Latar Belakang Posisi Indonesia Dalam Penerapan Asean Political-Security Community (Studi Analisis Realisme dalam Hubungan Internasional)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kawasan Asia Tenggara merupakan salah satu wilayah yang dihuni oleh beberapa negara. Istilah Asia Tenggara pertama kali diperkenalkan oleh pasukan sekutu yang terdapat di wilayah Asia Tenggara pada waktu itu dengan nama Komando Asia Tenggara Southeast Asia Command yang berpangkalan di Kolombo, karena wilayah Asia Tenggara sedang diduduki oleh Jepang selama perang dunia II berlangsung. 1 Persaingan antara kedua blok tersebut menjadikan kawasan ini tempat persaingan militer antara kedua kekuatan adidaya tersebut pula. Blok Komunis di bawah komando Uni Soviet menempatkan pangkalan militernya di Vietnam, sedangkan blok Barat di bawah komando Amerika Serikat menempatkan pangkalan militernya di Filipina. Secara geopolitik dan geoekonomi, kawasan ini memiliki nilai strategis. Hal itu terbukti pada masa perang dingin antara blok Barat dan blok Timur terdapat persaingan yang terlihat jelas dengan konflik Vietnam Utara yang dikuasai oleh komunis atau Uni Soviet dan Vietnam Selatan yang dikuasai oleh Amerika Serikat. 2 1 Sjamsudar Dam, Riswandi. 1995. Kerja Sama ASEAN : Latar Belakang, Perkembangan, dan Masa Depan Jakarta: Ghalia Indonesia, hlm 17. 2 Tim Penyusun. 2010. ASEAN Selayang Pandang Edisi ke-19 Tahun 2010 Jakarta: Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, hal. 1. Selain konflik dari dua negara adidaya tersebut, negara-negara di kawasan ini juga terlibat konflik masing-masing seperti yang Universitas Sumatera Utara 2 terjadi antara Laos, Kamboja, dan Vietnam, kemudian konflik bilateral antara Indonesia dengan Malaysia. Situasi persaingan tersebut menyebabkan kekhawatiran dari pemimpin negara-negara di kawasan ini akan terjadinya konflik bersenjata yang merugikan. Kesadaran itu kemudian menimbulkan gagasan untuk membentuk suatu kerjasama agar tidak terjadi saling curiga di antara negara-negara di kawasan ini. Untuk mewujudkan gagasan para pemimpin tersebut beberapa inisiatif yang telah dilakukan, antara lain, adalah pembentukan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara Association of Southeast Asia ASA, Malaya–Philippina–Indonesia MAPHILINDO, Traktat Organisasi Asia Tenggara South East Asia Treaty Organization SEATO, dan Dewan Asia-Pasifik Asia and Pacific Council ASPAC. 3 Menanggapi hal itu Menteri Luar Negeri Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand melakukan berbagai pertemuan konsultatif secara intens. Sehingga disepakati suatu rancangan Deklarasi Bersama Joint Declaration yang isinya mencakup, kesadaran perlunya meningkatkan saling pengertian untuk hidup bertetangga secara baik dan membina kerja sama yang bermanfaat di antara negara-negara di kawasan yang terikat oleh pertalian sejarah dan budaya. Pembentukan berbagai aliansi atau usaha mengikat negara-negara di kawasan itu tidak berlangsung dengan mudah. Kegagalan dari pembentukan ikatan sebelumnya kembali menimbulkan gagasan untuk dapat hidup berdampingan antara negara-negara di kawasan ini secara damai dan aman. 4 3 Ibid, hal. 2. 4 Ibid. Sebagai Universitas Sumatera Utara 3 tindak lanjut dari kesepakatan pembentukan deklarasi itu maka tepat pada tanggal 8 Agustus 1967 bertempat di Bangkok dilakukan pertemuan perwakilan dari lima negara yaitu, Indonesia, Malaysia, Thailand, Singapura, dan Filipina menandatangani deklarasi ASEAN atau sering juga disebut deklarasi Bangkok. Deklarasi tersebut menjadi pertanda berdirinya suatu organisasi regional yang dinamai Association of Southeast Asia Nations ASEAN. Sejak awal didirikannya ASEAN bercita-cita untuk mewujudkan Asia Tenggara bersatu, sehingga keanggotaan ASEAN telah mengalami perluasan menjadi sepuluh negara Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Brunei Darussalam 1984, Vietnam 1995, Laos 1997, Myanmar 1997, dan Cambodia 1999. 5 Peningkatan potensi masalah ini kemudian menimbulkan kritik terhadap ASEAN sebagai suatu organisasi yang dianggap tidak begitu memiliki kekuatan dalam menyelesaikan permasalahan anggotanya. Prinsip non-intervensi dianggap sebagai salah satu penyebabnya. Prinsip tersebut menjadi dasar utama dalam hubungan antarnegara anggota dan dipegang teguh oleh para negara anggotanya dengan dasar sovereignty. Peningkatan kuantitas anggota ini secara otomatis meningkatkan potensi sengketa antar negara anggota ASEAN baik itu masalah keamanan, perbatasan, ketenagakerjaan, dan berbagai masalah lainnya. 6 5 C.P.F. Luhulima, dkk. 2008. Masyarakat Asia Tenggara Menuju Komunitas ASEAN 2015. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal. 4. 6 Ibid. hal. 4 Prinsip yang berhasil mempersatukan ASEAN selama 40 tahun tersebut apabila dapat dilakukan lebih fleksibel diperkirakan dapat Universitas Sumatera Utara 4 membuka peluang penyelesaian permasalahan internal dari negara-negara anggotanya. Keadaan ini menimbulkan kesadaran dari negara-negara anggota bahwa ASEAN belum mewujudkan suatu perasaan kolektif yang menjadikan negara- negara ASEAN sebagai keluarga. Keinginan untuk menciptakan suatu perasaan kolektif ini diwujudkan dengan ide pembentukan komunitas Asia Tenggara yang “saling perduli dan berbagi” yang disampaikan pada 15 Desember 1997 di Kuala Lumpur yang dikenal dengan “ASEAN Vision 2020”. Angka 2020 adalah sama dengan batas akhir dari transisi menuju globalisasi ekonomi yang pada saat itu ditandai oleh kebebasa arus barang, jasa dan orang pada skala dunia. 7 Selanjutnya, untuk merealisasikan harapan tersebut, ASEAN mengesahkan Bali Concord II pada KTT ASEAN ke-9 di Bali tahun 2003 yang menyepakati pembentukan Komunitas ASEAN ASEAN Community. Kondisi persaingan global yang bebas itu diperkirakan akan memberikan dampak yang dahsyat bagi kawasan Asia Tenggara hingga dibutuhkan suatu komunitas yang akan membentuk rasa kebersamaan dalam menghadapi persaingan global. 8 7 Ibid. hal. 5 8 Tim Penyusun. 2010. ASEAN Selayang Pandang Edisi ke-19 Tahun 2010. Jakarta: Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia hal.4. Para pemimpin negara- negara ASEAN memproklamirkan pembentukan komunitas ASEAN ASEAN Community yang terdiri atas tiga pilar, yakni Komunitas Kemanan ASEAN ASEAN Security Community- ASC, Komunitas Ekonomi ASEAN ASEAN Economic Community-AEC, dan Komunitas Sosial-Budaya ASEAN ASEAN Socio-Cultural Community-ASCC yang saling mengikat dan memperkuat untuk Universitas Sumatera Utara 5 mencapai tujuan bersama demi menjamin perdamaian yang dapat dipertahankan, stabilitas dan kemakmuran yang terbagi di kawasan Asia Tenggara. 9 Pada KTT ASEAN ke-10 di Vientiane, Laos, tahun 2004, konsep Komunitas ASEAN mengalami kemajuan dengan disetujuinya tiga Rencana Aksi Plan of Action PoA untuk masing-masing pilar. 10 Ketiga rencana aksi tersebut dimasukkan ke dalam Vientiane Action Programme VAP sebagai pedoman ASEAN untuk jangka pendek dan menengah 2004-2010 yang terfokus pada usaha untuk melakukan integrasi dan persempitan kesenjangan di dalam ASEAN. Selanjutnya KTT ASEAN ke-11 pada tahun 2006 di Kuala Lumpur mendeklarasikan pembentukan piagam ASEAN. 11 Selanjutnya, pada KTT ASEAN ke-12 di Cebu, Filipina, melalui Deklarasi Cebu mengenai Cetak Biru Piagam ASEAN para Kepala NegaraPemerintahan ASEAN kemudian menginstruksikan para Menteri Luar Negeri negara-negara ASEAN untuk membentuk Gugus Tugas Tingkat Tinggi mengenai penyusunan Piagam ASEAN High Level Task Force on the drafting of the ASEAN CharterHLTF, yang akan menindaklanjuti hasil rekomendasi EPG menjadi suatu draf Piagam ASEAN. 12 9 C.P.F. Luhulima, dkk. Op Cit. hal. 5-6. 10 Tim Penyusun. Op Cit. hal. 4. 11 Ibid. hal. 7. 12 Ibid. hal. 7-8. Melalui perundingan yang panjang dari para pemimpin negara-negara ASEAN, maka pada KTT ASEAN ke-13 di Singapura tahun 2007 ditandatanganilah Piagam ASEAN yang terdiri atas Mukadimah, 13 Bab, 55 Pasal, dan lampiran-lampiran lainnya. Universitas Sumatera Utara 6 Melalui penandatanganan itu maka dimulailah proses ratifikasi oleh kesepuluh negara anggota ASEAN. Hingga pada 15 Desember 2008 mulailah diberlakukan Piagam ASEAN tersebut setelah semua negara melakukan ratifikasi dan menyampaikan instrumen ratifikasinya kepada Sekretariat ASEAN. Piagam ASEAN ASEAN Charter mengubah ASEAN dari organisasi yang longgar loose association menjadi organisasi yang berdasarkan hukum rules-based organization dan menjadi subjek hukum legal personality. 13 Sebelum diterapkannya Piagam ASEAN tersebut, tepatnya pada KTT ASEAN ke -12 yang diselenggarakan di Cebu, Filipina telah disepakati percepatan pembentukan komunitas ASEAN di tahun 2015 dan pembentukan Cetak Biru dari ketiga pilar komunitas ASEAN. Para pemimpin negara-negara di ASEAN sepakat untuk mewujudkan One Caring and Sharing Community pada 2015 atau lima tahun lebih awal dibandingkan kesepakatan di Kuala Lumpur pada tahun 1997. Komunitas ASEAN akan diwarnai pencapaian kerja sama, solidaritas, bersama melawan kemiskinan, dan menikmati rasa aman, termasuk keamanan manusia human security. 14 Rasa aman yang dimaksud ini merupakan salah satu hal yang ingin diwujudkan oleh salah satu pilar Komunitas ASEAN yaitu Komunitas Keamanan ASEAN. Penggunaan istilah Komunitas Keamanan ASEAN ASEAN Security CommunityASC sebagaimana dicantumkan di dalam Rencana Aksi Vientianne Vientianne Action PlanVAP diubah menjadi Komunitas Politik-Keamanan 13 Ibid. hlm 5. 14 C.P.F. Luhulima, dkk. Op Cit. hal. 6. Universitas Sumatera Utara 7 ASEAN ASEAN Political-Security CommunityAPSC sebagaimana dipakai dalam Piagam ASEAN. 15 Komunitas keamanan ini sendiri merupakan konsep yang berbeda dari aliansi dan sistem keamanan kolektif. Aliansi tumbuh sebagai akibat dari munculnya persepsi tentang adanya musuh bersama atau ancaman luar. Komunitas keamanan sebaliknya, tumbuh dari kehadiran kepentingan dan identitas bersama di antara-negara anggotanya. 16 Komunitas keamanan juga berbeda dari sistem keamanan kolektif. Sistem keamanan kolektif menekankan pemberian sanksi terhadap negara yang melanggar aturan. Kemudian, sistem ini juga mendukung penggunaan kekuatan militer dalam menyelesaikan masalah. Sedangkan komunitas keamanan sangat menghindari hal-hal tersebut. Komunitas keamanan mengupayakan adanya penciptaan suatu identitas bersama dari tiap negara anggotanya secara bersama dan terus menerus hingga dapat menjaga stabilitas negara-negara anggotanya. 17 a. Komunitas Berbasis Aturan dengan Nilai dan Norma Bersama A Rules-based Community of Shared Values and Norms Berdasarkan hal tersebut, Komunitas Politik-Keamanan ASEAN membentuk suatu cetak biru untuk menjadi acuan dari pelaksanaan komunitas politik- keamanan tersebut. Cetak biru dari Komunitas Politik-Keamanan ASEAN atau yang sering disebut APSC Blueprint tersebut mengandung tiga karasteriktik utama. Tiga karakteristik tersebut adalah : 15 Tim Penyusun. Op Cit. hal. 20. 16 Bambang Cipto. 2010. Hubungan Internasional di Asia Tenggara : Teropong Terhadap Dinamika, Kondisi Riil, dan Masa Depan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, hal. 7. 17 Lihat : Ibid. hal.7-8. Universitas Sumatera Utara 8 b. Sebuah Wilayah Terpadu, Damai dan Tangguh dengan Tanggung Jawab Bersama untuk Keamanan Menyeluruh A Cohesive, Peaceful, Stable and Resilient Region with Shared Responsibility for Comprehensive Security c. Kawasan yang Dinamis dan Berpandangan Keluar dalam Dunia yang Semakin Terintegrasi dan Saling Bergantung A Dynamic and Outward Looking Region in an Increasingly Integrated and Interdependent World. 18 Perubahan cetak biru dari ketiga pilar Komunitas ASEAN terjadi pada KTT ke 27 di Kuala Lumpur tahun 2015 yang disesuaikan dengan Visi ASEAN 2025. Terdapat perubahan pada cetak biru APSC yang mengubah karakteristik menjadi empat, yaitu : a. Komunitas berbasis nilai, berorientasi pada masyarakat, berpusat pada masyarakat Ruled Based, People-Oriented, People-Centred Community. b. Kawasan damai, aman, dan stabil Peaceful, Secure, and Stable Region. c. Sentralitas ASEAN dalam kawasan yang dinamis dan berpandangan ke luar ASEAN Centrality in A Dinamic and Outward-Looking Region. d. Penguatan kapasitas dan kehadiran institusi ASEAN Strengthened ASEAN Institutional Capacity and Presence. 19 Sebagai sebuah komunitas keamanan, APSC mengedepankan langkah- langkah preventif atau pencegahan terhadap berbagai ancaman keamanan. Keamanan yang dimaksud dalam APSC bukan hanya yang menyangkut isu-isu 18 ASEAN Political-Security Community Blueprint. Jakarta : Sekretariat ASEAN, hal. 2. 19 ASEAN 2025 : Forging Ahead Together Jakarta : Sekretariat ASEAN hal. 20 Universitas Sumatera Utara 9 keamanan tradisional. Keamanan tradisional itu mengacu pada situasi atau keadaan di mana unsur-unsur pokok yang membentuk suatu negara seperti kedaulatan wilayah, penduduk, atau warganegara, basis ekonomi, pemerintah, konstitusi dapat berjalan sebagaimana mestinya tanpa gangguan dari pihak lain. 20 Masalah keamanan non tradisional juga masuk sebagai bagian dalam cetak biru APSC. Keamanan non tradisional sendiri merupakan konsep keamanan yang memperhatikan aspek non militer baik dari segi ekonomi, kesehatan, lingkungan hidup, hingga hak asasi manusia. 21 Masalah keamanan non tradisional yang dimasukkan ke dalam cetak biru APSC antara lain kejahatan transnasional, terorisme, perdagangan narkoba, perdagangan manusia, penyelundupan senjata, cybercrimes, pengamanan lintas batas, dan penanganan bencana. 22 Masalah keamanan non tradisional yang dimasukkan dalam cetak biru APSC tersebut menunjukkan adanya upaya membentuk kesamaan pandangan dalam melihat ancaman dari sisi keamanan non tradisional. Kesamaan pandangan tersebut merupakan salah satu ciri dari komunitas politik-keamanan. Sebagai upaya menjaga keberlangsungan kesamaan pandangan tersebut, APSC melalui cetak birunya memberikan panduan berbagai tindakan yang harus dilakukan dalam menghadapai isu-isu keamanan non tradisional di kawasan. Tindakan yang dimaksud berupa penguatan kapabilitas nasional masing-masing negara. 20 Lihat : Aleksius Jemadu. 2014. Politik Global dalam Teori dan Praktek edisi 2. Yogyakarta : Graha Ilmu hal. 107. 21 Ibid hal. 109. 22 Lihat : ASEAN 2025 : Forging Ahead Together Jakarta : Sekretariat ASEAN. hal. 33-40 Universitas Sumatera Utara 10 Kapabilitas nasional itu dapat berupa peraturan atau dasar hukum, dan badan- badan. Penguatan kapabilitas nasional di negara masing-masing merupakan upaya untuk menciptakan kesamaan pandangan dan pemerataan kekuatan dalam menghadapi ancaman keamanan non tradisional. Hal tersebut dilakukan karena cetak biru APSC menyatakan penghormatan prinsip independensi, kedaulatan, kesetaraan, integritas wilayah, non interference, dan identitas nasional. 23

1.2. Rumusan Masalah