Level Teks Judul: Dai-dai Sesat
70 al-Masih as. untuk berdakwah kepada warga Anthakiyah agar mereka
hanya menyembah Allah swt. dan tidak menyekutukan-Nya. Warga Anthakiyah saat itu dipimpin oleh raja yang bernama Antikhos yang
menyembah patung.
Warga Anthakiyah ternyata tidak merespon dakwah para dai itu. Mereka menolak para dai itu bahkan mengatakan bahwa kamu semua
adalah orang-orang seperti kami, mana mungkin kamu mendapat wahyu dari Allah? Sekiranya kamu adalah utusan-utusan Allah,
niscaya kamu bukan manusia tapi malaikat. Mereka bahkan mengatakan bahwa keberadaan para dai itu telah mencelakakan
kehidupan mereka. Mereka mengancam apabila para dai itu tidak menghentikan dakwahnya, maka mereka akan melempari batu dan
menyiksanya.
Melihat perilaku warga Anthakiyah yang tidak mau menerima ajakan dakwah para dai itu, datanglah kemudian seseorang dari tempat
yang jauh yang bernama Habib al-Najjar. Ia berusaha untuk menolong para dai itu dari ancaman penyiksaan dan pembunuhan warga
Anthakiyah. Habib al-Najjar menasehati kaumnya agar mengikuti ajakan dakwah para dai itu.
”
51
Maksud dalam tulisan ini ialah menentukan hukum dai bertarif
berdasarkan penafsiran beliau terhadap surat Yasin ayat 21, yang disampaikan dengan jelas dalam kalimat berikut:
“Menurut kajian ilmu Ushul Fiqh, teks Al-Qur‟an seperti ini memiliki dua pengertian dalalah, yaitu dalalah manthuq pengertian
tekstual atau tersurat dan dalalah mafhum pengertian kontekstual atau tersirat. Dalalah mafhum tersirat ada dua macam, mafhum
muwafaqah dan mafhum mukhalafah. Mafhum muwafaqah adalah pengertian tersirat yang sesuai dengan pengertian tersurat. Sedangkan
mafhum mukhalafah adalah pengertian tersirat yang berlawanan dengan pengertian tersurat. Menurut para ahli Ushul Fiqh, baik
manthuq tersurat maupun mafhum tersirat adalah hujjah dalil
dalam syari‟at Islam. Mafhum mukhalafah dari ayat di atas adalah Allah memerintahkan kita agar tidak mengikuti para dai yang dalam
berdakwah meminta imbalan karena mereka adalah orang-orang
sesat.”
52
Praanggapan dalam tulisan ini ialah menjelaskan keadaan
kebolehan memberi imbalan kepada dai, dapat dilihat dalam kutipan berikut:
51
Ali Mustafa Yaqub, Setan Berkalung Surban, h. 102-103.
52
Ali Mustafa Yaqub, Setan Berkalung Surban, h. 103.
71 “Apabila dalam dakwahnya dai tidak meminta imbalan, maka
menurut mayoritas Ulama, kita boleh memberikan imbalan dan dai boleh menerimanya. Semoga Allah melindungi kita semuanya dari
larangan- laranganNya.”
53
b Sintaksis
Bentuk kalimat dalam tulisan ini menggunakan kalimat aktif dengan awalan me-, dan imbuhan me- -kan, dapat dilihat dalam
kutipan berikut: “Prof. Dr. H. Ayyub Sani Ibrahim menulis sebuah artikel di
sebuah koran nasional berujudul Dai Berbulu Musang. ”
54
“Banyak masyarakat yang gagal untuk mendatangkan seorang
dai. ”
55
Koherensi dalam tulisan ini ditandai dengan kata hubung „karena‟ yang bermakna kausal atau sebab akibat, yang dapat dilihat
dalam kutipan berikut:
“Kisah Habib al-Najjar ini kemudian menjadi firman Allah
karena disebutkan di dalam Al-Quran. ”
56
Kata „karena‟ dalam paragraf ini digunakan untuk menjelaskan hubungan sebab akibat, yaitu menjelaskan kisah Habib al-Najjar yang
menjadi alasan turunnya Al-Quran surat Yasin ayat 21. Kata ganti dalam tulisan ini dapat dilihat dalam kutipan berikut:
“Bila demikian, maka pasang tarif dalam berdakwah juga sangat diharamkan. Apabila dalam dakwahnya dai tidak meminta imbalan,
maka menurut mayoritas ulama, kita boleh memberikan imbalan dan dai boleh menerimanya. Semoga Allah melindungi kita semuanya
dari larangan-laranganNya. ”
57
53
Ali Mustafa Yaqub, Setan Berkalung Surban, h. 104.
54
Ali Mustafa Yaqub, Setan Berkalung Surban, h. 98.
55
Ali Mustafa Yaqub, Setan Berkalung Surban, h. 99.
56
Ali Mustafa Yaqub, Setan Berkalung Surban, h. 103.
57
Ali Mustafa Yaqub, Setan Berkalung Surban, h. 104.
72 Penggunaan kata „kita‟ dalam kalimat ini menggambarkan tidak
adanya batas antara penulis dan pembaca. Kesan ini berfungsi untuk menciptakan perasaan yang sama antara penulis dan pembaca. Dengan
demikian pembaca dapat menerima dengan mudah penjelasan beliau. c
Segi Stilistik Stilistik terdapat dalam kutipan berikut:
“Menurut kajian ilmu Ushul Fiqh, teks Al-Qur‟an seperti ini
memiliki dua pengertian dalalah, yaitu dalalah manthuq pengertian tekstual atau tersurat dan dalalah mafhum pengertian
kontekstual atau tersirat. Dalalah mafhum tersirat ada dua macam, mafhum
muwafaqah dan
mafhum mukhalafah.
Mafhum muwafaqah adalah pengertian tersirat yang sesuai dengan pengertian
tersurat. Sedangkan mafhum mukhalafah adalah pengertian tersirat yang berlawanan dengan pengertian tersurat. Menurut para ahli Ushul
Fiqh, baik manthuq tersurat maupun mafhum tersirat adalah hujjah
dalil dalam syari‟at Islam. Mafhum mukhalafah dari ayat di
atas adalah Allah memerintahkan kita agar tidak mengikuti para dai yang dalam berdakwah meminta imbalan karena mereka adalah orang-
orang sesat.”
58
Dari kutipan kalimat di atas, beliau menggunakan kata kata dari bahasa Arab karena untuk menjelaskan tentang tafsir dari sebuah ayat
Al-
Qur‟an. d
Segi Retoris
Retoris dalam tulisan ini menggunakan grafis pada arti dari ayat Al-
Qur‟an seperti dalam kutipan berikut: “Ikutilah orang-orang yang dalam berdakwah tidak meminta
imbalan karena mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk dari Allah
” QS. Yasin: 21.”
59
Juga menggunakan sebuah kaidah hukum Islam yang dicetak miring, sebagi berikut:
58
Ali Mustafa Yaqub, Setan Berkalung Surban, h. 103.
59
Ali Mustafa Yaqub, Setan Berkalung Surban, h. 103.
73
“Berdasarkan kaidah hukum Islam, apa yang haram diambil haram juga diberikan, maka haram hukumnya memberikan imbalan
kepada dai yang dalam dakwahnya meminta imbalan.”
60