Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

2 dapat memanfaatkan internet tidak hanya untuk berkomunikasi, tetapi juga untuk pendidikan, pekerjaan dan segala aspek hidupnya William Merten, 2008. Jutaan orang mengakses internet online setiap harinya, dan dari jumlah tersebut, remaja merupakan kelompok pengguna yang paling cepat meningkat dalam menggunakan internet dibandingkan kelompok umur lainnya Marcum, Ricketts Higgins, 2010. Menurut situs surat kabar Kompas, pengguna terbesar internet adalah remaja yang berusia 15-19 tahun Dewi, 2009. Remaja menggunakan internet untuk membantu tugas sekolah, hiburan, browsing informasi, dan berkomunikasi dengan orang lain Bargh, McKenna, 2004. Di samping hal itu, remaja juga menggunakan internet untuk mengeksplorasi rasa penasaran tentang seksualitas Baumgartner, Valkenburg, Peter, 2010 ; Valkenburg Peter, 2010 Remaja dan seksualitas merupakan dua hal yang memiliki kaitan cukup kuat. Masa remaja merupakan masa puncak dari keingintahuan tentang materi seksualitas Baumgartner et al., 2010; Valkenburg Peter, 2010. Efek dari perkembangan seksualitas tersebut adalah munculnya kebutuhan remaja untuk mengeksplorasi seksualitas di internet. Hal ini juga sejalan dengan yang disebutkan oleh Cooper et al. dalam jurnal yang ditulis Carvalheira dan Gomes 2003 bahwa internet memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap seksualitas sehingga mungkin menjadi penyebab revolusi seksual berikutnya. 3 Perilaku mengeksplorasi seksualitas di internet disebut sebagai perilaku seksual online. Perilaku tersebut termasuk aktivitas yang melibatkan seksualitas dengan tujuan sebagai hiburan, eksplorasi, mencari dukungan, pendidikan, dan mencari pasangan untuk relasi romantis Cooper Griffin- Shelley dalam Sevcikova, 2010. Namun, perilaku ini seringkali menimbulkan konsekuensi negatif di samping konsekuensi positif bagi remaja yang melakukan perilaku ini. Berbagai dampak negatif dari perilaku seksual online telah disebutkan dalam beberapa penelitian seperti kasus cyberbullying, online harrashment, unwanted exposure sexual material and unwanted sexual solicitation Mitchell, Wolak, Finkelhor, 2007; Ybarra, Finkelhor, Mitchell, 2009; Ybarra Mitchell, 2008. Di Indonesia sendiri, kasus mengenai internet dan seksualitas juga terjadi. Data dari Komisi Nasional Perlindungan Anak menyebutkan bahwa anak-anak berusia 14 dan 15 tahun dijadikan pelampiasan kebutuhan biologis seorang melalui Facebook Affan, 2012. Selain itu, dalam Konferensi Internasional “Kejahatan Seksual Terhadap Anak secara Online ” dinyatakan bahwa kejahatan seksual online merupakan kasus kejahatan baru dan rentan terjadi pada negara yang belum memiliki perundang-undangan yang kuat, seperti Filipina Kejahatan seksual “online” mengancam, 2012. Menyikapi dampak-dampak negatif yang terjadi pada remaja terkait dengan perilakunya di internet, Baumgartner et al. 2010 melakukan penelitian yang bertujuan untuk melihat hubungan perilaku seksual online 4 berisiko dengan persepsi remaja tentang perilaku tersebut. Penelitian tersebut menggunakan empat buah aitem untuk melihat perilaku seksual online berisiko pada remaja. Keempat aitem tersebut meliputi mencari seseorang via online untuk membicarakan seksualitas, mencari seseorang via online untuk berhubungan seksual, mengirim foto atau video intim kepada orang lain yang sedang online, dan memberikan informasi pribadi berupa nomor telepon dan alamat kepada orang lain via online. Empat aitem tersebut bukan didapat dari skala terstandar tentang perilaku seksual online berisiko, melainkan didapat dari penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa perilaku-perilaku tersebut seringkali dilaporkan menimbulkan dampak negatif McFarlene et al.. 2002; Mitchell et al, 2007, 2008; Ybarra et al. 2007, 2008, 2009; Pujazon- Zazik et al. 2012; Atkinson Newton, 2010, Mitchell et al. dalam Baumgartner et al, 2010. Metode yang digunakan oleh Baumgartner et al. 2010 adalah studi longitudinal dua gelombang. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan hasil yang inkonsisten. Secara cross sectional perilaku seksual online berisiko berkaitan dengan persepsi keterlibatan teman sebaya, persepsi resiko, persepsi manfaat dan persepsi kerentanan. Secara longitudinal, hanya persepsi keterlibatan teman sebaya, resiko, dan kerentanan yang berkaitan dengan perilaku seksual online berisiko, sedangkan persepsi manfaat tidak berkaitan. Kekuatan asosiasi ketiga persepsi tersebut dengan perilaku seksual online berisiko pun lemah. Menurut Baumgartner et al. 2010, salah satu alasan persepsi manfaat tidak berkaitan dengan perilaku seksual online berisiko karena manfaat dari 5 perilaku seksual online berisiko belum sangat jelas bagi remaja. Selain itu, interpretasi hasil mengenai asosiasi antara perilaku seksual online berisiko dan persepsi remaja tentang hal tersebut masih sangat terbatas karena kuesioner perilaku seksual online berisiko yang digunakan hanya terdiri atas empat aitem yang belum teruji validasinya. Ketiadaan skala perilaku seksual online berisiko yang tervalidasi ini disebabkan karena topik tersebut masih cukup baru dan masih jarang diteliti Baumgartner et al. 2010. Berdasarkan hasil-hasil penelitian mengenai dampak negatif internet dan kasus kejahatan seksual online yang muncul, maka penelitian mengenai perilaku seksual online berisiko dirasa penting untuk dikembangkan. Salah satu pengembangan penelitian adalah menemukan variasi perilaku seksual online berisiko. Hal ini berdasarkan saran dan kelemahan yang disampaikan oleh Baumgartner et al. 2012 dalam jurnalnya. Perilaku seksual online berisiko dispesifikasikan sebagai pemberian informasi secara intim atau seksual dengan seseorang yang hanya dikenal sebatas online. Perilaku ini dikatakan berisiko karena menimbulkan konsekuensi negatif bagi orang yang melakukan perilaku tersebut Baumgartner et al. 2010. Perilaku seksual online berisiko merupakan subtema dari perilaku seksual online. Perilaku seksual online sendiri terbagi atas dua sub tema yaitu perilaku seksual online tidak berisiko dan perilaku seksual online berisiko. Oleh karena itu, untuk sampai pada menemukan variasi perilaku seksual 6 online berisiko, penting untuk mengetahui variasi perilaku seksual online terlebih dahulu. Penelitian mengenai perilaku seksual online telah ada sejak beberapa tahun yang lalu. Mayoritas penelitian menggunakan metode kuantitatif. Dalam beberapa penelitian tersebut misalnya meneliti mengenai perilaku seksual online dan relasinya dengan kecenderungan adiksi seksual dan perilaku bermasalah Dew et al. 2006; Carvalheira Gomes, 2003, relasinya dengan perilaku seksual offline Sevcikova Konecny, 2011, relasinya dengan kepuasan seksual dan masalah seksual pada pria yang telah menikah Cooper et al. 2001; 2002 serta relasinya dengan kerentanan seseorang untuk terkena penyakit menular seksual McFarlane, Bull, Rietmeijer. 2002. Dari penelitian-penelitian tersebut, menunjukkan bahwa perilaku seksual online merupakan perilaku yang dilakukan oleh seseorang yang bermasalah, seperti kecenderungan adiksi seks, atau seseorang yang memiliki masalah dengan kepuasan seksual sendiri. Namun, perilaku seksual online yang tidak mengacu pada perilaku bermasalah belum diketahui. Hal ini pun juga terlihat di Indonesia yang kebanyakan penelitian meneliti tentang pornografi, namun tidak memberikan gambaran perilaku seksual online secara lebih komprehensif. Ketiadaan perilaku seksual online yang jelas, juga terlihat pada skala- skala yang digunakan pada penelitian sebelumnya. Pada penelitian yang dilakukan Dew et al 2006 dan Carvalheira dan Gomes 2003 misalnya, masing-masing menggunakan skala yang berbeda walaupun tujuannya adalah 7 melihat relasi perilaku seksual online dengan kecenderungan adiksi dan masalah perilaku. Skala yang terdapat dalam penelitian Sevcikova dan Konecny 2011 juga berbeda dengan skala perilaku seksual online lainnya. Dalam skala tersebut tidak menyertakan item “menonton video seksual” karena perilaku tersebut tidak bersifat interaktif. Hal ini yang akhirnya mempengaruhi interpretasi hasil penelitian. Skala lain yang mengukur perilaku seksual online adalah Internet Sexual Screening Test ISST dan seperti yang disebutkan oleh pembuatnya yaitu Delmonico Delmonico Miller, 2003, skala ini masih dalam pengembangan validitas dan reliabilitas. Hal ini menandakan bahwa skala- skala yang digunakan dalam penelitian-penelitian diatas kebanyakan merupakan skala yang belum teruji validitas dan reliabilitas dan belum tentu dapat mengukur perilaku seksual online yang sama ketika skala tersebut digunakan dalam penelitian lainnya. Menanggapi hal tersebut, peneliti merasa penting untuk mengadakan penelitian mengenai variasi perilaku seksual online dengan lebih jelas. Penelitian ini dilakukan dengan mengeksplorasi variasi perilaku seksual online yang dilakukan oleh remaja menurut sudut pandang remaja sendiri. Alasan peneliti menggunakan subjek remaja adalah kebanyakan penelitian perilaku seksual online meneliti subjek dewasa atau dewasa awal. Sedangkan untuk remaja masih sangat sedikit padahal remaja diketahui sebagai kelompok yang paling dekat dengan internet dan sering menggunakan internet untuk mengeksplorasi seksualitasnya. Kelebihan dari menemukan 8 variasi berdasarkan remaja juga adalah mendapatkan variasi perilaku yang benar-benar hadir di kehidupan remaja sehingga lebih representatif, dan diharapkan dapat memberikan penjelasan hasil yang lebih komprehensif dan tepat sasaran. Selain untuk menemukan variasi perilaku seksual online, penting juga untuk mengetahui konsekuensi yang mungkin muncul ketika remaja melakukan perilaku seksual online. Hal ini terkait dengan dampak negatif dan kasus kejahatan seksual yang banyak menimpa remaja. Penelitian mengenai konsekuensi perilaku seksual online juga disarankan dalam penelitian Baumgartner et al. 2010 karena konsekuensi positif maupun negatif yang didapat oleh remaja belum begitu jelas walaupun perilaku tersebut ada yang dianggap berbahaya.

B. Rumusan Masalah

Masalah yang ingin diteliti pada penelitian ini adalah: 1. Perilaku apa saja yang termasuk perilaku seksual online yang dilakukan oleh remaja? 2. Bentuk konsekuensi apa saja, positif maupun negatif, yang dialami oleh remaja setelah melakukan perilaku seksual online? 9

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui bentuk-bentuk perilaku seksual yang dilakukan secara online 2. Mengetahui konsekuensi-konsekuensi yang dialami oleh remaja setelah melakukan perilaku seksual online tersebut

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang bisa didapat dari penelitian ini adalah:

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat melengkapi literatur penelitian perilaku seksual online sebelumnya yang mayoritas menggunakan metode kuantitatif dan pada subjek yang dewasa atau sudah menikah serta mengacu pada kecenderungan adiksi. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai persepsi remaja tentang konsekuensi perilaku seksual online, seperti yang disarankan pada penelitian sebelumnya Baumgartner et al., 2010 b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi literatur mengenai perilaku seksual online dan konsekuensinya dari sudut pandang remaja, dalam bidang ilmu sosial terutama psikologi sosial, khususnya di Indonesia. Hal ini terkait dengan kerentanan negara Indonesia untuk mengalami kejahatan seksual online namun