mengalami krisis keuangan dan manjemen belum dapat merealisasikan penugasan pemerintah, sedangkan Direksi lama telah menikmati
pembayaran santunan purna jabatan periode awal yang lebih. 2
Mendorong Direksi baru untuk merealisasikan hasil temuan pemeriksaan BPK Tahun 2003 yaitu pembatalan pembayaran santunan purna jabatan
kepada Dewan Komisaris yang PNS atau pejabat instansi pemerintah. 3
SPKA akan melaksanakan kegiatan aksi, apabila Direksi baru malakukan tindakan pembayaran sisa santunan purna jabatan Direksi lama.
Penggunaan istilah Direksi lama dan Direksi baru adalah sesuai dengan keadaan pada saat surat pernyataan sikap tersebut dikeluarkan. Sebagimana
dimaklumi bahwa pada tanggal 28 September 2005 telah dilantik Direksi baru PT. Kereta Api Persero yang dipimpin oleh Ronny Wahyudi selaku Direktur
Utama. Penetapan Direksi baru ini berdasarkan keputusan Menneg BUMN Nomor: KEP-69MBU2005 tertanggal 27 September 2005. Sementara itu yang
dimaksud dengan Direksi lama adalah Direksi yang dipimpinan Omar Berto selaku DirekturUtama dan ditetapkan berdasarkan keputusan Menneg BUMN
No. KEP-56M-BUMN2002 tertanggal 8 Februari 2002.
D. Masukan Untuk RUPS
Sebagai organisasi pekerja yang pada dasarnya memiliki kepedulian yang besar terhadap maju mundurnya perusahaan, SPKA juga menaruh
Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009
perhatian terhadap pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham RUPS PT. Kereta Api Persero. SKPKA berusaha memberikan masukan kepada RUPS
terkait sejumlah hal yang memiliki implikasi bagi bisnis perusahaan. Masukan ini disampaikan oleh DPD SPKA Kantor Pusat melalui suratnya nomor:
238DPD.SPKAUMXII2005 tertanggal 28 Desember 2005. Dikeluarkannya surat tersebut terkait erat dengan akan dilaksanakannya RUPS PT. Kereta Api
Persero pada tanggal 29 Desember 2005 . Surat tersebut ditujukan kepada DPP SPKA, DPD SPKA se Jawa dan Suimatera dan para Kasubdit setingkat.
Sejumlah poin disampaikan oleh SPKA yang meliputi: 1
Mengusulkan kepada RUPS agar PSO yang belum dibayarkan akumulasi 2000-2004 Rp. 1.337 Trilyun serta dampak back-log perawatan sarana dan
prasarana akumulasi sampai akhir 2004 Rp. 11.835 Trilyun dapat segera difasilitasi untuk dipenuhi oleh pemerintah.
2 Memanfaatkan semangat nasionalisme Menneg BUMN yang berpihak
kepada PT. Kereta Api Persero sebagai BUMN Non TBK dan mendesak PT. BA sebagi perusahaan yang sebagian besar sahamnya dikuasi asing
untuk menyesuaikan tarif angkutan batu bara yang memungkinkan PT. Kereta Api berkembang.
3 Implementasi Good Corporate Governance GCG sebagai panglima untuk
melakukan leadership reform dengan meningkatkan kesejahteraan karyawan, dimana karyawan merupakan bagian dari ”mesin pencetak uang”
Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009
selain sarana dan prasarana. Ha ini didasarkan pertimbangan prinsip manajemen ”the man behind the gun” yang berarti bagaimana kondisi
prasarana dan sarana sangat tergantung pada karyawan yang menanganinya. 4
Membangkitkan etos kerja yang berorientasi pada peningkatan produktifitas dan efisiensi bagi perusahaan dengan stimulus peningkatan kesejahteraan
karyawan berdasarkan ”merit system” atau prinsip ”no success no pay” tidak berdasarkan absensi atau sekedar hadir dan bekerja ”as usual”.
5 Optimalisasi pendapatan perusahaan melalui:
Angkutan: a
Mengusulkan kenaikan tarif angkutan batubara melalui Divre III Sumsel dengan mempertimbangkan kajian Tim Sucofindo dan Tim Tarif PT.
Kereta Api Persero; b
Mengusulkan kenaikan tarif KA penumpang Kelas Ekonomi dengan besaran yang memperkecil PSO, karena selama ini terbukti APBN tidak
mampu mengakomodasi usulan PSO yang diajukan PT. Kereta Api Persero;
c Melakukan rasionalisasi operasi Kereta Api tertentu yang dinilai kurang
diminati pasar dengan indikator rendahnya okupansi, yang diharapkan dapat mengurangi beban kapasitas lintas demi urgensi safety operasi dan
meningkatkan kualitas pelayanan kereta api ketepatan jadwal kereta api;
Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009
d Memberdayakan peranan marketing perusahaan agar tidak ”jago
kandang” semisal memasang spanduk yang hanya di lingkungan PT. Kereta Api Persero yang mencerminkan semangat ”menunggu bola”
ketimbang ”mengejar bola”; e
Memfasilitasi alokasi APBN secara proporsional untuk perawatan dan rehabilitasi prasarana dengan skala prioritas pada koridor yang
memberikan pendapatan terbesar. Non Angkutan:
a Mempertegas peranan Divisi Properti dengan mengintegarasikan
pengelolaan dan penanganan potensi bisnis property yang selama ini ditangani secara parsial oleh Direktorat Pengembangan Usaha, Direktori
Operasi dan Divisi Properti; b
Pengelolaan KSO agar menganut prinsip: transparan, persaingan bebas secara penuh, melibatkan unsur Serikat Pekerja dalam proses dan
mekanisme penangannya. Masukan ini menunjukan betapa seluruh komponen SPKA menaruh
perhatian yang penuh terhadap pengelolaan perusahaan dalam berbagai bidang. Dengan begitu seharusnya tidak ada lagi celah yang cukup bagi terjadinya
penyimpangan atau penyelewengan oleh siapa pun. Tentu saja terkecuali bila dipaksakan dengan pendekatan kekuasaan. Tapi, sebagai sebuah penyimpangan
dan kejahatan, maka perbuatan curang sebesar apapun pada waktunya akan
Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009
terbongkar maka anggota dan pengurus SPKA yang tersebar diseluruh wilayah operasi PT. Kereta Api Persero akan mengawasinya secara seksama.
Dengar Pendapat Dengan DPR SPKA sebagai sebuah organisasi serikat pekerja di lingkungan PT.
Kereta Api Persero memang tidak pernah surut dalam perjuangannya. Berbagai cara dan pendekatan dicoba ditempuh semata-mata untuk mencapai
tujuan yang bermanfaat bagi kepentingan anggotannya. Apalagi yang diperjuangkan adalah menyangkut hayat hidup orang banyak. Satu diantara
bentuk perjuangan SPKA itu adalah dengan melakukan Rapat Dengar Pendapat RPD dengan Komisi V DPR RI di Gedung DPR-MPR Jakarta. Setelah
menempuh prosedur yang ada, RDP itu sendiri berlangsung pada Senin, 27 Juni 2005 mulai pukul 10.00 s.d. 12.00 WIB. Rapat tersebut dihadiri oleh
sebanyak 20 orang anggota Komisi V DPR RI dan dari SPKA sebanyak 42 orang pengurus dan anggotanya. Rapat Dengar Pendapat ini dipimpin oleh
Ketua Komisi V DPR RI Sofyan Mille. Ada 4 empat butir pokok bahasan yang dibicarakan pada kesempatan tersebut, yakni:
1 Permasalahan Dana Pensiun PSL
2 Tabungan Hari Tua THT
3 Asuransi Kesehatan Pegawai Aktif Pasif
4 Kerja Sama Operasi KSO, Rumah Dinas, aset yang tidak dimanfaatkan.
Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009
Dalam penyampaian aspirasi yang dipaparkan oleh Pjs. Ketua Umum Amien Abdurrachman dan ditambahkan oleh para ketua DPD serta FKPPKA
kepada Ketua Komisi V DPR RI pada dasarnya dapat diterima. Namun hal demikian itu akan dikonfirmasikan kepada Menteri Negara BUMN dan Menteri
Perhubungan. Dari perbincangan rapat dengar pendapat tersebut Ketua Komisi V Sofyan Mille memberikan beberapa informasi sebagai berikut:
1 Pemerintah telah memberikan bantuan untuk perkeretaapian di Indonesia
sebesar Rp. 2 Trilyun per tahun dan sudah dilakukan sebanyak 2 dua kali sehingga jumlahnya Rp. 4 Trilyun.
2 Hari Rabu, 29 Juni 2005 akan dilakukan Rapat Dengar Pendapat RDP
antara Komisi V DPR RI dengan Menteri Negara BUMN, Menteri Perhubungan, Menteri Keuangan dan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara. 3
Komisi V DPR RI dalam Rapat Dengar Pendapat akan memanggil Kepala Badan Kepegawaian Negara dan para mantan Direksi Perum? Persero
Kereta Api yang berkaitan dengan masalah perkeretaapian dan ketenagakerjaan di lingkungan PT. Kereta Api Persero.
4 Dalam Rapat Dengar Pendapat RDP antara Komisi V DPR RI dengan
Menteri Negara BUMN dan Menteri Perhubungan, SPKA dan FKPPKA diperbolehkan hadir untuk mengikuti.
Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009
Sebagai hasil akhir dari rapat dengar pendapat ini disepakati beberapa poin yang merupakan kesimpulan rapat, yaitu:
1 Komisi V DPR RI dalam rangka penyelesaian kemelut masalah dana
pensiun PSL, Tabungan Hari Tua THT, Asuransi Kesehatan Pegawai Aktif Pasif, KSO, Rumah Dinas dan asset yang tidak dimanfaatkan PT.
Kereta Api Persero, akan dilakukan audit bersama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi KPK.
2 Apabila tidak ada penyelesaian dari aspirasi yang disampaikan dalam rapat
dengar pendapat antara SPKA, FKPPKA dengan Komisi V DPR RI ini, maka Serikat Pekerja Kereta Api akan melakukan aksi mogok.
Uraian di atas menunjukkan bahwa sekali lagi SPKA tidak pernah mundur dan surut dalam memperjuangkan sesuatu yang diyakini kebenarannya.
Rapat Dengar Pendapat dengan pihak legislatif dalam hal ini Komisi V DPR RI tersebut merupakan langkah perjuangan yang cukup strategis. Sebagai wakil
rakyat pihak legislatif memang seyogianya mendengar, menampung dan memperjuangkan aspirasi rakyat termasuk SPKA yang beranggotakan lebih
dari 30.000 pekerja pegawai di lingkungan PT. Kereta Api Persero. Selain itu masih banyak pihak lain yang juga dilobby, didekati, dipengaruhi, dll. Oleh
SPKA semata-mata untuk mencari pemecahan atas masalah yang sedang dihadapi oleh organisasi pekerja ini.
Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009
Bagaimanapun dibutuhkan keseriusan, konsintensi dan ketangguhan para pemimpin dan seluruh anggota SPKA dalam memperjuangkan aspirasi dan
kepentingannya, agar bisa mencapai hasil yang diharapkan. Dan untungnya, SPKA memiliki kelebihan-kelebihan tersebut sehingga perjuangannya tidak
pernah surut dan mundur hanya karena kesulitan kecil dan tantangan yang tidak berarti. Berkat hal itu maka SPKA dengan masalah yang dihadapinya bisa
diketshui oleh para stakeholders perusahan ini dan para pengambilan keputusan di negeri ini.
Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009
BAB IV HAK-HAK KARYAWAN PT. KERETA API INDONESIA SETELAH