini menurut data International Tea Commitee (ITC), Indonesia menempati urutan ketujuh negara pengekspor teh dunia, di mana Kenya menduduki urutan pertama dan Sri Lanka berada di urutan kedua. Padahal Indonesia pernah berada di posisi kelima negara pengekspor teh dunia pada tahun 1999. Oleh karena itu, untuk memperbaiki citra teh Indonesia, Dewan Teh Indonesia sebagai lembaga yang didirikan untuk memadukan kepentingan pelaku agribisnis teh Indonesia berencana menggalakkan program Gerakan Penyelamatan Agribisnis Teh Nasional (GPATN).

Program GPATN ini bertujuan untuk merevitalisasi sistem agribisnis teh Indonesia. Adapun beberapa hal yang menjadi fokus dalam program ini; perbaikan perkebunan teh rakyat, perbaikan gabungan kelompok tani, penguatan lembaga riset teh, penyempurnaan SNI (Standar Nasional Indonesia) hasil teh yang mengakomodasi standar-standar dunia, penambahan pabrik pengolahan dan peremajaan pabrik yang sudah ada, dan yang terakhir penguatan lembaga pemasaran teh, khususnya Jakarta Tea Auction .

Mayoritas teh yang diekspor ke seluruh dunia dipasarkan dengan cara lelang, di pusat lelang teh di masing-masing negara yang memproduksi teh. Saat ini terdapat sebelas tempat pelelangan teh di dunia Mombasa (Kenya), Colombo


(20)

4

(Sri Lanka), Jakarta (Indonesia), Limbe (Malawai), Chitagong (Bangladesh), Kolkata, Guwahati, Sliiguri, Kochi, Coimbatore, dan Conoor (keenamnya berada di India). Berkembangnya tempat pelelangan teh yang bertempat di negara-negara produsen teh dikarenakan London Tea Auction, sebagai tempat lelang teh terbesar di dunia yang tidak lagi beroperasi sejak tahun 1998.

Pelelangan teh di Indonesia dipegang oleh PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (PT. KPB Nusantara) yang terletak di Jakarta, atau lebih dikenal dengan Jakarta Tea Auction (JTA). Sebagian besar teh yang dilelang di

Jakarta Tea Auction saat ini merupakan hasil produksi dari perkebunan negara yang dipegang oleh PT. Perkebunan Nusantara (PTPN). Bentuk dan kualitas teh yang dihasilkan oleh Indonesia tidak berbeda jauh dengan negara-negara pengekspor teh lainnya, namun dalam pemasarannya seringkali harga lelang teh rata-rata Indonesia lebih rendah jika dibandingkan dengan harga lelang teh di tempat lain, seperti Colombo (Sri Lanka) dan Mombasa (Afrika Timur).

Gambar1. Grafik harga lelang rataan Jakarta Tea Auction (JTA), Colombo Tea

Auction (CTA), Mombasa Tea Auction (MTA), dan Guwahati Tea

Auction (MTA) Tahun 1999-2008

Sumber : ITC (International Tea Committee) (2009)

Merujuk pada grafik pergerakan harga lelang teh (Gambar 1), rataan harga lelang teh Indonesia berada di bawah rataan harga lelang Colombo dan Mombasa,

0 50 100 150 200 250 300 350

1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

H

ar

g

a

US

$

Ce

n

t/

K

g

JTA CTA MTA GTA


(21)

5

namun masih berada di atas hara rata-rata teh di Guwahati, India. Namun, dikarenakan teh hitam memiliki banyak grade data harga rataan masih belum dapat memberikan informasi jenis grade apa yang sedang diminati oleh pasar dunia saat ini.

Adanya liberalisasi perdagangan membuat sebuah negara dengan mudah melakukan kegiatan perdagangan ke negara lain. Sehingga, diduga harga teh yang terjadi di setiap tempat lelang akan saling mempengaruhi satu sama lain. Hal ini disebabkan adanya persaingan ekspor teh antara teh Indonesia dan teh di beberapa

auction tersebut. Persaingan ini menyebabkan harga ekspor teh Indonesia menjadi

fluktuatif, yang terkadang mempersulit pihak perkebunan untuk menentukan komposisi produksi karena ketidakpastian harga teh yang akan mereka terima kedepannya. Selain itu harga penjualan lelang juga menjadi salah satu dasar harga untuk penjualan sistem free sales atau private sales, sehingga jika harga lelang turun akan berdampak kepada harga jual teh di tingkat domestik yang mengikuti pergerakan harga lelang.

1.2. Perumusan Masalah

Mayoritas produksi teh hitam baik CTC (Crush, Tearing and Curling) maupun ortodoks yang diproduksi oleh PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) dipasarkan melalui sistem lelang yang dilakukan di Jakarta Tea Auction yang diselenggarakan oleh PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (PT. KPB Nusantara), yang terletak di Jl. Cut Mutiah No. 11 Jakarta. Berdasarkan hasil wawancara dengan Ketua Jakarta Tea Auction, Dadang Juanda, Jakarta Tea

Auction memegang peranan penting dalam pemasaran produksi hasil perkebunan

teh PT. Perkebunan Nusantara.

Harga yang terjadi di Jakarta Tea Auction akan diinformasikan kepada pihak perkebunan, agar pihak perkebunan dapat menyesuaikan komposisi produksi teh mereka dengan grade yang sedang diminati di Jakarta Tea Auction. Dalam menentukan pendugaan harga lelang teh yang akan datang biasanya digunakan pendugaan harga sebelumnya (Naive Forecasting).

Liberalisasi perdagangan menyebabkan adanya kemungkinan bahwa harga yang terjadi di Jakarta Tea Auction tidak berdiri sendiri, tetapi juga dipengaruhi


(22)

6

dari auction lainnya. Dikarenakan semakin terbukanya pintu perdagangan bagi negara-negara lain untuk mengekspor produk yang mereka hasilkan ke negara lain.

Kekurangan yang terdapat pada pemasaran teh, terkadang dalam publikasi umum mengenai harga digunakan masih menggunakan pendekatan harga rataan. Sehingga masih terdapat beberapa produsen teh yang kesulitan untuk mendapatkan gambaran bagaimana kondisi pasar teh pada tingkat grade teh, bagaimana pengaruh harga kompetitor terhadap harga masih belum dapat tergambarkan, karena informasi hanya dipegang oleh beberapa pihak saja. Fluktuasi harga yang ada, semakin membuat para produsen yang kurang mendapat informasi sulit menentukan komposisi produksi dalam tingkat grade

dikarenakan ketidakpastian penerimaan yang akan mereka terima.

Pentingnya sebuah riset pasar (market reasearch) guna mendapatkan informasi mengenai industri teh dalam tingkat grade, informasi yang didapat akan mempermudah perencanaan produksi dan pemasaran bagi produsen teh. Apabila produsen dapat melihat bagaimana fluktuasi harga pasar, pengaruh dari kompetitor terhadap produk yang dijual, dan pendugaan harga yang akan datang, hal ini akan mempermudah produsen teh dalam menyusun strategi pemasaran dan produksinya yang akan datang.

Tabel 3. Perbandingan Harga Rata-rata dan Volume Lelang Grade Teh Mutu I Tahunan Jakarta Tea Auction (Tahun 2008 - 2010)

Jenis Teh

2008 2009 2010

Harga (US$ Cent/Kg)

Volume (Kg)

Harga (US$ Cent/Kg)

Volume (Kg)

Harga (US$ Cent/Kg)

Volume (Kg)

BOP1 178,32 557.880 186,30 432.200 217,95 213.320

BOP 145,61 2.774.040 186,73 1.495.000 178,01 2.286.460

BOPF 138,93 2.494.660 186,50 1.614.300 181,15 3.264.920

Pfann 161,29 5.613.640 195,25 3.849.540 188,19 5.874.580

Dust 157,85 4.526.980 192,13 3.335.160 193,25 4.106.360

BT 125,85 2.804.920 181,39 1.677.560 145,75 3.030.760

BP 183,91 1.375.300 195,10 914.100 297,32 1.084.940


(23)

7

Teh dalam produksinya dibagi kembali menjadi beberapa grade, yang mana masing-masing grade memiliki standar harga sendiri. Adapun grade yang menjadi unggulan di Jakarta Tea Auction antara lain: BOP (Broken Orange

Pekoe), BOPF (Broken Orange Pekoe Fanning), PF (Pekoe Fanning), BP (Broken

Pekoe), dan Dust. Kelima grade ini menunjukkan perkembangan harga yang baik

dalam beberapa tahun terakhir ini. Hal ini dapat menjadi peluang bagi produsen teh dalam mengembangkan perencanaan produksinya karena jika produsen teh dapat mengetahui informasi mengenai grade apa yang sedang diminati saat sebuah auction sedang berlangsung produsen dapat dengan mudah memanfaatkan peluang tersebut dengan mengubah komposisi produksinya agar dapat memperoleh keuntungan.

Dalam penelitian ini, digunakan teh dengan grade Dust, Dust dipilih karena memiliki harga yang cukup tinggi di pasar lelang. Selain itu Dust juga merupakan jenis grade teh terbanyak kedua yang diproduksi oleh perkebunan di Indonesia, sekitar 16 persen teh yang dilelang di Jakarta Tea Auction merupakan

grade Dust, dikarenakan grade Dust merupakan salah satu bahan baku yang

digunakan untuk tea bag, dan juga merupakan salah satu dari beberapa jenis

grade teh yang dilelang pada Colombo Tea Auction dan Guwahati Tea Auction.

Colombo Tea Auction dipilih karena merupakan sentra pelelangan teh

orthodoks terbesar di dunia, sedangkan Guwahati Tea Auction dipilih karena berada di provinsi sentra penghasil teh terbesar di India, Assam, dan merupakan salah satu sentra pelelangan teh terbesar di India. Selain itu pada kedua tempat pelelangan ini teh grade Dust ortodoks merupakan salah satu produk yang mereka lelang di pelelangan.

Vector Autoregression (VAR) dapat menjadi salah satu solusi metode

dalam melihat hubungan dinamis time series antar variabel yang diduga memiliki hubungan satu sama lain selain itu VAR juga dapat digunakan untuk menduga harga lelang yang akan datang. Permodelan VAR digunakan dalam penelitian untuk melihat hubungan antara harga teh Jakarta Tea Auction dengan harga teh di

auction luar negeri dan menduga harga yang akan terjadi di pelelangan yang akan

datang. VAR merupakan sebuah model dinamis yang menunjukkan pendugaan suatu variabel pada periode tertentu, tergantung dari perubahan variabel tersebut


(24)

8

dan variabel-variabel lain yang terlibat dalam sistem pada periode-periode sebelumnya (Enders, 1995).

Berdasarkan pemaparan di atas, permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana volatilitas harga teh grade Dust di pasar dunia ?

2. Bagaimana hubungan harga teh grade Dust di pasar dunia dan pasar Indonesia berdasarkan model VAR yang dibuat ?

3. Bagaimana performa model VAR dalam menggambarkan pergerakan harga teh grade Dust Jakarta Tea Auction ?

4. Bagaimana implikasi model VAR terhadap perencanaan strategi pemasaran teh kedepannya ?

1.3. Tujuan Penelitian

Merujuk pada pemaparan rumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian ini antara lain:

1. Menganalisis volatilitas harga teh grade Dust di pasar lelang dunia.

2. Menganalisis hubungan harga teh grade Dust di Jakarta Tea Auction

terhadap auction di Colombo dan Guwahati.

3. Mengetahui bagaimana performa model VAR dalam menggambarkan pergerakan harga di Jakarta Tea Auction.

4. Menyusun rekomendasi strategi yang dapat dilakukan PT. KPB Nusantara dan Dewan Teh Indonesia untuk meningkatkan penjualan teh khususnya

grade Dust.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi;

1. Dewan Teh Indonesia sebagai penentu kebijakan strategis teh nasional. 2. Produsen teh, khususnya yang memasarkan produknya di Jakarta Tea

Auction, untuk membantu dalam perencanaan produksi dan pemasarannya,

khususnya dalam produksi grade Dust.

3. PT. KPB Nusantara, penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan sebagai penentu harga dasar teh grade Dust yang akan dijual kedepannya.


(25)

9

4. Peneliti lain, diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya.

5. Mahasiswa, diharapkan penelitian ini dapat menjadi tambahan pengetahuan serta sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang sudah diterima di bangku kuliah.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini membahas mengenai harga lelang teh pada tingakat grade

menggunakan data dari salah satu grade yang diminati di pasar lelang yakni Dust dari total sekitar 26 grade teh yang dilelang di Jakarta Tea Auction (JTA) oleh PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara. Hal ini disebabkan teh grade Dust ortodoks juga dilelang di Colombo Tea Auction (CTA) dan Guwahati Tea Auction

(GTA), sehingga dalam penelitian ini dapat terlihat hubungan harga teh grade

Dust di Jakarta Tea Auction (JTA) dengan harga lelang teh grade Dust yang terjadi di auction yang ada di luar negeri seperti Colombo Tea Auction (CTA) dan


(26)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pasar Lelang

Ngadijarno et al. (2006) menjelaskan, lelang menurut pasal 1 angka 1 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 304/KMK.01/2002 tanggal 13 Juni 2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang adalah penjualan barang terbuka untuk umum baik secara langsung maupun melalui media elektronik dengan cara penawaran harga secara lisan dan ataupun secara tertulis yang didahului dengan usaha mengumpulkan peminat, namun juga harus dilakukan dengan campur tangan/dihadapan/di depan Pejabat Lelang dan untuk setiap pelaksanaan lelang harus dibuat berita acara tersendiri (Risalah Lelang) oleh Pejabat Lelang yang melaksanakan lelang. Pelelangan harus mengandung beberapa asas, yakni asas keterbukaan (seluruh lapisan masyarakat mengetahui dan dapat mengikuti jalannya lelang), asas keadilan (dalam pelaksanaannya lelang harus adil, tidak boleh memihak), asas kepastian hukum (adanya perlndungan hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam pelaksanaan lelang), asas efisiensi (pelaksanaan lelang dilakukan dengan cepat dan tidak memerlukan biaya banyak), dan asas akuntabilitas (lelang yang dilaksanakan harus dapat dipertanggungjawabkan kepada semua pihak yang berkepentingan).

Mardjoko (2004) dalam artikelnya, Pasar Lelang: Harapan baru memperbaiki posisi tawar petani, menyatakan bahwa pasar lelang adalah pasar di mana penjual (petani produsen) menawarkan komoditi dengan volume, mutu, dan harga tertentu, bertransaksi dengan pembeli melalui harga penawaran tertinggi. Mardjoko (2004) membagi pasar lelang menjadi; pasar lelang spot, pasar lelang lokal, pasar lelang regional, dan pasar lelang forward. Pasar lelang spot adalah pasar di mana terjadi transaksi cash and carry antara penjual dan pembeli komoditi dengan sistem lelang. Pasar lelang lokal adalah pasar di mana para penjual dan pembelinya berdomisili di sekitar lokasi pasar dan komoditi yang diperjualbelikan dengan sistem lelang baik jenis maupun volumenya terbatas. Pasar lelang regional adalah pasar di mana para penjual dan pembelinya berasal dari luar daerah (luar lokasi pasar) dengan jenis dan volume komoditi yang diperjualbelikan dengan sistem lelang yang relatif banyak. Terakhir, pasar lelang


(27)

11

forward adalah tempat bertemunya para penjual dan pembeli suatu komoditi

dengan menggunakan sistem lelang dengan penyerahan di kemudian hari.

Beberapa pasar lelang yang aktif di Indonesia mayoritas dipegang oleh Kementrian Perdagangan (Kemendag) di bawah pengawasan Badan Pengawas Berjangka Komoditi (Bappebti). Selain pasar lelang yang dijalankan oleh Kemendag, ada juga pasar lelang yang dipegang oleh PT. KPB Nusantara, yang mayoritas melelang hasil produksi komoditas pertanian yang dihasilkan oleh PT. Perkebunan Nusantara.

2.2. Teh di Dunia

Teh yang memiliki nama latin Camellia sinensis, merupakan sebuah tanaman yang sudah dibudidayakan cukup lama di Cina bagian tenggara. Teh sudah digunakan sebagai minuman sejak dua atau tiga ratus tahun yang lalu. Awalnya tanaman ini hanya tersebar di Cina, Indo-Cina dan Assam, namun mulai berkembang hingga daerah tropis dan sub tropis (Eden, 1958). Saat ini teh menjadi minuman yang mendunia, hampir seluruh dunia mengetahui dan mengkonsumsi minuman teh, hal ini dapat dilihat melalui data statistik produksi teh dunia3 dan data konsumsi teh dunia yang meningkat setiap tahunnya4.. Data produksi teh dunia dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Produksi Teh Beberapa Negara Dunia Tahun 2005-2008 (dalam metrik ton)

Negara

Tahun

2004 2005 2006 2007 2008

Cina 835.231 934.857 1.028.064 1.140.000 1.200.000

India 892.965 945.974 981.095 944.678 980.818

Kenya 324.608 323.497 310.578 369.606 345.817

Sri Lanka 308.089 317.196 310.822 304.613 318.697

Vietnam 119.050 133.350 142.500 149.270 166.375

Turki 165.000 135.000 142.000 175.000 155.000

Indonesia 164.817 156.273 146.847 137.248 137.499

Sumber : International Tea Committee (2009) (diolah)

3

International Tea Committee. 2009. Annual Buletin of Statistics.London. International Tea

CommitteeTC. Hlm 35

4


(28)

12

Berdasarkan data International Tea Committee (ITC) (2009), China dan India memiliki tingkat produksi yang tinggi untuk pasar teh dunia. Sedagkan untuk ekspor, teh lebih di dominasi oleh negara-negara Afrika seperti Sri Lanka dan Kenya, hal ini dapat dilihat melalui tabel berikut:

Tabel 5. Volume Ekspor Teh Beberapa Negara Dunia Tahun 2005-2008 (dalam metrik ton)

Negara

Tahun

2004 2005 2006 2007 2008

Kenya 332.502 348.276 312.156 343.703 383.444

Srilanka 290.604 298.769 314.915 294.254 297.469

China 280.193 286.563 286.594 289.431 296.935

India 193.908 195.228 215.672 175.841 193.000

Vietnam 99.351 87.918 105.116 110.929 104.000

Indonesia 98.572 102.294 95.339 83.659 96.210

Argentina 66.374 66.289 70.723 74.880 77.228

Sumber: International Tea Committee (2009) (diolah)

Mayoritas negara yang mengkonsumsi teh merupakan negara Eropa. Dikarenakan pada awalnya teh ditanam dan dibudidayakan untuk konsumsi negara-negara Eropa. Beberapa negara pengimpor teh terbesar di dunia dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Volume Impor Teh Beberapa Negara Dunia Tahun 2005-2008 (dalam metrik ton)

Negara

Tahun

2004 2005 2006 2007 2008

USSR 166.200 172.974 166.226 174.400 175.000

Inggris 128.755 128.252 135.403 131.152 129.759

Pakistan 120.017 139.261 116.780 106.366 99.116

Amerika Serikat 99.484 100.060 107.572 109.396 116.749

Mesir 71.803 73.500 78.500 69.000 104.000

Irak 51.000 58.000 67.000 32.000 36.000

Polandia 32.114 31.057 27.144 28.077 30.595


(29)

13

Mayoritas teh dunia dipasarkan menggunakan sistem lelang. Awalnya pelelangan teh dunia diadakan oleh East India Company (EIC) di London pada abad ke-17, yang bertujuan sebagai pengumpul teh yang dijual oleh Cina ke benua Eropa. Oleh karena EIC merupakan organisasi dagang yang paling berpengaruh saat itu, pada tahun 1983 EIC memberlakukan aturan seluruh teh yang akan dijual ke Eropa harus melalui EIC, sehingga teh yang akan dijual ke Eropa harus disimpan di gudang milik EIC. Metode lelang yang diberlakukan saat itu dapat dibilang unik karena menggunakan sistem lilin (by the candle), dimana setiap orang diberikan waktu untuk menawar berapapun jumlah teh yang ingin dibeli, hingga lilin yang dinyalakan meleleh sepanjang satu inci.

Setelah sistem tersebut, pada 10 Januari 1837 dibentuk sebuah sistem lelang menggantikan sistem by the candle. Hal ini ditengarai pihak EIC yang merasa peserta lelang harus memiliki informasi yang sama mengenai barang yang akan dilelang agar terjadi keseimbangan informasi antar pembeli sehingga mekanisme lelang dapat berjalan lebih efektif. Hal ini dilakukan dengan memberikan beberapa sampel kepada peserta pelelangan beberapa hari sebelum lelang teh dimulai. Sistem lelang seperti ini masih digunakan umum di beberapa tempat lelang teh dunia hingga saat ini.

London Tea Auction sempat ditutup akibat Perang Dunia Kedua dan

karena terjadi penumpukan supply teh di London, lelang dipindahkan ke dua tempat yakni Calcutta, India pada tahun 1947 dan Colombo, Sri Lanka pada 1948, guna menghindari oversupply. Tidak aktifnya London Tea Auction hingga tahun 1951 dan dibukanya dua auction baru, mendorong beberapa negara produsen teh untuk membuka tempat lelang sendiri karena akan lebih menghemat biaya dan dapat dengan mengatur proses pelelangannya. Pada akhirnya, London TeaAuction

sebagai tempat lelang teh pertama di dunia ditutup pada tahun 1998. Hingga saat ini terdapat sekitar sebelas tempat lelang teh di dunia yang masih aktif melakukan kegiatan pelelangan teh yakni Kolkata, Cochin, Coonoor, Guwahati, Siliguri, Coimbatore, Colombo, Mombasa, Chittagong, Limbe, dan Jakarta.

Suprihatini et al. (2004) membagi pasar teh dunia berdasarkan jenis teh yang diminati, grade yang diminta, dan syarat mutu Suprihatini membagi pasar teh menjadi lima kelompok yakni; Kelompok pasar-1 meliputi pasar teh Polandia,


(30)

14

Hongaria, Amerika Serikat dan Kanada (2) Kelompok pasar-2 terdiri dari pasar negara-negara Eropa Barat (Inggris, Jerman, Belanda), Australia, Jepang, negara-negara Eropa Timur secara umum, Turki, negara-negara Amerika Utara dan Amerika Selatan secara umum, dan India; (3) Kelompok pasar-3 meliputi pasar teh negara Pakistan, Afghanistan, Mesir, Malaysia, dan Singapura, (4) Kelompok pasar-4 meliputi pasar teh negara Iran dan negara-negara Timur Tengah secara umum, dan (5) Kelompok pasar-5 yang meliputi pasar teh negara-negara Irak, Syria, dan wilayah Rusia khususnya Federasi Rusia.

Teh small grades seperti Fanning, Pekoe Fanning (PF), dan Dust lebih diminati di kelompok pasar-1 (Polandia, Hongaria, Amerika Serikat dan Kanada), 2 (Eropa Barat (Inggris, Jerman, Belanda), Australia, Jepang, negara-negara Eropa Timur, Turki, Amerika Utara, Amerika Selatan, dan India), dan 3 (Pakistan, Afghanistan, Mesir, Malaysia, dan Singapura). Berbeda dengan kelompok pasar-1 dan 2, kelompok pasar-3 meminta teh small grades dengan mutu lebih tinggi dari pasar-1 dan 2. Sedangkan untuk teh jenis broken grades, seperti Broken Orange

Pekoe (BOP), Broken Pekoe (BP) dan Broken Tea (BT), lebih diminati di

kelompok pasar-4 (Iran dan negara-negara Timur Tengah) dan 5 (Irak, Syria, dan wilayah Rusia).

2.3. Teh di Indonesia

Teh pertama kali masuk ke Indonesia pada tahun 1684, berupa biji teh dari Jepang yang dibawa oleh seorang berkebangsaan Jerman bernama Andreas Cleyer, dan ditanam sebagai tanaman hias di Jakarta. Pada tahun 1694, menurut Valentjin, usaha pengembangan teh skala perkebunan dimulai oleh pemerintah Belanda, hingga abad 19, teh mulai dikenal luas sebagai tanaman perkebunan Indonesia. Ekspor teh pertama Indonesia dimulai pada tahun 1835, dengan negara tujuan Amsterdam (Nazaruddin, 1993).

Mulai dari saat itu, teh dikenal sebagai salah satu industri yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Beberapa penelitian terus dilakukan oleh Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) untuk menghasilkan beberapa tanaman teh unggul. Hingga saat ini dikenal beberapa klon teh unggul, yakni TRI 2024, TRI 2025, Gambung, Pasir Sarongge (PS), Rancabali (RB) dan beberapa klon lainnya.


(31)

15

Klon Gambung 6 – Gambung 11 merupakan klon tanaman yang unggul karena dapat memproduksi sekiar 4.000kg/Ha-5.500kg/Ha tanaman teh basah. Klon ini merupakan klon tanaman teh yang dikembangkan oleh PPTK Gambung pada tahun 1998, yang dianjurkan untuk ditanam menggantikan klon-klon yang sudah beredar. Tanaman teh tersebar di beberapa pelosok Indonesia yakni, Jawa Barat, Sumatera Utara, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Hingga saat ini, berdasarkan data dari Departemen Pertanian tercatat ada sekitar 127.384 Ha lahan yang digunakan untuk menanam teh, dan menghasilkan 149.764 ton teh per tahunnya.

Menurut PPTK (2006), beberapa syarat tumbuh tanaman teh antara lain; (1) Iklim

Tanaman teh akan tumbuh dengan baik bila ditanam di daerah dengan suhu 13-25OC, dengan curah hujan yang cukup tinggi dan merata, karena tanaman ini tidak tahan terhadap kekeringan, sekitar kurang lebih 2000 mm curah hujan tahunannya. Tanaman teh juga tidak tahan terhadap panas sehingga jika suhu berada ditas 30OC pertumbuhannya akan terhenti, oleh karena itu di perkebunan dataran rendah perlu ditanam pohon pelindung untuk melindungi tanaman teh dari suhu tinggi.

(2) Tanah

Tanah yang memenuhi kriteria pertumbuhan tanaman teh adalah tanah yang subur, mengandung bahan organik, dan memiliki pH 4,5-5,6. Umumnya tanah dengan kandungan seperti ini terjadi di tanah andisol (vulkanis muda) yang terletak di lereng-lereng gunung berapi.

(3) Elevasi

Elevasi (ketinggian) juga menjadi sebuah faktor yang mempengaruhi karena terkait dengan iklim (suhu udara); semakin rendah maka suhu akan semakin tinggi, oleh karena itu di daerah rendah perlu ditanam pohon pelindung. Perkebunan teh dibagi menjadi tiga berdasarkan ketinggiannya; Perkebunan Daerah Rendah (<800m diatas permukaan laut (dpl)), Perkebunan Daerah Sedang (800-1200m dpl) dan Perkebunan Daerah Tinggi (>1200m dpl).


(32)

16 2.4. Proses Produksi Teh Hitam dan Pemasarannya

Ada dua macam jenis produksi teh yang dikenal dalam agroindustri teh, yakni produksi teh basah dan produksi teh kering. Produksi teh basah merupakan hasil pemetikan tanaman teh yang akan menjadi bahan baku untuk diolah menjadi teh kering, oleh karena itu hasil produksi basah menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi mutu teh kering yang akan dihasilkan. Secara fisik menurut Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK), pucuk yang bermutu adalah pucuk yang utuh, segar, dan berwarna kehijauan. Mencegah turunnya mutu pucuk diperlukan pengaturan yang baik dari pemetikan, penampungan di los pucuk, pewadahan, hingga pengangkutan sampai ke pabrik.

Sebagian besar pabrik teh di Indonesia mengolah teh hitam karena teh hitam sudah mendapat perhatian dari pasar ekspor semenjak ekspor teh pertama ke Amsterdam pada 1835. Oleh karena itu untuk menghasilkan teh hitam yang bermutu, diperlukan beberapa faktor penunjang yakni: memperhatikan pasar yang dituju, pengetahuan akan proses pengolahan dan peranan pengolah dalam mengarahkan cara kerja yang benar, mesin yang dipakai, dan bahan baku pucuk yang akan diolah.

Secara umum pengolahan teh hitam dibagi menjadi dua yakni; ortodoks (dibagi menjadi ortodoks-murni dan ortodoks-rotorvane) dan CTC (Crush,

Tearing, and Curling). Pengolahan teh hitam yang dilakukan rata-rata oleh

industri teh Indonesia menggunakan metode ortodoks-rotorvane karena pasar ekspor lebih menyukai ke teh hitam dengan partikel kecil (bubuk). Adapun beberapa langkah-langkah yang digunakan untuk mengolah teh secara orthodoks adalah sebagai berikut (PPTK 2008);

(1) Pelayuan

Pelayuan merupakan tahap pertama dalam pengolahan teh hitam, indikator yang menjadi penentu kualitas teh hitam yang dihasilkan adalah derajat layu, besarnya derajat layu agar pengolahan teh hitam orthodoks menghasilkan mutu yang baik adalah 44-46 persen, derajat layu merupakan hasil keringan dibagi pucuk layu yang dikalikan seratus persen. Dalam proses pelayuan daun teh dibeber pada alat withering through


(33)

17

(2) Penggulungan, Penggilingan, dan Sortasi Basah

Proses kedua dari pengolahan teh hitam adalah penggulungan, penggilingan dan sortasi basah, setelah dilayukan daun teh akan digulung dengan menggunakan mesin open top roller selama 30-40 menit. Penggulungan dilakukan untuk merangsang terjadinya oksidasi enzimatis akibat cairan sel yang keluar dari daun.

Setelah digulung daun akan dimasukkan ke dalam Press Cap Roller atau

Rotorvane untuk digiling. Proses penggilingan bertujuan untuk

memperkecil gulungan menjadi partikel yang dikehendaki, menggerus pucuk agar cairan sel keluar semaksimal mungkin dan membenntuk hasil keringan yang keriting, dan memperoleh bubuk basah yang banyak. Proses penggilingan dilakukan sekitar 40-70 menit. Biasanya di perkebunan dilakukan penggilingan dengan penggunaan rotorvane di gilingan kedua dan ketiga atau ketiga dan keempat karena akan menghasilkan bubuk lebih dari 85 persen dan mengurangi jumlah badag, bubuk teh dengan mutu rendah.

Sortasi bubuk basah dilakukan untuk memperoleh ukuran bubuk yang seragam, memudahkan pekerjaan sortasi kering, dan memudahkan pengaturan pengeringan di -fluid bed dryer. Mesin yang digunakan untuk sortasi adalah rotary ball breaker dengan ukuran mesh 7,7,7 atau 6,6,7. (3) Oksidasi Enzimatis

Oksidasi Enzimatis bergantung kepada beberapa faktor; kadar air suhu dan kelembaban, kadar enzim, jenis bahan, dan oksigen. Suhu dan kelembaban ruang giling harus diatur sedemikian rupa agar proses ini dapat berjalan dengan baik. Proses ini bertujuan untuk menghasilkan theaflavin dan

thearubigin yang akan menentukan kualitas seduhan, proses oksidasi

enzimatis biasanya dilakukan selama 90-110 menit. (4) Pengeringan

Proses pengeringan bertujuan untuk menghentikan oksidasi enzimatis pada saat komposisi zat-zat pendukung sudah mencapai keadaan optimal. Mesin yang biasanya digunakan yakni; Endless Chain Pressure atau Fluid Bed


(34)

90-18

95ºC dengan suhu keluar 40-50ºC, lamanya proses pengeringan sekitar 20 menit, pengeringan yang terlalu lama akan mengakibatkan teh menjadi gosong.

(5) Sortasi Kering

Sortasi kering dilakukan untuk memisahkan teh sesuai dengan partikel dan warna yang diinginkan oleh konsumen. Mesin yang digunakan dalam proses sortasi biasanya dengan chota shifter atau ayakan tangan (untuk memisahkan bentuk), winnower (untuk memisahkan sesuai berat),

vibroscreen (untuk membersihkan serat), peti miring (penyimpanan teh jadi), dan tea bulker (untuk pencampuran).

(6) Pengemasan

Teh yang sudah jadi akan dimasukkan ke peti miring, lalu dimasukkan ke

tea bulker sebelum dikemas ke dalam chop, biasanya dengan

menggunakan paper sack..

Dari proses pengolahan teh hitam menjadi bubuk tersebut dihasilkan tiga standar mutu, dari grade pertama, teh daun (leaf grade) dihasikan beberapa mutu yakni, OP (Orange Pekoe), OP Sup (Orange Pekoe Superior), FOP (Flowery Orange Pekoe), S (Souchon), BS (Broken Souchon), BOP Sup (Broken Orange Pekoe Superior), BOP Grof (Broken Orange Pekoe Grof), BOP Sp (Broken Orange Pekoe Special), dan LM (Leaf Mixed). Grade kedua teh bubuk (broken grade) dihasilkan beberapa grade seperti; BOP/BOP I (Broken Orange Pekoe), BOP II, FBOP (Flowery Broken Orang Pekoe), BP (Broken Pekoe), BP II, BT

(Broken Tea), BT II, BOPF (Broken Orange Pekoe Fanning) ,BOPF Sup (Broken

Orange Pekoe Superior), dan BM (Broken Mixed). Sedangkan grade ketiga, teh halus (small grades), mutunya terbagi menjadi F (Fanning), F II, TF (Tippy Fanning), PF (Pekoe Fanning), PF II, Dust, Dust II, dan Dust III. Perbedaan jenis mutu dan grade ini didasarkan atas perbedaan bobot dari partikel teh dan bentuk dari partikel teh yang sudah disortasi melalui Winnower (penentuan mutu) dan

chota shifter (penentuan grade). Perlakuan mutu teh ini tertera dalam Direktorat Jendral Perdagangan Luar Negeri Nomor SP-17-1975 Revisi 1989.

Dalam pemasarannya biasanya teh hitam yang sudah diproduksi oleh pihak perkebunan akan dipasarkan melalui tiga jalur 1) dijual langsung ke


(35)

19

perusahaan packing atau blending 2) diekspor langsung ke negaralain 3) dilelang di Jakarta Tea Auction. Biasanya hampir 80 persen teh yang diproduksi oleh perkebunan akan dilelang di Jakarta Tea Auction5. Harga yang terjadi di Jakarta

Tea Auction akan menjadi dasar penentuan harga penjualan teh untuk kedua rantai

lainnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa harga yang terjadi di Jakarta Tea

Auction memegang peranan dalam industri teh nasional. Diagram mengenai

supply chain dari industri teh nasional dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2.Supply Chain Komoditas Teh Nasional

Sumber : Kustanti et al. (2007)

2.5. Analisis Transmisi Harga

Beberapa penelitian mengenai analisis transmisi harga komoditas telah dilakukan oleh beberapa peneliti, Priyadi et al. (2004) menganalisis mengenai distribusi ayam broiler di propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Suharyatno et al. (2008), menganalisis mengenai pemasaran dan tataniaga anggur di Bali. Rifin (2009), menganalisis mengenai transmisi harga CPO terhadap harga minyak goreng di Indonesia. Dharmasena et al. (2004) menganalisis transmisi harga teh pada pasar lelang dunia, dalam penelitiannya ia menggunakan harga rataan dari beberapa tempat lelang teh dunia.

5


(36)

20

Priyadi et al. (2004) dan Suharyatno et al. (2008), menganalisis transmisi harga dengan menggunakan model elastisitas transmisi harga. Priyadi et al.

(2004), menyimpulkan bahwa besarnya nilai elastisitas transmisi harga pedagang pengumpul dan pedagang pengecer terhadap peternak ayam masing-masing adalah 0,836536 dan 0,926226. Suharyatno et al. (2008), menyimpulkan bahwa besarnya nilai elastisitas petani anggur terhadap perubahan harga di tingkat konsumen adalah 0,0457.

Dharmasena et al. (2004) dan Rifin (2009) mencoba mengembangkan permodelan transmisi harga dengan menggunakan VAR. Berdasarkan hasil analisisnya Dharmasena et al. (2004) dalam salah satu kesimpulannya, menyimpulkan bahwa harga teh di Indonesia dipengaruhi oleh harga teh di Sri Lanka dan Indonesia itu sendiri, artinya perubahan harga lelang yang terjadi di Sri Lanka akan ditransmisikan terhadap harga lelang yang terjadi di Indonesia. Rifiin (2009) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa harga CPO internasional mempengaruhi harga CPO domestik dan harga minyak goreng, sedangkan harga CPO domestik dan minyak goreng memiliki hubungan timbal balik. Besarnya pengaruh perubahan harga CPO internasional akan menaikkan harga CPO domestik sebsar 0.04 persen. Perubahan harga CPO internasional akan mempengaruhi harga minyak goreng, harga akan menurun namun dalam jumlah yang kecil.

Pada penelitian Priyadi et al. (2004) dan Suharyatno et al. (2008), model elastisitas transmisi harga hanya melihat hubungan yang terjadi antara konsumen dan petani, tidak melihat bagaimana dampaknya dua arah dari suatu perubahan harga pada satu rantai terhadap rantai lainnya. Model VAR yang digunakan oleh Dharmasena et al. (2004) dan Rifin (2009) mampu menjelaskan hubungan dinamis antar variabel yang diduga saling berhubungan, sehingga dapat melihat suatu hubungan sebab akibat yang terjadi dalam model, selain itu besarnya transmisi harga dapat dilihat melalui fungsi respon impuls.

Dalam penelitian ini VAR digunakan untuk melihat transmisi harga dari harga antara harga Jakarta Tea Auction (JTA) dengan harga auction luar negeri lainnya seperti Colombo Tea Auction (CTA) dan Guwahati Tea Auction (GTA) dengan menggunakan salah satu grade dari teh hitam, yakni grade Dust. Sehingga


(37)

21

dalam penelitian ini akan dibahas mengenai hubungan antara harga auction teh di

Jakarta Tea Auction dengan auction luar negeri menggunakan pendekatan metode

VAR; dengan menggunakan salah satu harga grade teh yang dilelang di pelelangan, yakni Dust. Selain membahas mengenai transmisi harga, penelitian ini juga membahas mengenai pendugaan harga teh grade Dust yang akan datang dengan pendekatan model VAR.


(38)

III Kerangka Pemikiran

3.1Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Manajemen Pemasaran

Manajamen pemasaran adalah proses analisa, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan program-program yang bertujuan menimbulkan pertukaran dengan pasar yang dituju untuk mencapai tujuan perusahaan (Kotler 1991). Dalam pemasaran, analisa mengenai pasar menjadi salah satu faktor penting karena akan menentukan perencanaan strategi yang akan dilakukan oleh perusahaan.

Kotler (1991) menjelaskan dalam proses analisa pasar, informasi pasar merupakan sebuah elemen penting untuk menyususun sistem pemasaran yang efektif, karena informasi dapat menjelaskan tren pemasaran nasional dan internasional, transisi dari permintaan pembeli dan kebutuhan pembeli, dan transisi dari kompetisi harga hingga non-harga. Informasi pasar yang baik mencakup empat subsistem; 1) Internal Records System 2) Market Intelligence 3)

Market Research 4) Market Decision Support System.

Dengan mengetahui informasi maka perusahaan dapat merespon perubahan dinamis yang berada di luar sana, yang dapat digunakan untuk keuntungan perusahaan. Sistem agribisnis yang berdaya saing tinggi adalah sistem agribisnis yang fleksibel atau mampu merespons setiap perubahan pasar secara efektif dan efisien. Efektif dalam pengertian bahwa respons yang diberikan oleh sistem agribisnis sesuai dengan dinamika kebutuhan pasar (volume, tempat dan waktu) dan preferensi konsumen, sedangkan efisien memiliki makna bahwa sistem agribisnis tersebut mampu memproduksi dan memasarkan produk dengan harga relatif murah untuk kualitas produk yang sama di tangan konsumen (Irawan, 2007).

3.1.2 Volatilitas

Volatilitas berasal dari kata volatil (volatile), yang mana istilah ini mengacu kepada kondisi tidak stabil, bervariasi, dan sulit diperkirakan. Volatilitas dapat dipengaruhi oleh dua komponen, yakni komponen yang perilakunya dapat


(39)

23

diduga (predictable) dan komponen yang tidak dapat diduga (unpredictable) (Sumaryanto 2009).

Sumaryanto (2009) menjelaskan ada tiga hal yang melandasi pentingnya permodelan dan peramalan volatilitas harga. Pertama, hasil dari permodelan akan bermanfaat bagi pengambilan keputusan yang berkaitan dengan risiko yang disebabkan oleh perubahan harga yang terjadi. Kedua, ketepatan hasil peramalan bersifat time-varying sehingga ketepatan permodelan akan didapat dengan memodelkan ragam galatnya. Ketiga, untuk memperoleh teknik peramalan dan pendugaan harga kedepannya yang lebih tepat.

Kebanyakan pelaku usaha dan pemerintah dalam penanganan masalah yang berkenaan dengan risiko pada umumnya cenderung mengarah pada keragaman yang dapat diduga (predictable), sehingga terkadang langkah antisipasi terhadap perubahan menjadi kurang tepat, terlebih lagi jika pola fluktuasinya berubah dari pola fluktuasi yang ada sekarang (Wolf 2003, diacu dalam Sumaryanto 2009). Analisis volatilitas sering dilakukan pada pasar uang dan pasar saham, namun belakangan ini sering dilakukan pada pasar komoditi. Analisis ini menjadi penting apabila pelaku bisnis dihadapkan pada kondisi harga yang tidak stabil dan pola pergerakannya tidak dapat diperkirakan.

3.1.3 Transmisi Harga

Transmisi harga merupakan sebuah studi analisis mengenai bagaimana sebuah harga saling mempengaruhi pada pasar, baik secara spasial (perbedaan geografis) maupun vertikal (dilihat dari rantai pemasarannya) (Abbott et al. 2011, Conforti 2004). Transmisi harga yang simetris akan terjadi dengan baik pada pasar yang menganut Law of One Price, artinya jika harga pada suatu pasar mengalami peningkatan maka pasar yang menjual produk yang sama akan merespon perubahan harga tersebut mengikuti harga yang terjadi di pasar. Hal ini menandakan bahwa pasar sudah terintegrasi dengan baik dan sudah efisien karena persebaran informasinya merata yang dapat dilihat melalui respon yang ditimbulkan terhadap perubahan harga tersebut, sehingga tidak menimbulkan adanya kemungkinan timbulnya abnormality return. Transmisi harga tidak dapat berjalan dengan baik akibat dari kebijakan stabilisisasi yang dijalankan


(40)

24

pemerintah, melalui berbagai instrumen kebijakan perdagangan, pasar yang tidak terintegrasi secara sempurna, atau tingginya biaya transaksi yang membuat pasar menjadi tersegmen.

Model transmisi harga digunakan untuk menangkap pengaruh kebijakan terhadap pasar, mengukur sejauh mana pasar terintegrasi atau menguji apakah

Law of One Price berlaku. Law of One Price diharapkan dapat mengukur

hubungan harga spasial, yang mana harga pada setiap rantai produksi akan berbeda, bergantung pada biaya produksi (Conforti 2004). Ada enam faktor yang mempengaruhi transmisi harga;

1) Biaya Transportasi dan Transaksi

Hal ini dapat diklasifikasi kembali menjadi tiga grup yang terdiri atas biaya informasi, biaya negosiasi dan biaya monitoring serta biaya penegakan pelaksanaan. Hal ini dapat membuat harga antar pasar menjadi berbeda, yang dapat diatasi dengan menetapkan harga yang berbeda di dua tempat yang berbeda agar terjadi keadilan dan integrasi di antara dua buah tempat tersebut.

2) Kekuatan Pasar

Pada sebuah rantai produksi yang panjang, beberapa agen akan berlaku sebagai price maker (pembuat harga), bergantung pada sisi mana industri tersebut terkonsentrasi.

3) Increasing returns to scale pada produksi

Hal ini terjadi biasanya pada permulaan pasar. Increasing returns to scale

dapat mempengaruhi transmisi harga secara vertikal.

4) Produk yang homogen dan differensiasi

Tingkat substitusi pada konsumsi barang serupa yang diproduksi pada dua buah negara berbeda akan mempengaruhi integrasi pasar dan transmisi harga.

5) Nilai Tukar

Pengaruh perubahan nilai tukar suatu mata uang terhadap mata uang lain akan memiliki pengaruh pada kemampuan sebuah perusahaan untuk membedakan harga yang bergantung pada tujuan (price-to-market behaviour), struktur pasar, produk non-homogen, dan biaya pada perusahaan.


(41)

25

Hal ini secara langsung mempengaruhi transmisi harga spasial, antara lain kebijakan perdagangan, sedangkan kebijakan domestik yang berkenaan dengan harga akan mempengaruhi transmisi harga secara vertikal dan spasial.

3.1.4 Model VAR (Vector Autoregression)

VAR atau Vector Autoregression, merupakan model yang dikembangkan oleh Sims pada tahun 1980, sebagai alternatif pendekatan permodelan ekonomi dinamis, yang nyatanya diketahui banyak hubungan antara variabel-variabel yang saling berkaitan digunakan dalam model persamaan simultan (Enders 1995). Sims mengembangkan model VAR dengan asumsi, jika terdapat hubungan simultan antara variabel-variabel yang diobservasi maka variabel tersebut perlu mendapat perlakuan yang sama, sehingga atas dasar itu muncul model VAR.

VAR merupakan sebuah model non struktural, karena model ini dibangun dengan pertimbangan pendekatan teori yang minimal agar mampu menangkap sebuah fenomena ekonomi dengan baik. Dalam model VAR interaksi dinamis antar variabel yang menjadi bahan perhatian utama. VAR dibagi menjadi tiga jenis, (1) VAR in level, jika data yang digunakan sudah stasioner, (2) VAR in difference, jika data yang digunakan belum stasioner dan tidak ada kointegrasi antara variabel-variabel yang digunakan dalam model, dan (3) VECM (Vector

Eror Correction Model), jika data yang digunakan belum stasioner dan ada

kointegrasi antara variabel yang digunakan dalam model (Widarjono 2010).

3.1.5 Model VECM (Vector Error Correction Model)

Model VECM disusun apabila ternyata setelah melakukan Uji Johansen, variabel-variabel time series menunjukkan adanya kointegrasi, hubungan jangka panjang. VECM bertujuan untuk merestriksi hubungan perilaku jangka panjang antar variabel yang ada agar konvergen ke dalam hubungan kointegrasi namun masih memberikan perubahan-perubahan dinamis dalam jangka pendek. Model ini deviasi jangka panjang akan dikoreksi secara bertahap melalui penyesuaian parsial jangka pendek (Error Correction) (Widarjono 2010).


(42)

26 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Terdapat beberapa masalah yang menjadi isu dalam industri teh nasional, mulai dari hilir, on farm, hingga hulu, seperti biaya produksi yang cenderung naik, dibutuhkannya klon unggul untuk meningkatkan produktivitas petani teh, perlunya alat pengolahan yang modern, hingga perlunya sistem pemasaran yang baik. Mengatasi hal ini, Dewan Teh Indonesia menyusun Gerakan Penyelamatan Agribisnis Teh Nasional yang mencakup perbaikan perkebunan teh rakyat, perbaikan gabungan kelompok tani, penguatan lembaga riset teh, penyempurnaan Standar Nasional Indonesia (SNI) hasil teh yang mengakomodasi standar-standar dunia, penambahan pabrik pengolahan dan peremajaan pabrik yang sudah ada, dan yang terakhir penguatan lembaga pemasaran teh, khususnya Jakarta Tea

Auction, yang dipegang oleh PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (PT.

KPB Nusantara).

Salah satu permasalahan yang menjadi isu penting dalam lembaga pemasaran adalah harga pasar lelang teh nasional (Jakarta Tea Auction), karena mayoritas produksi teh nasional dijual melalui mekanisme lelang di Jakarta Tea

Auction. Harga yang terjadi di Jakarta Tea Auction menjadi acuan bagi produsen

teh dalam merencanakan komposisi produksi teh mereka pada auction yang akan datang. Tidak hanya berpengaruh pada pihak pekebunan negara, harga yang terjadi pada Jakarta Tea Auction juga akan mempengaruhi harga jual yang teh yang terjadi di dalam negeri. Sehingga harga pelelangan yang terjadi pada Jakarta

Tea Auction menjadi faktor penting bagi produsen teh nasional dalam

merencanakan produksinya.

Hingga saat ini harga teh yang dilelang di Jakarta Tea Auction masih diduga dengan menggunakan model Naive Forecasting, yang terkadang menyebabkan beberapa produsen teh masih kesulitan dalam menduga grade yang sedang diminati pada pasar lelang yang akan datang. Selain itu, harga lelang yang cenderung fluktuatif juga membuat beberapa produsen penghasil teh masih kesulitan dalam menduga pergerakan harga teh yang akan datang, dikarenakan belum tentu jumlah yang terjual pada auction yang akan datang, sama dengan jumlah yang terjual saat ini. Ketidakseimbangan informasi ini menjadi sebuah


(43)

27

masalah bagi produsen yang menjual pasarnya di pasar lelang untuk membuat rencana produksinya, mengingat teh memiliki banyak grade.

Ini mengindikasikan pentingnya sebuah riset pasar (market research) guna mendapatkan gambaran mengenai industri teh dalam tingkat grade, informasi yang didapat akan mempermudah perencanaan produksi dan pemasaran dari produsen teh. Apabila produsen dapat melihat bagaimana fluktuasi harga pasar, pengaruh dari kompetitor terhadap produk yang dijual, dan pendugaan harga yang akan datang, hal ini akan mempermudah produsen teh dalam menyusun strategi pemasaran dan produksinya yang akan datang.

Beberapa tahun terakhir ini, harga teh Indonesia khususnya grade BOP

(Broken Orange Pekoe), BOPF (Broken Orange Pekoe Fanning), PF (Pekoe

Fanning), BP (Broken Pekoe), dan Dust menunjukkan perkembangan harga yang

baik. Hal ini dapat menjadi peluang bagi produsen teh dalam mengembangkan perencanaan produksinya, karena jika produsen dapat mengetahui informasi mengenai grade apa yang sedang diminati saat auction (pelelangan) selanjutnya, maka pihak perkebunan dapat dengan mudah mengubah komposisi produksinya agar dapat memperoleh keuntungan.

Harga teh Indonesia yang fluktuatif selain disebabkan oleh mekanisme

supply dan demand, diduga dipengaruhi oleh harga teh lelang luar negeri seperti

Colombo Tea Auction, dan Mombasa Tea Auction, dikarenakan saat ini terjadi liberalisasi perdagangan. Sehingga timbul dugaan bahwa harga Jakarta Tea

Auction tidak dapat berdiri sendiri, jadi akan lebih baik jika permodelan

pendugaan harga dibahas dengan menggunakan permodelan multivariate.

Data harga teh yang dibahas dalam penelitian ini adalah data harga teh

grade Dust orthodoks, karena grade ini dilelang di tiga tempat yakni Jakarta Tea Auction, Colombo Tea Auction dan Guwahati Tea Auction. Selain itu, grade Dust juga merupakan salah satu grade yang diminati di pasar lelang, karena digunakan sebagai bahan baku untuk tea bag. Dalam penelitian ini dilihat mengenai volatilitas harga teh pada ketiga auction tersebut, guna mendapatkan gabaran mengenai keadaan pasar teh grade Dust. Selain melihat volatilitas, dalam penelitian ini melihat apakah terdapat hubungan antara Jakarta Tea Auction


(44)

28 Jakarta Tea Auction, jika harga di salah satu tempat lelang mengalami shock, sehingga dapat diperoleh sebuah kesimpulan apakah Jakarta Tea Auction sudah dapat merespon informasi yang ada di pasar teh luar negeri dengan baik atau tidak.

Model VAR (Vector Autoregression) merupakan sebuah model yang dapat menggambarkan hubungan antara beberapa variabel time series. Sehingga dengan menggunakan VAR diharapkan dapat ditemukan model dinamis yang dapat menduga dan menggambarkan hubungan antara harga Jakarta Tea Auction

dengan harga di kedua tempat lelang teh lainnya dan bagaimana dampaknya jika salah satu variabel mengalami goncangan (shock) melalui fungsi respon impuls. Dalam model VAR seluruh variabel dianggap saling berhubungan satu sama lain, sehingga lebih mudah untuk membuat pendugaan yang tidak terkait dengan teori. Membuat metode VAR menjadi sebuah metode yang diminati untuk menggambarkan suatu fenomena bisnis tertentu.

Selain itu metode VAR juga dapat digunakan untuk menduga pergerakan harga teh grade Dust di masa mendatang. Sehingga diharapkan dapat berguna bagi pembuat kebijakan, bagi Dewan Teh Indonesia dan PT. KPB Nusantara untuk membuat strategi pengembangan komoditi teh khususnya grade Dust ke depannya dan bagi produsen teh untuk merencanakan bagaimana produksinya selanjutnya. Dari pemaparan di atas maka dapat digambarkan kerangka operasional dari penelitian ini (lihat Gambar 3).


(45)

29 Keterangan : - - - - : diluar cakupan penelitian ini

: yang dibahas dalam penelitian ini Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional.

Rencana Dewan Teh Indonesia

Harga Teh Grade Dust

Jakarta Tea Auction

Diduga dipengaruhi; 1. Colombo Tea

Auction

2. Guwahati Tea Auction

Gerakan Penyelamatan Agribisnis Teh Nasional Membahas mengenai

Komoditas Teh Nasional

Perumusan strategi dalam menghadapi volatilitas harga

di Jakarta Tea Auction Umpan Balik

VAR (Vector Autoregression)

Pemasaran


(46)

IV METODE PENELITIAN

1.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga April 2011. Penelitian dilakukan dengan mengunjungi PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (PT. KPB Nusantara). Penentuan tempat dilakukan secara sengaja (purposive) karena tempat yang dikunjungi memiliki informasi mengenai pergerakan harga teh internasional.

1.2. Data dan Instrumentasi

Penelitian ini menggunakan yang diperoleh melalui studi pustaka di Biro Pusat Statistik, Direktorat Jenderal Perkebunan (DitJenBun), Perpustakaan Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) Gambung, dan Perpustakaan Teknologi Pangan, Bogor. Data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain; data harga rata-rata

teh grade Dust per lelang yang dilaksanakan setiap seminggu sekali yang ada di

Jakarta Tea Auction (bersumber dari Auction Report Jakarta Tea Auction yang dilaksanakan oleh PT. KPB Nusantara), harga rataan Dust di Colombo Tea Auction (bersumber dari Market Report John Keels Ltd.), dan harga rata-rata Dust

di Mombasa Tea Auction (bersumber darisitus Assam Exchange), dengan rentang

data dari auction minggu ketiga Februari 2009 hingga minggu kedua April 2011. Selain itu diperoleh juga beberapa informasi tambahan melalui situs web internet, makalah dan jurnal penelitian.

1.3. Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan model VAR yang diperkenalkan oleh Sims pada tahun 1980, berdasarkan pemaparan Enders (1995), Widarjono (2010), dan Gujarati (2003). Software yang digunakan dalam penelitian ini antara lain; Microsoft Excel untuk membuat tabulasi data, Minitab 14, dan Eviews 7 untuk mengolah data model VAR. Secara garis besar, langkah-langkah untuk menggunakan metode VAR dalam sebuah penelitian adalah sebagai berikut;


(47)

31 Gambar 4. Skema Penyusunan Model VAR

Sumber : Widarjono (2010)

1. Identifikasi Data

Identifikasi data time series yang sudah disediakan. Identifikasi ini bertujuan untuk melihat apakah data memiliki komponen musiman atau tidak, dan identifikasi terhadap kestasioneran model. Jika data masih belum stasioner maka dilakukan pembedaan (differencing). Pembedaan diperoleh dengan mengurangi nilai dua pengamatan yang berurutan pada data dengan formulasi; ΔYt = Yt-Yt-1.

Jika dalam differencing pertama data masih belum stasioner maka dilakukan differencing kedua, dan seterusnya hingga seluruh data stasioner. Pengujian kestasioneran data dilakukan menggunakan uji Augmented Dickey Fuller:

∑     ∑    ∑   Dimana :

Y = variabel yang diamati

Data Time Series

Tidak Ada Kointegrasi

Ada Kointegrasi Belum Stasioner

Stasioner

VAR in difference

(VARD)

VECM (Vector Error Correction) Model)

Uji Kointegrasi Johansen

Differencing (Pembedaan) Data VAR in level

Uji Stasioneritas Data (Uji Augmented Dickey Fuller)


(1)

65

Henke JE. 2005. Business Forecasting. Eighth Edition. America: Pearson Prentice Hall.

[ITC] International Tea Committee. 2009. Annual Buletin of Statistics 2009. London: International Tea Committee.

Irawan B. 2007. Fluktuasi Harga, Transmisi Harga dan Margin Pemasaran Sayuran dan Buah. Analisa Kebijakan Pertanian Vol. 5 No. 4 Desember 2007 : 358-373.

[Kementan] Kementrian Pertanian. 2010. Rencana Strategis Pertanian 2010-2014. Jakarta: Kementrian Pertanian.

Kotler P. 1991. Marketing Management; Analysis, Planning, Implementation, & Control. Seventh Edition. USA: Prentice-Hall Inc.

Kusnanti VR, Widiyanti T. 2007. Research on the Supply Chain in the Tea Sector in Indonesia. Solo: The Business Watch Indonesia.

Mardjoko T. 2004. Pasar Lelang: Harapan baru memperbaiki posisi tawar petani. www.pdfio.com/k-201862.html, [29 April 2011]

Nazaruddin, Paimin FB. 1993. Pembudidayaan dan Pengolahan Teh. Cetakan I. Jakarta: Penebar Swadaya.

Nazir M. 2005. Metode Penelitian. Cetakan Keenam. Bogor: Ghalia Indonesia. Ngadijarno FX, Laksito NE, Listiani, I.I. 2006. Lelang:Teori dan Praktek.

Jakarta: Lembaga Pengkajian Keuangan Publik dan Akuntansi Pemerintah (LPKPAP)

Priyadi U, Susantun I, Dewanta AS. 2004. Analisis Distribusi Ayam Broiler di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 9 No.2 Desember 2004: 193-205

[PPTK] Pusat Penelitian Teh dan Kina. 2006. Petunjuk Kultur Teknis Tanaman Teh. Edisi Ketiga. Bandung: Pusat Penelitian Teh dan Kina.

[PPTK] Pusat Penelitian Teh dan Kina. 2008. Petunjuk Teknis Pengolahan Teh.

Edisi Kedua. Bandung: Pusat Penelitian Teh dan Kina.

Rifin A. 2009. Price Linkage Between Price of Crude Pal Oil (CPO) and Cooking Price Oil in Indonesia. Di dalam International Association of Agricultural Economists Conference, 16-22 Agustus 2009. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

[SLTB] Sri Lanka Tea Board. 2011. Adjusted Monthly Tea Production 2010. http://www.pureceylontea.com/Whats%20New/2010%20Monthly%20Prod uction%20-%20Final%20Revision.pdf [28 juli 2011]


(2)

66

[SLTB] Sri Lanka Tea Board. 2010. Adjusted Monthly Tea Production 2009. http://www.pureceylontea.com/Whats%20New/2009.Monthly%20Productio n.Final%20Revision.pdf [28 juli 2011]

[SLTB] Sri Lanka Tea Board. 2009. Adjusted Monthly Tea Production 2008. http://www.pureceylontea.com/Whats%20New/2008%20Revised%20Mont hly%20Production.pdf [28 juli 2011]

Suharyanto, Parwanti IAP, Rinaldi J. 2008. Analisis Pemasaran dan Tata Niaga Anggur di Bali. Socio Economic of Agriculture and Agribusiness Vol. 08 No. 1 Februari 2008 : 1-16

Sumaryanto. 2009. Analisis Volatilitas Harga Eceran Beberapa Komoditas Pangan Utama Dengan Model ARCH/GARCH. Jurnal Agro Ekonomi

Vol.27 No. 2. Oktober 2009: 135-163.

Suprihatini R, Gumbira-Sa‘id E, Marimin, Syamsul M. 2004. Peta Selera Pasar Teh Dunia. Jurnal Manajemen dan Agribisnis Vol.1. No.2. Oktober 2004: 103-112.

Widarjono A. 2010. Ekonometrika Pengantar dan Aplikasinya. Yogyakarta: Ekonisia.


(3)

(4)

68

Lampiran 1. Tabel Fungsi Respon Impuls Jakarta Tea Auction

Response of LOG(JTA):

Period LOG(JTA) LOG(CTA) LOG(GTA)

1 0.041759 0.000000 0.000000

2 0.036048 0.001534 -0.000391

3 0.031176 0.002717 -0.000671

4 0.027014 0.003612 -0.000865

5 0.023452 0.004271 -0.000992

6 0.020398 0.004738 -0.001068

7 0.017777 0.005050 -0.001104

8 0.015522 0.005237 -0.001110

9 0.013579 0.005323 -0.001096

10 0.011902 0.005331 -0.001065

Response of LOG(CTA):

Period LOG(JTA) LOG(CTA) LOG(GTA)

1 0.004960 0.042151 0.000000

2 0.004981 0.038443 -0.000148

3 0.004950 0.035078 -0.000264

4 0.004877 0.032022 -0.000354

5 0.004771 0.029246 -0.000421

6 0.004639 0.026722 -0.000471

7 0.004487 0.024426 -0.000505

8 0.004321 0.022337 -0.000527

9 0.004145 0.020434 -0.000539

10 0.003962 0.018700 -0.000543

Response of LOG(GTA):

Period LOG(JTA) LOG(CTA) LOG(GTA)

1 -0.007787 0.002430 0.082983

2 -0.013617 0.001947 0.070133

3 -0.017583 0.001290 0.059339

4 -0.020116 0.000545 0.050264

5 -0.021557 -0.000228 0.042627

6 -0.022175 -0.000985 0.036194

7 -0.022183 -0.001697 0.030770

8 -0.021749 -0.002345 0.026192

9 -0.021003 -0.002919 0.022324

10 -0.020044 -0.003414 0.019053

Cholesky Ordering: LOG(JTA) LOG(CTA) LOG(GTA)


(5)

69

Lampiran 2. Grafik Fungsi Respon Impuls Jakarta Tea Auction

-.01 .00 .01 .02 .03 .04 .05

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of LOG(JTA) to LOG(JTA)

-.01 .00 .01 .02 .03 .04 .05

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of LOG(JTA) to LOG(CTA)

-.01 .00 .01 .02 .03 .04 .05

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of LOG(JTA) to LOG(GTA)


(6)

70

Lampiran 3. Hasil Perhitungan Perbandingan Peramalan Naive Forecasting Jakarta Tea Auction dengan model VAR

110 99 88 77 66 55 44 33 22 11 1 2,6

2,4

2,2

2,0

1,8

Index

JT

A

Length 1 Mov ing A v erage

MAPE 2,87249 MAD 0,06225 MSD 0,00876 A ccuracy Measures

Actual Fits Variable

Moving Average Plot for JTA

Penentuan MSE Model Naive Forecasting dan VAR 1) MSE Naive Forecasting

∑ ̂ ⁄ 3,86147E-05

2) MSE VAR Forecasting