Tujuan Perjanjian Kerja Bersama

belum ada. Namun perundingan untuk memperbaiki dan memperpanjang PKB tersebut untuk periode berikutnya menjadi urgen untuk dilaksanakan. Kesadaran bahwa ada kebutuhan untuk memperbaiki dan membuat PKB baru untuk periode selanjutnya sebetulnya udah ada sejak awal berkembang di kalangan SPKA. Namun karena satu dan lain hal terutama di kalangan manajemen, maka perundingan yang dimaksud tidak terwujud meski periode PKB yang ada sudah berakhir 5 Mei 2005. Perundingan tersebut baru dilaksanakan setelah Direksi PT. Kereta Api Persero yang baru dilantik 28 September 2005. Maka perundingan pun akhirnya digelar 4 empat hari mulai tanggal 20-23 Desember 2005 di Ciater, Subang, Jawa Barat. Ini juga berarti bahwa perundingan tersebut dilaksanakan setelah peristiwa 5 Agustus 2005 dimana pemerintah menjanjikan tiga butir komitmen terhadap permasalahan terhadap permasalahan yang dihadapi oleh pegawai PT. Kereta Api Persero.

2. Tujuan Perjanjian Kerja Bersama

Perjanjian kerja bersama sebagai salah satu sarana dalam melaksanakan hubungan industrial bertujuan : 87 a. Mempertegas dan memperjelas hak dan kewajiban pekerja buruh atau serikat pekerja serikat buruh di perusahaan. 87 Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial, Pedoman Pembuatan Perjanjian Kerja Bersama , Jakarta : Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, 2005, hlm 6 Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009 b. Mempertegas dan menciptakan hubungan industrial yang harrmonis dalam perusahaan. c. Secara bersama menetapkan syarat-syarat kerja dan atau hubungan ketenagakerjaan yang belum diatur dalam perundang-undangan. d. mengatur tata cara penyelesaian keluh kesah dan perbedaan pendapat antara pekerjaburuh atau serikat pekerja serikat buruh denga pihak pengusaha. e. menciptakan ketenangan kerja bagi pekerjaburuh dan kepastian usaha bagi pengusaha karena adanya pengaturan hak dan kewajiban yang jelas bagi kedua belah pihak. 1. Butir-Butir Kesepakatan antara SPKA dengan PT KAI. Berikut adalah butir-butir kesepakatan yang dihasilkan dalam perundingan antara Tim Perunding SPKA dengan Tim Perunding manajemen PT. Kereta Api Persero selama empat hari di Ciater, Subang, Jawa Barat. Perundingan yang dilakukan meliputi :

a. Perundingan I

1 Para pihak sepakat bahwa bahan pembahasan PKB 2006-2008 menggunakan konsep PKB SPKA; 2 Awal pembahasan sesuai Tata Tertib yakni mendahulukan pembahasan materi yang berdampak finansial; Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009 3 Menyangkut draft Pasal 40 dan 41 tentang Penghasilan Pegawai pihak SPKA menuntut kepada manajemen adanya kenaikan gaji pokok sebesar 100 di atas gaji pokok PNS yang berlaku; 4 Tanggapan dari pihak manajemen bahwa kenaikan gaji pokok pegawai pada tahun 2006 ± 10 dari gaji pokok pegawai tahun 2003; 5 Atas pembahasan Pasal 40 dan 41 tentang Penghasilan Pegawai, para pihak belum dapat menyepakati besaran kenaikan gaji pokok pegawai; 6 Para pihak sepakat bahwa perundingan materi bahasan Pasal 40 dan 41 untuk sementara ditunda sampai dengan perundingan hari kedua.

b. Perundingan II

1 Terkait dengan rumusan Pasal 41 tentang Dasar Penetapan dan Komponen Penghasilan pada Konsep PKB 2006-2008, kedua pihak sepakat bahwa sebagai dasar penetapan Gaji Pokok Pegawai adalah sekurang-kurangnya sebesar 10 di atas Gaji Pokok PNS yang berlaku yang didasarkan pada golongan dan masa kerja; 2 Kedua pihak sepakat bahwa di dalam komponen Gaji Pegawai ditambahkan adanya Tunjangan Perbaikan Penghasilan TPP yang didasarkan pada potensi-potensi sumber pendapat perusahaan yang besarannya akan diformulasikan dan disepakati oleh kedua pihak yang akan dituangkan ke dalam pasal tersendiri; Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009 3 Rumusan Pasal 41 dan pasal baru tentang Tunjangan Perbaikan Penghasilan TPP dimaksud akan disusun dan dirumuskan oleh Tim Perumus kedua pihak untuk kemudian disampaikan kepada Tim Perunding kedua pihak untuk disepakati pada perundingan hari ketiga.

c. Perundingan III

1 Para pihak sepakat untuk mentaati Tata Tertib Perundingan butir 10 dengan menaati kesepakatan perundingan pada hari kedua, yaitu pasal 41 PKB; 2 Para pihak sepakat klausul Pasal 41 ayat 1 khusus huruf a; ayat 3 khusus Tunjangan Perumahan, Transportasi, Kelemahan dan Khusus; ayat 4 khusus Tunjangan Akomodasi; ayat 5 dan 6 akan dikaji ulang; 3 Kedua pihak sepakat atas klausul tentang Tunjangan Perbaikan Penghasilan TPP dan Tunjangan Prestasi TP dibuat oleh pihak Manajemen dan untuk sementara pembahasannya ditunda untuk diformulasikan oleh pihak Manajemen; 4 Kedua pihak sepakat Pasal 50 tentang Tunjangan Perumahan pembahasannya ditunda; 5 Kedua pihak sepakat Pasal 53 tentang Tunjangan Pendidikan Awal Tahun Ajaran Baru tahun 2006 diberikan sebesar Rp. 500.000,-, Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009 6 Pasal 61 tentang Pakaian Dinas ayat 3 dipending, menunggu kesepakatan jumlah pakaian dinas yang diberikan setiap tahunnya. 7 Pasal yang mengatur tentang Kesehatan akan dibahas pada perundingan hari keempat.

d. Perundingan IV

a. Kedua pihak sepakat atas klausul Pasal 61 PKB 2006-2008 tentang prinsip pemeliharaan kesehatan: 1 Ayat 1, perusahaan memberikan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi pegawai, pensiunan, janda duda pensiunan dan anak yang berhak; 2 Ayat 2, sepakat. 2 Ayat 3, dihapus. 3 Ayat 4 disepakati menjadi ayat 3 dengan isi klausul sebagai berikut: bahwa pengelolaan dana jaminan pemeliharaan kesehatan sebagaimana dimasud dalam ayat 1 dilakukan dengan metode dan prinsip asuransi kesehatan dengan manfaat minimal sama dengan PNS oleh badan yang ditunjuk atas kesepakatan kedua pihak; Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009 b Kedua pihak sepakat bahwa klausul Pasal 62 PKB 2006-2008 tentang Kriteria Pelayanan Kesehatan akan dibahas kemudian; c Kedua pihak sepakat pada klausul 7 tentang Fasilitas Bantuan dan Dispensasi untuk keperluan SPKA sebagai berikut: 1 Ayat 1 sepakat; 2 Ayat 2 perlu dibahas kemudian; 3 Ayat 3 dan 4 dengan klausul sebagai berikut: bahwa pegawai yang menjabat pengurus SPKA dalam melaksanakan tugas-tugas organisasi harus diberikan dispensasi olehh manajemen. Dengan ketentuan jikalebih dari 2 dua hari harus dengan ijin tertulis; d Kedua pihak sepakat bahwa masalah pelayanan kesehatan segera dibahas tersendiri di luar perundingan PKB. Hasil pembahasan tersebut akan menjadi materi PKB 2006-2008. e Kedua pihak sepakat akan melakukan pertemuan informal antara Tim Penyusun untuk mempersiapkan bahan perundingan tahap selanjutnya. Pelanggaran terhadap klausul yang disepakati sesungguhnya merupakan pelanggaran hukum perjanjian yang bersifat privat atau perdata. Karena PKB pada dasarnya sebuah produk hukum yang timbul akibat perikatan kedua belah pihak. Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009 Perundingan kali ini memang belum serta merta menghasilkan sebuah PKB yang siap diimplementasikan. Tetapi dinamika dan sikap kritis yang ditampilkan oleh SPKA membuktikan bahwa internalisasi sejumlah masalah sebagai bahan perjuangan tidak pernah berhenti dilakukan. 2. Kontribusi Dalam Revisi UU Perkeretapian Sejauh ini Indonesia sudah memiliki Undang-undang Perekeretapian yaitu undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 yang dituangkan pada tanggal 11 Mei 1992. Undang-undang ini boleh dibilang tergolong visioner. Apalagi sejauh ini pelaku bisnis kereta api sebtulnya hanya ada satu yakni PT. Kereta Api Persero. Jadi sebetulnya cenderung monopolistis. Berbeda misalnya dengan perposan kurir dimana pelaku bisnisnya bergitu banyak bahkan sampai ribuan, namun belum memiliki undang-undang pos.keberadaan Undang-undang Perkeretaapian dengan demikian justru dimaksudkan untuk memajukan dunia perkeretaapian nasional yang sudah barang tentu tidak mungkin bersifat monopolistis. Sementara itu perkeretaapian sebagai salah satu moda transportasi nasional diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, adil dan merata, keseimbangan, kepentingan umum, keterpaduan dan percaya pada diri sendiri. Perkeretaapian diselenggarakan dengan tujuan untuk memperlancar perpindahan orang dan atau barang secara massal, menunjang pemerataan, Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009 pertumbuhan dan stabilitas serta sebagai pendorong dan penggerak pembangunan nasional. Dengan aturan yang demikian, maka sulit diharapkan dunia perkeretaapian akan maju sebagimana di Negara lain dimana rasio pengguna kereta api demikian tinggi. Realitas jumlah penduduk kita menunjukkan bahwa bangsa ini sangat membutuhkan moda transportasi yang bernama kereta api. Melihat kenyataan demikian, maka tidak ada jalan lain kecuali Undang-undang Perkeretaapian haruslah direvisi. Undang-undang Perkeretaapian haruslah didesign sedemikian rupa agar memiliki daya tarik dan insentif yang menggiurkan bagi investor untuk menanamkan modalnya dalam bisnis perkeretaapian nasional. Bagimanapun pemerintah tidak mungkin membangun perkeretapian sendiri tanpa adanya peran serta pihak swasta lokal maupun internasional. Kenyataan menunjukkan pemerintah masih teramat sibuk dengan urusan lain yang memang memerlukan perhatian yang lebih khusus. Namun kereta api haruslah dikembangkan dengan serius oleh pemerintah dengan dukungan serius oleh pemerintah dengan dukungan pihak swasta, karena dapat dipastikan kereta api akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan peningkatan dan kesejahteraan rakyat. Terkait dengan revisi Undang-undang Perkeretaapian, DPR RI yakni Komisi V melalui Sekretaris Jenderalnya telah mengundang SPKA pada tanggal 22 Februari 2006. acaranya adalah Rapat Dengar Pendapat Umum Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009 RDPU untuk mendapatkan masukan dalam rangka pembahasan RUU Perkeretaapian. Selain SPKA pada kesempatan itu Komisi V DPR RI juga mengundang Asosiasi Profesi Kereta Api APKA. Pada kesempatan itu menyampaikan sejumlah masukan kepada DPR yang kirannya dapat mempertimbangkan untuk diakomodasi dalam Undang-undang Perkerataapian yang baru kelak. Dalam kesempatan itu SPKA menyoroti sejumlah hal diantaranya terkait dengan penurunan dalam berbagai bidang dalam perkeretaapian nasional yang ada sejauh ini. Misalnya panjang jalan kereta api mengalami penurunan 41 dalam 61 tahun. Bila dalam tahun 1939 panjangnya 6.811 KM dan turun menjadi 6.096 KM, maka pada tahun 2000 sudah turun menjadi 4.030 KM. Begitu juga dengan stasiun perhentian. Jika pada tahun 1955 berjumlah 1.516 titik, pada tahun 2000 sudah menjadi 571 titik. Jadi penurunan 62 dalam 45 tahun. Adapun sarana yakni lokomotif juga mengalami penurunan dari semula tahun 1939 berjumlah 1.314 unit turun menjadi 30 unit pada tahun 2000. Ini berarti terjadi penurunan 60 dalam 61 tahun. Sedangkan jumlah penumpang terus mengalami peningkatan. Bila dalam tahun 1955 jumlah penumpang berjumlah 146,9 juta orang, maka dalam tahun 2000 naik menjadi 191,1 juta orang atau naik 30 dalam 45 tahun. Dalam kaitan itu semua SPKA kemudian mengharapkan agar dilakukan perbaikan kebijakan menyangkut antara lain asset yang ada agar prasarana Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009 dikelola oleh PT. Kereta Api Persero dan tanah tetap dimiliki oleh PT. Kereta Api Persero. Kemudian diusulkan pula agar dibentuk badan pengelola penyelenggara yang beragam untuk mengurusi prasarana dan sarana yang bersifat multi operator open access. Sementara regulator menerapkan kebijakan-kebijakan dalam kaitan standar teknis dan keselamatan, persyaratan, prosedur, audit dan perizinan. Untuk mempercepat pemulihan kondisi SPKA memandang perlu dilakukan beberapa hal, yaitu: 1 Melakukan normalisasi lintasan dengan mengenali koridor dengan beban yang tinggi; 2 Memprioritaskan pembangunan double track untuk meningkatkan kapasitas yang ada; 3 Memulai pembangunan infrastruktur kereta dengan kecepatan tinggi; dan 4 Sinkronisasi angkutan strategis militer. Terkait dengan peningkatan kontribusi pekerja pegawai kereta api, SPKA mendorong agar dimungkinkannya rekruitmen pekerja pegawai PT. Kereta Api Persero oleh pendatang atau operator baru. Kemudian dirasakan pentingnya ditumbuhkan sikap enterpreneurship di lingkungan PT. Kereta Api Persero dengan merekrut tenaga profesional. Lalu memperkuat implementasi good coorporate governance GCG dalam bisnis PT. Kereta Api Persero menjadi sangat penting ketika multi operator sudah menjadi realitas Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009 perkerataapian nasional. Selanjutnya pemerintah diharapkan memberikan perlakuan yang sama dalam hal regulasi sebagaimana juga berlaku pada BUMN lain seperti PLN, Telkom dan lain-lain. Dalam RDPU tersebut akhirnya SPKA menyampaikan beberapa poin harapan, yaitu: 1 Langkah revisi Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian akan memajukan perkertaapian Indonesia sekaligus memajukan PT. Kereta Api Persero menjadi leader dalam bisnis perkeretaapian nasional; 2 Semua stakeholder perkeretaapian hendaknya satu pandangan dalam mewujudkan kemajuan melalui revisi UU No. 13 Tahun 1992 tersebut; dan 3 Terjadinya pilihan prioritas dalam pengembangan transportasi nasional berdasarkan cost and benefit opportunity. Begitulah RDPU yang digelar oleh Komisi V DPR RI dalam mendapatkan masukan seputar pembahasan RUU Perkeretaapian yang sedang digodok di Senayan. Dengan hadirnya SPKA dalam RDPU kali ini maka dapat dipastikan bahwa SPKA telah dipandang oleh DPR sebagai pihak salah satu stakeholder kompeten dalam memberikan masukan. Tentu kiprah dan peran serta SPKA selama ini menjadi pertimbangan yang nyata sehingga masukannya diperlukan. Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009 Revisi UU Perkeretaapian memang sudah terdengar setidaknya dalam empat tahun lalu. Namun nampaknya kali ini DPR bersama Pemerintah jauh lebih serius dalam menggarap penyelesaiannya. Sudah barang tentu kebutuhan akan kereta api yang demikian besar menjadi salah satu alasan pentingnya revisi UU Perkeretaapian. Bagi SPKA dengan anggota mencapai 30.000 orang revisi UU Perkeretaapian hendak dijadikan sebagai peringatan dini early warning system bahwa persaingan dalam bisnis perkeretaapian di masa mendatang akan semakin serius. PT. Kereta Api Persero dimana SPKA menjadi tulang punggungnya semestinya dapat berbenah sejak dini, menyongsong persaingan yang semakin ketat dengan tidak melupakan kontribusi pengabdiannya bagi kemaslahatan para pengguna jasa angkutan kereta api di negeri ini.

B. Hak-Hak Karyawan PT KA Persero

1. Fungsi dan Manfaat Perjanjian Kerja Bersama