Analisis Wacana Berdasarkan Kognisi Sosial
                                                                                96 memasang tarif dalam tulisan ini sangat menggambarkan kekuatan representasi
kognisi beliau  yang dalam  akan kajian fikih  yang berdasarkan pada Al-Quran dan Hadis.
Judul  keempat  “Dai-dai  Sesat”  memuat  banyak  nilai  Islam  yang membahas  tentang  hukum  dai  yang  meminta  tarif.  Tulisan  dalam  judul  ini
sangat  menunjukkan  representasi  kognisi  beliau  yang  Istiqamah  dalam menjelaskan hukum dai yang memasang tarif, dengan hukum haram. Kunci ini
adalah Qs. Yasin ayat 21. Secara implisit atau mafhum mukhalafah dari ayat ini melarang  umat  Islam  untuk  mengikuti  dai  yang  memasang  tarif  kalau  tidak
disebut haram. Judul  kelima  “Kode  Etik  Dakwah”  memuat  banyak  nilai  Islam  di
dalamnya  yang  membahas  tentang  tujuh  kode  etik  bagi  seorang  dai  yang disahkan oleh Musyawarah Nasional Munas Organisasi Ittihadul Muballighin
pada  tahun  1996.  Kunci  dalam  tulisan  ini  adalah  ketujuh  kode  etik  dakwah tersebut, di mana semuanya berdasarkan pada Al-
Qur‟an dan Hadis. Sehingga terlihatlah  kredibilitas  kognisi  pemikiran  beliau  dalam  menyampaikan  tulisan
ini,  karena  makna  teks  dalam  tulisan  ini  dibuat  dari  perkumpulan  resmi  para dai se-Nasional yang berlandaskan pada Al-
Qur‟an dan Hadis. Judul keenam “Dakwah dan Kearifan Lokal” memuat banyak nilai Islam
dan  nilai  budaya  di  dalamnya.  Kunci  tulisan ini  adalah  kata  „budaya‟  yang
beliau  kaitkan  dengan  fenomena  yang  ada  di  masyarakat  juga  sesuai  dengan ajaran Islam. Di mana beliau menjelaskan dalam tulisan ini, bahwa kiat sukses
dalam  berdakwah  itu  harus  menggunakan  pendekatan  budaya  yang  dimiliki
97 masyarakat  sekitar di  mana tempat  para dai  berdakwah. Baik  dalam  kampung
maupun dalam kota, baik kaya maupun miskin, dari Sabang sampai Merauke. Para  dai  harus  menghormati  kearifan  lokal  masyarakat.  Bukan
memaksakan  budaya  lain  kepada  mereka,  bahkan  sampai  melarang  budaya mereka,  tentu  saja  kata  budaya  ini  harus  digaris  bawahi  yaitu  hanya  budaya
yang  tidak  bertentangan  dengan  ajaran  Islam,  seperti  gaya  berpakaian, arsitektur  bangunan,  cara  bersosialisasi,  dan  sebagainya  yang  masih  bisa
diterima  oleh  ajaran  Islam.  Dengan  demikian  terlihatlah  garis  merah  dari representasi kognisi beliau dalam tulisan ini.
Judul  ketujuh  “Keteladanan  Buya  Hamka”  memuat  pemikiran  dan perasaan  beliau  tentang  sosok  Buya  Hamka  yang  sangat  beliau  hormati.
Tulisan  ini  menceritakan  kisah  Buya  Hamka  yang  memiliki  pemikiran  sangat moderat  dalam  membela  agama  Allah  swt.  dalam  dakwahnya  dan  tidak
mementingkan keindahan dunia dalam hidupnya. Jika dibaca, maka tulisan ini akan  menyentuh  hati  pembacanya  karena  memberikan  nuansa  yang
mengharukan dan memotivasi untuk melakukan dakwah seperti sosok Hamka. Dari sini terlihat  jelas representasi kognisi beliau berdasarkan pada pemikiran
dan perasaan beliau yang setuju dengan metode dakwah Hamka. Judul  kedelapan  “Memberdayakan  Imam  Masjid”  memuat  nilai-nilai
Islam dan juga nilai ekonomi di dalamnya yang dihubungkan dengan fenomena dai bertarif dan tentang peran penting imam masjid. Ide tulisan ini berasal dari
dua perhelatan besar  yang berkaitan dengan imam  masjid, pertama perhelatan se-Indonesia yang diadakan 27-29 Juni 2003 di Batam Riau, kedua perhelatan
se-Dunia  yang  diadakan  2-6  Desember  2003  di  Pekanbaru  Riau.  Tulisan  ini
98 menjelaskan bahwa solusi berikutnya dalam meminimalisir dai bertarif adalah
dengan  memberdayakan  peran  imam  masjid.  Dari  tulisan  ini  terlihat  bahwa representasi kognisi beliau berdasarkan pada dua perhelatan yang besar tentang
imam masjid, sehingga dapat meyakinkan para pembacanya terhadap apa yang beliau tuangkan dalam tulisan ini.
Kognisi  pemikiran  beliau  dalam  8  tulisan  ini  ialah  banyaknya  ayat-ayat Al-
Qur‟an  dan  hadis-hadis  Rasulullah  saw.  yang  bernilai  shahih  dan  dapat dijadikan  hujjah  atau  dalil,  yang  dijadikan  sebagai  landasan  berpikir  beliau
dalam berdakwah melalui buku ini. Dengan penonjolan berupa ayat Al- Qur‟an
dan  hadis  Rasul  saw.  dalam  buku  ini,  dapat  diketahui  bahwa  kritik  beliau sebagai  Ulama  di  Indonesia  adalah  sebuah  ilmu  yang  sangat  bermanfaat  bagi
umat  Islam  di  Indonesia.  Dari  hal  ini  juga  dapat  diketahui  bahwa  beliau memiliki  kredibilitas  yang  tinggi  sebagai  komunikator  yang  menyampaikan
pesan  dakwah  kepada  umat  Islam  di  Indonesia  melalui  bukunya  Setan Berkalung Surban.
Di mana kredibilitas komunikator adalah sarat utama untuk mewujudkan komunikasi  yang  efektif,  karena  komunikasi  dikatakan  berhasil  jika  gagasan
atau pemikiran komunikator berhasil tersampaikan kepada komunikannya, hal ini  didasarkan
pada  sebuah  definisi  komunikasi;  “Komunikasi  merupakan pertukaran sebuah pemikiran atau gagasan.”
128
Akan tetapi tidak hanya sampai di sini, beliau memiliki tujuan agar umat Islam Indonesia merubah perilaku yang menyimpang itu menjadi perilaku yang
sesuai  dengan  ajaran  agama  Islam.  Hal  tersebut  didasarkan  pada  sebuah
128
John  B.  Hoben,  “English  Communication  at  Colgate  Re-examined,”  Journal  of Communication 4, 1954: h. 77.
99 definisi  komunikasi  yang  menjelaskan  bahwa  pengiriman  dan  penerimaan
pesan dilakukan dengan maksud tertentu; “Situasi-situasi tersebut merupakan sebuah  sumber  yang  mengirimkan  sebuah  pesan  kepada  penerima  dengan
tujuan tertentu untuk m emengaruhi perilaku manusia.”
129
Hal ini diperkuat oleh keterangan beliau bahwa sosok yang mengisnpirasi beliau dalam menulis kritikan ini adalah Rasulullah saw. dan alhmarhum Ayah
beliau. Rasulullah saw. bersabda:
اًرَمَُْي  ْىُكَِْي ى َ
أَر  ٌَْي ُِِت
ْوَقِتَف ْعِطَخْسَي ْىَ  ْنِإَف ٍُِِاَسِوِتَف ْعِطَخْسَي ْىَ  ْنِإَف ِهِدَيِب ُهْ يرَغُيْوَف
ِناًَيِإا  ُفَع ْض َ
أ  َكِ َذَو ىوس  هاور
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang maruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung.
”
130
Menurut  beliau,  merubah  kemungkaran  dengan  tangan  tidak  selalu bermakna kekerasan apalagi peperangan. Pengertian kekerasan dan peperangan
hanya  ada  zaman  Rasul  saw.,  karena  situasi  zaman  dahulu  yang memungkinkan  untuk  itu.  Sedangkan  zaman  sekarang  sudah  berbeda  dari
zaman  dahulu.  Agama  Islam  itu rahmatan  lil‟aalamiin  rahmat  bagi  seluruh
alam.  Meskipun  zaman  sudah  berbeda,  tapi  hukum  Islam  akan  selalu  bisa ditegakkan
dan dijalankan.
Salah satunya
tentang menghilangkan
kemungkaran,  maka  pada  zaman  sekarang  pilihan  terbaik  dengan
129
Gerald  R.  Miller,  “On  Defining  Communication:  Another  Stab,”  Journal  of Communication 16, 1966: h. 92.
130
Muslim, Shahih Muslim, Mesir: Dar al-Hadis, 2010, juz 1, h. 50.
100 menggunakan  tangan  adalah  dengan  cara  menulis,  bukan  kekerasan.
131
Begitulah representasi kognisi beliau dalam menyusun buku ini. Selanjutnya  beliau  selalu  memberikan  pengantar  berupa  cerita  ataupun
kisah nyata yang mayoritas berasal dari pertemuan-pertemuan yang beliau ikuti bersama  tokoh-tokoh  dunia.  Dengan  memberikan  ilustrasi  dan  pengantar
seperti ini, para pembaca pun akan mudah memahami apa yang hendak beliau sampaikan,  dan  para  pembaca  akan  mudah  menerima  segala  pesan  beliau
karena memiliki sumber yang dapat dipercaya. Terlebih pada bagian akhir dari setiap  judul  beliau  memberikan  ajakan  dan  menyampaikan  doa  dan  harapan,
dengan bahasa yang santun, agar dapat kembali pada ajaran Islam yang murni yang diridhai oleh Allah swt. agar selamat dunia dan akhirat. Begitulah strategi
penyampaian pesan dakwah beliau dalam buku ini.
                