31
BAB II DESKRIPSI INDONESIA DALAM PENERAPAN ASEAN POLITICAL-
SECURITY COMMUNITY
2.1. Kondisi Keamanan Non Tradisional
Cetak biru APSC mengatur kondisi-kondisi yang termasuk dalam kategori keamanan non tradisional dan juga langkah-langkah pencegahan dan
penanganannya. Berikut adalah kondisi yang termasuk dalam kategori keamanan non tradisional menurut poin-poin dalam bagian B.3 cetak biru APSC yang terjadi
di Indonesia :
2.1.1. Terorisme
Sejak serangan terorisme meruntuhkan gedung kembar World Trade Center WTC di New York dan sebagian gedung Pentagon di Washington, DC.
tanggal 11 September 2001 isu terorisme global menjadi perhatian semua aktor politik dunia baik negara maupun non negara.
57
Mulai saat itu, Amerika Serikat melakukan kampanye besar-besaran dalam melawan terorisme. Pada kampanye
anti teroris, beberapa negara, termasuk negara-negara ASEAN, secara langsung bertanggung jawab dalam penangkapan teroris dengan menggolongkan dan
menerapkan tindakan keamanan internal pada setiap negara masing-masing.
58
Negara-negara di kawasan ASEAN sendiri tidak lepas dari aksi terorisme. Keberadaan jaringan teroris Al-Qaeda di kawasan Asia Tenggara dituding
57
Aleksius Jemadu, Politik Global dalam Teori dan Praktik edisi 2 Yogyakarta : Graha Ilmu, 2014 hal.125
58
Teroris Di Indonesia Dan Usaha-Usaha Yang Diambil Untuk Mengalahkan Masalah Jakarta, 20 September 2003 diunduh dari http:www.interpol.go.ididkejahatan-transnasionalterrorisme69-teroris-di-
indonesia-dan-usaha-usaha-yang-diambil-untuk-mengalahkan-masalah?format=pdf diakses pada 10 Maret 2016 pukul 10.19 WIB
Universitas Sumatera Utara
32
menjadi bangkitnya gerakan Islam Radikal di kawasan ini menjadi kelompok teroris yang melakukan operasi di Filipina, Thailand, Singapura, Malaysia dan
Indonesia. Adapun kelompok-kelompok Islam radikal yang telah berkembang menjadi kelompok teroris adalah Moro Islamic Liberation Front MILF, dan Abu
Sayyaf Group ASG di Filipina; Laskar Jundullah di Indonesia; Kumpulan Mujahidin Malaysia KMM di Malaysia; Jemmah Salafiyah di Thailand; Arakan
Rohingya Nationalist Organization ARNO dan Rohingya Solidarity Organization RSO di Myanmar dan Bangladesh; dan Jemaah Islamiyah JI,
merupakan salah satu jaringan yang berkembang sampai ke Australia.
59
Kemunculan kelompok-kelompok ini sendiri tidak hanya dapat dilihat dari ajaran Islam radikal yang dibawakan oleh Al-Qaeda. Kelompok-kelompok ini
sendiri memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kelompok teroris di Filipina dan Thailand misalnya, selain sebagai gerakan yang muncul karena ajaran agama,
kelompok ini hadir sebagai wujud gerakan separatis. Gerakan separatis ini menuntut wilayah yang didudukinya untuk dilepas dan dijadikan negara sendiri
karena merasa tidak diperdulikan oleh pemerintah nasional yang sedang berkuasa. Akibat kepentingan yang dimiliki oleh jaringan teroris Al-Qaeda yang melakukan
perang terhadap pasukan Unisovyet maka jaringan teroris Al-Qaeda memberikan pelatihan dan bantuan dana untuk membantu kelompok-kelompok Islam radikal
yang berada di Asia Tenggara dalam mencapai tujuan dan motivasi kelompok-
59
Vasperton Sinambela. 2015. Kepentingan Indonesia Dalam Konvensi Asean Tentang Pemberantasan Terorisme Asean Convention On Counter Terrorism. hal. 55 diunduh dari
http:repository.usu.ac.idbitstream 123456789454633Chapter20II.pdf diakses pada 21 Juni 2016 pukul 11.53 WIB.
Universitas Sumatera Utara
33
kelompok radikal tersebut di masing-masing negara. Dibalik pelatihan dan bantuan yang diberikan oleh jaringan teroris Al-Qaeda ada kepentingan jaringan
Al-Qaeda di dalamnya yaitu mendapatkan bantuan relawan yang akan melakukan perang terhadap Unisovyet dan memasukkan paham ideologi untuk menegakkan
Khalifah Islam dengan menentang dominasi barat yaitu AS dan sekutunya.
60
Terkhusus di Indonesia, terdapat Jama’ah Islamiyah JI sebagai kelompok teroris terbesar dan paling banyak menjadi otak dibalik serangkaian aksi
terorisme. Pada awalnya, kelompok ini tidak begitu dikenal luas dan tidak diwaspadai oleh masyarakat, hingga Indonesia dituduh tidak serius dalam
menanggapi masalah terorisme. Namun kondisi itu mulai berubah sejak terjadinya peristiwa Bom Bali pada 12 Oktober 2002, yang menewaskan 202 orang dan
melukai 235 orang.
61
Kasus terorisme menjadi pembahasan utama dan menarik perhatian secara luas. Serangkaian aksi terorisme kembali terjadi dan JI masih dianggap sebagai
kelompok paling bertanggung jawab atas serangan tersebut. Selain kelompok JI, ancaman kasus terorisme saat ini berasal dari Santoso bersama kelompoknya
Mujahidin Indonesia Timur. Kelompok teroris tersebut telah menyatakan berbaiat atau memberi dukungan kepada ISIS.
62
60
Ibid. hal 56.
61
Teroris Di Indonesia Dan Usaha-Usaha Yang Diambil Untuk Mengalahkan Masalah Jakarta, 20 September 2003 diunduh dari http:www.interpol.go.ididkejahatan-transnasionalterrorisme69-teroris-di-
indonesia-dan-usaha-usaha-yang-diambil-untuk-mengalahkan-masalah?format=pdf diakses pada 10 Maret 2016 pukul 10.19 WIB
62
Lihat : Selamat Ginting. Kiblat Radikalisme Mengapa Mujahidin Indonesia Timur MIT menjadi sentral dari gerakan jaringan kelompok terduga teroris di Indonesia? diakses dari http:www.republika.
co.idberitakoranteraju160112o0tyga1-kiblat-radikalisme-mengapa-mujahidin-indonesia-timur-mit-
Universitas Sumatera Utara
34
Menurut data Polri, terdapat seribu orang yang ditangkap sejak tahun 2000 terkait kasus terorisme. Jumlah tersebut sudah termasuk 97 tersangka yang
meninggal di tempat perkara, dua belas pelaku yang mati karena bom bunuh diri, tiga orang teror yang dihukum mati yaitu, Amrozi, Ali Gufron, dan Imam
Samudera. Kemudian, 27 orang yang masih disidik Densus 88Antiteror, 296 orang yang telah menjalani hukuman, 28 orang yang masih disidang, 451 orang
yang telah bebas dari penjara, dan 86 orang yang tertangkap lalu dipulangkan karena tidak terbukti. Selain dari seribu orang tersebut terdapat dua penangkapan
terkait perkembangan ISIS di Indonesia, dan pengungkapan pabrik senjata milik Jamaah Islamiyah di Solo. Selanjutnya ada pula penangkapan empat orang WNA
yang hendak gabung dengan kelompok Santoso dan pemulangan 12 orang dari Malaysia terkait ISIS.
63
2.1.2. Narkoba