30
yang akan semakin menurun. Di sisi lain LMX yang tinggi akan memengaruhi perilaku voice karyawan Botero Van Dyne, 2009.
Semakin tinggi kualitas hubungan atasan dan karyawan, maka karyawan akan cenderung melakukan perilaku voice kepada pemimpin. Mahyew,
Askhanasy dan Bramble 2007 mengemukan dalam jurnal penelitiannya sikap dari pemimpin terhadap karyawan dapat memengaruhi
psychological ownership. Meskipun demikian LMX terbukti behubungan denga voice,
penelitian yang dilakukan oleh Duanxu Wang, Chenjing Gan dan Choyan Wu 2016 menyatakan belum ada kejelasan mekanisme hubungan
antara LMX dengan voice apakah secara langsung atau tidak langsung, sehingga diperlukan penelitian berikutnya yang menyertakan variabel
mediator atau moderator.
C. PSYCHOLOGICAL OWNERSHIP
1. Definisi Psychological Ownership
Psychological ownership adalah pengalaman psikologis individu ketika mengembangkan rasa possesif memiliki akan suatu target Van
Dyne, Pierce, 2004. Menurut Pierce, Kostova, dan Dirks 2001 target atau objek dari psychological ownership dapat bersifat material
benda, fasilitas tetapi juga non material ide, seni artistik, suara. Menurut Furby dalam Van Dyne, Pierce, 2004 hal yang mendasari
31
kemunculan psychological ownership adalah sense of possesion rasa memiliki.
Pierce, Kostova, dan Dirks 2001 menyimpulkan psychological ownership memiliki 3
poin penting. Pertama, “perasaan kepemilikan” feeling of ownership adalah kondisi bawaan yang ada dalam setiap
kehidupan manusia.
Setiap individu
memiliki kesempatan
mengembangkan feeling of ownership dalam konteks kehidupan sehari- hari. Individu dapat mengembangkan psychological ownership dalam
konteks keluarga, konteks pendidikan, maupun konteks pekerjaan Van Dyne, Pierce, 2004.
Kedua, individu mengembangkan “perasaan kepemilikan” terhadap berbagai objek target material dan non
material. Ketiga “perasaan kepemilikan” memunyai konsekuensi
penting akan perilaku, emosi, dan psikologis. Dalam konteks pekerjaan, keberadaan pemilik resmi legal owner
ataupun tidak ada pemilik legal absense of legal owner tidak akan memengaruhi kemunculan psychological ownership. Hal ini
dikarenakan seiring berjalannya waktu karyawan yang telah mengenal dan menyesuaikan dirinya dengan situasi lingkungan kerja akan
mendorong munculnya psychological ownership Van Dyne, Pierce, 2004. Karyawan dapat mengembangkan psychological ownership
terhadap hal spesifik yang merupakan bagian dari organisasi. Misalnya : kelompok kerja, pekerjaan, alat pekerjaan komputer, mesin atau
terhadap keseluruhan organisasi Van Dyne, Pierce, 2004. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
Persepsi atas suatu kepemilikan terdiri dari elemen afeksi dan kognisi. Ketika individu mengakui kepemilikan atas sesuatu misal : ini
rumah saya” maka secara kognisi individu memiliki informasi untuk membedakan tentang mana yang rumahnya dan yang bukan rumahnya.
Secara afeksi individu juga dapat menggunakan perasaannya untuk mengenali kondisi mana yang merupakan rumahnya atau bukan
Pierce, Kostova, Dirks, 2003. Avey, Avolio, Crossley dan Luthan 2009 menilai psychological
ownership memiliki dua pendekatan yaitu promotive-oriented dan preventive-oriented. Promotive-oriented adalah pendekatan yang
menjelaskan psychological ownership sebagai sikap yang konstruktif. Pendekatan promotive-oriented didorong oleh motivasi untuk
mengembangkan dan melakukan peningkatan yang efektif bagi organisasi. Karyawan dengan pendekatan promotif melihat perubahan
atau perbaikan adalah tindakan yang sesuai aspirasi. Di sisi lain, preventive-oriented adalah sikap yang cenderung defensif dan kaku.
Pendekatan preventive-oriented didorong oleh motivasi ketakutan sehingga cenderung berperilaku sesuai dengan aturan untuk
menghindari hukuman. Karyawan dengan pendekatan promotif cenderung memilih kondisi yang kaku, statis dan tidak banyak terjadi
perubahan. Avey, Avolio, Crossley dan Luthan 2009 memberikan contoh
yang membantu memahami kedua pandangan yang telah jelaskan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
sebelumnya. Pada sebuah skenario apakah berbagi informasi akan mendorong perubahan dan perbaikan dalam organisasi. Karyawan yang
mengaplikasikan pendekatan promotive-oriented akan memilih mengutarakan pendapat yang dimiliki kepada tim sendiri bahkan tim
dari divisi lain ketika menemukan suatu cara yang dirasa mampu menyelesaikan maslah. Hal ini dikarenakan karyawan melihat bahwa
perbaikan secara keseluruhan adalah kebutuhan organisasi. Di sisi lain, karyawan yang lebih preventif ia akan cenderung hati-hati untuk
menahan informasi terhadap orang lain karena mereka menolak adanya perubahan.
Berdasarkan teori yang sudah peneliti paparkan, peneliti mendefinisikan psychological ownership sebagai perasaan yang
menjelaskan sejauh mana karyawan memunyai “rasa memiliki secara
psikologis” terhadap organisasi tempat dia bekerja. Rasa memiliki tidak dikhususkan pada benda atau fasilitas tertentu, melainkan kepada
organisasi secara keseluruhan. Variabel psychological ownership mengukur persepsi setiap karyawan sejauh mana individu tersebut
memiliki efikasi diri dalam menyelesaikan setiap tugas dan tanggung jawabnya, mampu mengidentifikasi dirinya untuk beradaptasi dengan
baik di organisasi, dan mau menerima perubahan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
2. Aspek-Aspek Psychological Ownership