Hasil Wawancara Hasil Nontes

122 mengalami kenaikan persentase perilaku positif yaitu sebanyak 25 siswa berdiskusi dan berlatih dengan antusias dalam kelompoknya masing-masing. Dalam kegiatann ini, suasana kelas menjadi riuh dengan candaan siswa ketika berlatih bercerita, tetapi suasana kelas tetap terkendali. Berikunya kegiatan bercerita di depan. Meskipun, siswa masih tampak malu dan enggan untuk tampil bercerita di depan tetapi beberapa siswa justru mengajukan diri untuk tampil bercerita. R5 tampil sebagai siswa pertama yang bercerita di depan kelas pada siklus II. Hal ini memotivasi siswa lain untuk tampil bercerita di depan. Secara keseluruhan, pada siklus II ini siswa sudah menunjukkan perubahan perilaku belajar yang positif. Hal tersebut dapat diketahui dari hasil persentase keberhasilan siswa dalam tes bercerita menggunakan media film kartun yang meningkat 18,79.

4.1.3.2.2 Hasil Wawancara

Kegiatan wawancara pada siklus II ini dilaksanakan setelah selesai pembelajaran. Sama halnya dengan siklus I sasaran wawancara difokuskan pada 3 siswa, yaitu 1 orang siswa yang mendapat nilai tertinggi, 1 siswa yang mendapat nilai sedang atau cukup, dan 1 siswa yang mendapat nilai terendah pada hasil tes bercerita siklus II. Siswa atau responden yang diwawancarai pada siklus II ini adalah R5 sebagai siswa dengan nilai tertinggi, R20 sebagai perwakilan dari siswa yang memperoleh nilai sedang, dan R21 sebagai perwakilan dari siswa yang memeperoleh nilai rendah. 123 Pertanyaan yang disampaikan dalam wawancara siklus II sedikit berbeda dari siklus II. Perbedaannya terletak pada pertanyaan pertama dan terakhir, yaitu terkait perasaan siswa ketika mengikuti pembelajaran bercerita menggunakan media film kartun dan saran yang dapat siswa berikan pada pembelajaran bercerita menggunakan media film kartun. Pertanyaan pertama, Bagaimana perasaanmupendapatmu ketika mengikuti pembelajaran bercerita menggunakan media film kartun?” ketiga responden dalam wawancara ini sepakat menjawab senang dengan pembelajaran bercerita menggunakan media film kartun. Mereka menyatakan bahwa pembelajaran dengan media film kartun mengasyikan dan mudah dipahami sehingga dapat membuat cerita dengan runtut. Pertanyaan berikutnya adalah terkait dengan kesulitan yang dihadapi ketika mengikuti pembelajaran bercerita menggunakan media film kartun. R5 menyatakan bahwa tercatat sedikit kesulitan, yaitu saat harus bercerita di depan teman-teman, R5 mengaku sedikit gogi. R20 menyatakan tidak mengalami kesulitan dalam mengikuti pembelajaran, sedangkan R21 sebagai siswa dengan nilai rendah menjawab bahwa kesulitan bersumber dari dirinya sendiri yaitu pengingatannya lemah, sehingga perlu waktu lebih untuk dapat mengingat cerita keseluruhan. Berikutnya, peneliti menanyakan pendapat siswa tentang media yang digunakan dalam pembelajaran bercerita yaitu media film kartun, apakah membantu siswa dalam bercerita. Ketiga responden menjawab bahwa media film kartun membantu mereka dalam bercerita. “Media film kartun membantu saya dalam mengingat jalannya cerita, kalau saya lupa dengan cerita yang saya tulis 124 saya bisa melanjutkannya dengan mengingat yang ada dalam film,” ujar R21, sedangkan R5 menjawab, ”Iya membantu, ceritanya ringan, tidak bertele-tele,” dan R20 menjawab, ”Lucu, menyenangkan, dan sangat membantu saya dalam bercerita.” Ketika mereka ditanya tentang hal baru apa yang mereka dapatkan dari penggunaan media film kartun dalam pembelajaran bercerita, mereka sepakat menjawab bahwa mereka menemukan pengalaman baru dalam pembelajaran bercerita karena selama ini mereka mengikuti pembelajaran hanya dengan media tulis saja, baru kali ini mereka menggunakan media elektronik dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Terakhir, saran yang siswa berikan untuk pembelajaran menggunakan media film kartun selanjutnya. R5 memberi saran agar media film kartun sering digunakan dalam pembelajaran bercerita dengan menghadirkan cerita yang lucu dan menarik sehingga pembelajaran menjadi lebih menyenangkan. R20 menjawab agar film kartun yang digunakan harus lebih lucu agar siswa lebih tertarik, sedangkan R21 memberi saran agar sekolah-sekolah di nusantara menggunakan media film kartun dalam pembelajaran bercerita.

4.1.3.2.3 Hasil Jurnal

Dokumen yang terkait

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERCERITA MELALUI TEKNIK CERITA BERANGKAI DENGAN MEDIA WAYANG GOLEK SISWA KELAS VII SMP NEGERI 3 KUDUS

6 73 260

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERCERITA MENGGUNAKAN MEDIA FILM KARTUN DENGAN METODE TALKING STICK PADA SISWA KELAS VII C SMP NEGERI 1 BANJARHARJO BREBES

0 4 184

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERCERITA DENGAN URUTAN YANG BAIK MELALUI MEDIA GAMBAR SERI SISWA Peningkatan Kemampuan Bercerita Dengan Urutan Yang Baik Melalui Media Gambar Seri Siswa Kelas VII F SMP Negeri 1 Karangmalang Kabupaten Sragen.

11 21 16

PENDAHULUAN Peningkatan Kemampuan Bercerita Dengan Urutan Yang Baik Melalui Media Gambar Seri Siswa Kelas VII F SMP Negeri 1 Karangmalang Kabupaten Sragen.

0 1 7

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERCERITA DENGAN URUTAN YANG BAIK MELALUI MEDIA GAMBAR SERI SISWA Peningkatan Kemampuan Bercerita Dengan Urutan Yang Baik Melalui Media Gambar Seri Siswa Kelas VII F SMP Negeri 1 Karangmalang Kabupaten Sragen.

0 1 14

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERCERITA MENGGUNAKAN MEDIA GAMBAR PADA SISWA KELAS 1V SD NEGERI 2 Peningkatan Kemampuan Bercerita Menggunakan Media Gambar Pada Siswa Kelas 1V SD Negeri 2 Beteng Klaten Tahun Pelajaran 2012/2013.

0 1 10

(ABSTRAK) PENINGKATAN KEMAMPUAN BERCERITA MENGGUNAKAN MEDIA FILM KARTUN SISWA KELAS VII F SMP NEGERI 1 MANDIRAJA, BANJARNEGARA.

0 0 2

(ABSTRAK) PENINGKATAN KETERAMPILAN BERCERITA DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA WAYANG KARTUN PADA SISWA VII A SMP NEGERI I KANGKUNG KABUPATEN KENDAL TAHUN PELAJARAN 2008/2009.

0 0 3

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERCERITA DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA WAYANG KARTUN PADA SISWA VII A SMP NEGERI I KANGKUNG KABUPATEN KENDAL TAHUN PELAJARAN 2008/2009.

0 0 218

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERCERITA MENGGUNAKAN MEDIA KARTU BERGAMBAR UNTUK SISWA KELAS VII D SMP NEGERI 2 PRAMBANAN KLATEN.

0 0 198