55
F. Pembahasan
1. Perilaku Seksual Online
Perilaku yang didapat dari penelitian ini dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu perilaku seksual online yang sifatnya non interaktif
dan interaktif. Variasi perilaku seksual online ini memberikan gambaran yang lebih komprehensif dibandingkan pada perilaku seksual online yang
dinyatakan dalam penelitian Cooper et al 2001; 2002 , serta Sevcikova dan Konecny 2011.
Perilaku yang khas muncul dari penelitian ini adalah menjadi anggota dalam situs porno dan prostitusi di internet. Kemunculan dua
perilaku tersebut diduga karena kemudahan untuk mengakses situs porno dan konsekuensi ekonomi. Hal ini mungkin terjadi mengingat Indonesia
merupakan negara berkembang dan belum memiliki undang-undang yang kuat. Sementara itu, penelitian sebelumnya yang dilakukan di negara
Barat menemukan bahwa motivasi seorang melakukan perilaku seksual online karena ketidakmampuan mencari pasangan di dunia nyata atau
untuk mencari perhatian publik. Oleh karena itu, dua perilaku ini tidak muncul dipenelitian-penelitian sebelumnya.
Terkait dengan konsekuensi yang didapat pula, variasi perilaku seksual online yang ditemukan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa
seseorang melakukan perilaku seksual secara online bukan indikasi adiksi seksual seperti yang ditemukan pada penelitian-penelitian
56
sebelumnya melainkan sebagai sesuatu yang normal sebagai hiburan dan konsekuensi perkembangan seksualitas pada remaja.
Perilaku yang paling besar frekuensinya adalah perilaku seksual online non-interaktif, yaitu perilaku terlibat dengan konten seksualitas.
Jenis perilaku terlibat konten seksualitas yang sering dilakukan adalah menonton video atau melihat gambar pornografi.
Besarnya frekuensi perilaku ini mengindikasikan bahwa perilaku ini banyak dilakukan oleh remaja sehingga tidak bisa diabaikan begitu
saja dalam penelitian perilaku seksual online pada remaja. Pengabaian perilaku ini mungkin akan berpengaruh dalam hasil pengukuran perilaku
seksual online, seperti yang dinyatakan oleh Sevcikova Konecny 2011 dalam jurnalnya bahwa interpretasi pada hasil mungkin akan
berbeda jika dalam skala pengukuran terdapat kategori „terlibat konten seksual‟ yang, sifat perilakunya termasuk non interaktif.
Besarnya perilaku „terlibat dengan konten seksualitas‟ dapat dipahami sebagai kompensasi seorang remaja yang ingin memenuhi rasa
keingintahuannya mengenai seksualitas namun terhambat oleh norma- norma masyarakat yang ada. Para orang tua dan guru masih menilai
bahwa membicarakan seksualitas adalah hal yang tabu dan tidak pantas. Akhirnya, remaja mencari sumber informasi lain, yaitu teman sebaya
Sarwono, 2005. Pengetahuan mengenai seksualitas di kalangan remaja menjadi
satu titik penting karena hal ini telah menjadi semacam indikator