Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

- 1 -

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penelitian yang dilakukan UNDP United Nation Development Program dalam laporan HDI Human Development Index menyebutkan bahwa mutu pendidikan Indonesia pada tahun 1999 adalah peringkat ke-109 dari 174 negara, kalah dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura Matabaca Vol 3 No 9 Mei 2005 hal 1. Salah satu masalah pendidikan yang tak henti- hentinya dibicarakan adalah sistem pendidikan yang belum mampu membangun generasi yang dapat mengatasi tantangan perubahan zaman seperti krisis ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Berbagai kalangan menyoroti, bahkan mempertanyakan mutu pendidikan di Indonesia, khususnya masalah prestasi belajar . Prestasi belajar adalah kemampuan, keterampilan dan sikap seseorang dalam menyelesaikan suatu hal Zainal Arifin, 1988:3. Pada umumnya orang menilai prestasi belajar dengan berfokus pada indikator prestasi akademis pada setiap bidang studi. Namun beberapa pihak menambahkan indikator lain, misalnya prestasi bidang kesenian, olahraga, kepemimpinan, keterampilan, dan kualitas kepribadian siswa. Keberhasilan belajar umumnya dikaitkan dengan tinggi atau rendahnya intelligence quotient IQ siswa. Oleh banyak kalangan praktisi pendidikan, IQ dipandang sebagai penentu keberhasilan proses belajar. - 1 - - 2 - Hal ini dibuktikan dengan banyaknya lembaga pendidikan yang mempergunakan tes IQ dalam menyeleksi calon siswa. Namun dewasa ini telah timbul kesadaran baru bahwa keberhasilan seseorang tidak semata-mata diukur dari IQ saja, tetapi oleh tingkat kecerdasan emosional EQ seseorang. Kecerdasan emosional emotional intelligence adalah kemampuan mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri dan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain Daniel Goleman, 2001:512. Semakin tinggi kecerdasan emosional seseorang, maka semakin tinggi tingkat keberhasilan seseorang dalam belajar. Derajat hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar tersebut di atas diduga kuat berbeda pada orientasi locus of control, kultur keluarga, dan kultur sekolah yang berbeda. Locus of control adalah suatu keyakinan atau kepercayaan dari individu atas penentu hidupnya. Cakupan dimensi locus of control meliputi locus of control internal dan locus of control eksternal. Pada siswa yang memiliki locus of control internal, derajat hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar diduga kuat akan lebih tinggi dibandingkan pada siswa dengan locus of control eksternal. Hal demikian disebabkan siswa dengan locus of control internal mempunyai tingkat keyakinan diri yang lebih tinggi akan hasil dari apa yang dilakukannya, mampu mengontrol tujuan hidupnya, dan mempunyai orientasi hidup yang jelas. Hal ini berbeda dengan siswa dengan locus of control eksternal yang cenderung lebih menggantungkan diri pada nasib atau takdir hidupnya saja. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - 3 - Kultur keluarga adalah suatu nilai yang dimiliki masyarakatkeluarga yang merupakan hasil kajianpengalaman yang berlangsung turun temurun. Pada siswa yang berasal dari kultur keluarga yang bercirikan power distance kecil, derajat hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar diduga akan lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang berasal dari keluarga bercirikan power distance besar. Hal demikian disebabkan pada kultur keluarga dengan power distance kecil, siswa mempunyai ketaatan kepada norma keluarga, menghormati orang tua dan yang lebih tua sebagai dasar kebaikan, otoritas orang tua berpengaruh terus menerus sepanjang hidup dan ketergantungan. Sedangkan pada kultur keluarga dengan power distance besar bercirikan sebaliknya. Pada siswa yang berasal dari kultur keluarga yang bercirikan collectivism, derajat hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa diduga kuat akan lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang berasal dari keluarga yang bercirikan individualism. Hal demikian disebabkan siswa yang berasal dari keluarga dengan kultur collectivism tinggi mempunyai demokratis dalam keluarga, kesetiaan kepada kelompok adalah sumber daya bersama, mampu mengelola keuangan, kebutuhan untuk berkomunikasi, merasa bersalah jika melanggar peraturan dan keluarga menjadi tempat bersatunya anggota keluarga. Sedangkan pada kultur keluarga yang bercirikan individualism memiliki karakteristik yang sebaliknya. Pada siswa yang berasal dari kultur keluarga yang bercirikan masculinity, derajat hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa diduga kuat akan lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang berasal dari keluarga PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - 4 - yang bercirikan femininity. Hal demikian disebabkan siswa yang berasal dari keluarga dengan kultur masculinity mempunyai dominasi penetapan aturan dalam keluarga, pembagian peran orangtua, perhatian pada anggota yang lebih kuat, dan hasrat untuk hidup lebih baik. Sedangkan pada kultur keluarga yang bercirikan femininity memiliki karakteristik yang sebaliknya. Pada siswa yang berasal dari kultur keluarga yang bercirikan uncertainty avoidance yang lemah, derajat hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa diduga kuat akan lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang berasal dari keluarga yang bercirikan uncertainty avoidance yang kuat. Hal demikian disebabkan siswa yang berasal dari keluarga dengan kultur uncertainty avoidance yang lemah mampu menyikapi situasi ketidakpastian sebagai sesuatu yang wajar, tidak cemas menghadapi persoalan hidup dan mempunyai feleksibilitas dalam penetapan aturan keluarga . Sedangkan pada kultur keluarga bercirikan uncertainty avoidance yang kuat memiliki karakteristik yang sebaliknya. Kultur sekolah diduga kuat juga menjadi pembeda derajat hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa. Kultur sekolah adalah suatu nilai yang dianut oleh sekolah yang mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya siswa. Pada kultur sekolah yang bercirikan power distance kecil, derajat hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa diduga kuat akan lebih tinggi dibandingkan dengan power distance besar. Hal demikian disebabkan siswa yang berasal dari sekolah dengan kultur power distance kecil perlakuan guru terhadap para siswa sama, proses pembelajaran terpusat pada PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - 5 - siswa, kesempatan bertanya, kebebasan menyampaikan kritik, komunikasi dua arah di kelas, peran orang tua pada anak di sekolah, aturan dan norma dalam sekolah, pengembangan kemampuan dan bakat, dan orang tua diuntungkan dengan proses pembelajaran sekolah. Sedangkan pada kultur sekolah yang bercirikan power distance besar memiliki karakteristik yang sebaliknya. Pada siswa yang berasal dari kultur sekolah yang bercirikan collectivism, derajat hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa diduga kuat akan lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang berasal dari sekolah yang bercirikan individualism. Hal demikian disebabkan siswa yang berasal dari sekolah yang bercirikan collectivism mempunyai kebebasan mengungkapkan pendapat, penyelesaian tugas dari guru, tingkat penerimaan diri oleh orang lain, sikap positif dalam mengerjakan tugas dan tujuan berprestasi. Sedangkan pada kultur sekolah yang bercirikan individualism memiliki karakteristik sebaliknya. Pada siswa yang berasal dari kultur sekolah yang bercirikan masculinity, derajat hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa diduga kuat akan lebih tinggi dibandingkan dengan siswa pada sekolah yang bercirikan femininity. Hal demikian disebabkan siswa yang berasal dari sekolah yang bercirikan masculinity siswa mampu menciptakan suasana kompetisi di kelas, berorientasi pada prestasi dan kompetensi guru dalam mengajar. Sedangkan pada kultur sekolah yang bercirikan femininity memiliki karakteristik yang sebaliknya. Pada siswa yang berasal dari kultur sekolah yang bercirikan uncertainty avoidance yang lemah, derajat hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa diduga kuat akan lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - 6 - berasal dari sekolah yang bercirikan uncertainty avoidance yang kuat. Hal demikian disebabkan siswa dengan uncertainty avoidance yang lemah memiliki tingkat penerimaan siswa dan kekurangan guru, kejelasan guru dalam menerangkan dan adanya kedekatan hubungan antara guru, siswa, dan orang tua. Sedangkan pada kultur sekolah yang bercirikan uncertainty avoidance yang kuat memiliki karakteristik yang sebaliknya. Penelitian ini berusaha menganalisis dan menguji apakah variabel moderating locus of control, kultur keluarga, dan kultur sekolah yang berbeda memberi pengaruh terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar. Berdasarkan uraian dan persoalan di atas, maka penulis mengambil judul “PENGARUH LOCUS OF CONTROL, KULTUR KELUARGA, DAN KULTUR SEKOLAH PADA HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PRESTASI BELAJAR”. Penelitian ini merupakan survei pada siswa SMP Negeri dan Swasta yang ada di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

B. Batasan Masalah

Dokumen yang terkait

Pengaruh locus of control, kultur keluarga, dan kultur sekolah pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar : survei pada siswa-siswi kelas 3 SMP Negeri dan swasta di Kota Madya Yogyakarta.

0 0 320

Pengaruh jenis kelamin dan locus of control terhadap hubungan kultur keluarga, kultur lingkungan kerja, dan kultur lingkungan masyarakat dengan kecerdasan emosional guru : survei pada guru SMA di Kabupaten Sleman, DIY.

0 1 271

Pengaruh locus of control, kultur keluarga, dan kultur sekolah pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa : survei pada siswa-siswi kelas IX SMP Negeri dan Swasta di Kabupaten Bantul, Yogyakarta.

0 1 282

Pengaruh locus of control, kultur keluarga, dan kultur sekolah pada hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa : survey siswa-siswi SMP negeri dan swasta di Kabupaten Kulon Progo.

0 1 294

Pengaruh locus of control, kultur keluarga, dan kultur sekolah pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa : survei pada siswa-siswa SMP Negeri dan Swasta di Kabupaten Sleman - Yogyakarta - USD Repository

0 0 263

PENGARUH KULTUR LINGKUNGAN KERJA DAN LOCUS OF CONTROL PADA HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KUALITAS PELAYANAN KARYAWAN

0 2 203

Pengaruh locus of control, kultur keluarga, dan kultur sekolah pada hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa : survey siswa-siswi SMP negeri dan swasta di Kabupaten Kulon Progo - USD Repository

0 0 292

Pengaruh locus of control, kultur keluarga, dan kultur sekolah pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa : survei pada siswa-siswi kelas IX SMP Negeri dan Swasta di Kabupaten Bantul, Yogyakarta - USD Repository

0 1 280

Pengaruh jenis kelamin dan locus of control terhadap hubungan kultur keluarga, kultur lingkungan kerja, dan kultur lingkungan masyarakat dengan kecerdasan emosional guru : survei pada guru SMA di Kabupaten Sleman, DIY - USD Repository

0 0 269

Pengaruh locus of control, kultur keluarga, dan kultur sekolah pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar : survei pada siswa-siswi kelas 3 SMP Negeri dan swasta di Kota Madya Yogyakarta - USD Repository

0 0 318