Dampak Pengalihan Bentuk Perusahaan

BAB III IMPLIKASI PERUBAHAN BENTUK PERUM MENJADI PERSERO

TERHADAP STATUS KARYAWAN PT. KERETA API INDONESIA

A. Dampak Pengalihan Bentuk Perusahaan

Perubahan status bentuk Perusahaan Jawatan Kereta Api PJKA menjadi Perusahaan Umum Kereta Api PERUMKA dan selanjutnya PT. Kereta Api Persero tak bisa dipungkiri telah menimbulkan sejumlah dampak. Satu di antaranya adalah dengan perubahan tersebut maka status kepegawaian para pegawai pekerja pun turut berubah. Namun konsekuensi yang paling menonjol adalah dimensi hukumnya, dimana telah terjadi pemberhentian para pegawai yang berstatus PNS menjadi pegawai perusahan. Menghadapi kenyataan demikian pihak manajemen bersama dengan Serikat Pekerja Kereta berinisiatif melakukan kajian aspek hukum dari perubahan atau pengalihan status tersebut. Kajian tersebut kemudian menemukan sejumlah fakta yang merupakan rangkaian sejarah dari perusahaan pengelola jasa angkutan kereta api tersebut. Kajian tersebut paling tidak dibagi kedalam beberapa periode, yakni: 1 Era PJKA PJKA didirikan berdasarkan PP No. 61 Tahun 1971 tentang Perusahaan Jawatan PERJAN Kereta Api. Periode PJKA dimulai sejak tahun 1971 s.d. 1991. Adapun status kepegawaiannya adalah sebagai Pegawai Negeri Sipil Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009 PNS yang diatur dalam PP No. 16 Tahun 1979 tanggal 25 Juni 1979 tentang Pengangkatan Calon Pegawai Jawatan Kereta Api menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil. Sebagai Pegawai Negeri Sipil PNS; diatur dengan SKB Menkeu dan Menhub: Nomor KM.96LD.302Phb79-No.127KMK.071979 tanggal 30 Maret 1979 tentang Pelaksanaan Penyelesaian Pendirian PJKA. Karena status pegawai sebagai PNS, maka pembinaan kepegawaian harus mengacu kepada UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. 82 Dalam proses pengalihan status pegawai PNS PJKA menjadi pegawai PERUMKA digunakan sejumlah ketentuan-ketentuan, antara lain: 1 Petunjuk-petunjuk Dephub yang dituangkan dalam: a Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: SK.13KP.406Phb-78 tanggal 16 Maret 1978 tentang Pemilihan Status Pegawai Negeri Sipil yang diperbantukan pada Perusahaan Umum di lingkungan Departemen Perhubungan. Pasal 2 ayat 5 menyebutkan Pegawai Negeri yang memilih status Pegawai Perusahaan Umum akan diberhentikan dengan hormat sebagai PNS dan menjadi Pegawai Perusahaan Umum penuh. Pasal 3 ayat 2 menyatakan pembinaan pegawai yang memilih menjadi pegawai Perusahaan Umum dilakukan oleh Perusahaan Umum yang bersangkutan. Pasal 4 ayat 1 menyatakan bahwa PNS yang menggunakan hak pilihnya harus 82 Zainul A Dalimunthe, Op cit. hal 103. Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009 mengisi dan menandatangani formulir yang disediakan yang dialamatkan kepada Menteri Perhubungan. Pada ayat 3 disebutkan PNS yang memilih status sebagai Pegawai Perusahaan Umum wajib mengajukan permohonan berhenti sebagai PNS Atas Permintaan Sendiri kepada Menteri Perhubungan. b Surat Perintah Sekretaris Jenderal Dephub Nomor: SP.629KP.003Phb-90 tanggal 20 November 1990. Substansi dari surat ini memerintahkan Direksi Perusahaan Jawatan Kereta Api melaksanakan pendataan Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Perusahaan Jawatan Kereta Api untuk persiapan peralihan status. Hasil pendataan dimaksud selambat-lambatnya 1 Maret 1991. Perintah tugas ini ditanda tangani oleh Sekjen Dephub ketika itu Djunaedi Hadisumarto. c Surat Sekjen Dephub No. KP.40638.Phb-91 tertanggal 8 Januari 1991 tentang Pembinaan Pegawai Perum Kereta Api masa transisi. Substansinya adalah dengan beralihnya status perusahaan, sedangkan status Pegawai Perusahaan Kereta Api belum berubah dan masih tetap berstatus PNS. Berdasarkan Pasal 15 PP 57 1990, penyelesaian status PNS akan dikeluarkan SKB Menteri Perhubungan dengan Menteri Keuangan dan Menpan. Sambil menunggu SKB tersebut Pembinaan Pegawai Negeri Sipil Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009 Perumka tetap menjadi Wewenang Kepala Jawatan Kereta Api sesuai keputusan Menhub No. KP.5KP.008Phb-88 tanggal 4 Agustus 1988 dan KP.16KP.008Phb-89 tanggal 4 September 1989. Surat ini ditanda tangani oleh Sekjen Dephub ketika itu Djunaedi Hadisumarto, namun tidak dilengkapi cap stempel Departemen Perhubungan. d Surat Edaran Kepala Biro Kepegawaian Dephub No. Se.2KP001PHB-91 tanggal 28 September 1991 tentang Mono Status Pegawai Perum di lingkungan Dephub. Surat ini mempunyai substansi bahwa dalam rangka penyelesaian status kepegawaian terhitung mulai tanggal 1 April 1991 di lingkungan Dephub hanya terdapat satu status yaitu Pegawai Perusahaan Umum Perum. Untuk sementara jabatan Direksi dan jabatan-jabatan lain di Perum yang dijabat oleh PNS III c keatas tetap dijabat oleh PNS sampai dikeluarkannya Peraturan Pemerintah PP tentang Status Pegawai Badan Usaha Milik Negara BUMN. Surat ini ditanda tangani oleh Swarno Tjitrosuwito, tanda cap stempel Departemen Perhubungan. e Surat Sekjen Dephub No. KP.40638.Phb-91 tanggal 7 Desember 1991 tentang Pembinaan Pegawai. Isi penting surat ini adalah sambil menunggu penetapan kebijaksanaan lebih lanjut tentang Pembinaan Pegawai Perum di lingkungan Dephub, diberitahukan Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009 bahwa beberapa keputusan Menteri Perhubungan masih tetap berlaku dan dapat dipergunakan untuk menyelenggarakan administrasi pembinaan kepegawaian Perumka yakni: a Keputusan Menhub No. KM.79KP.006Phb-84 tentang Pokok- Pokok Pembinaan Kepegawaian Perumka di lingkungan Dephub. b Keputusan Menhub No. KM.194KP.406Phb-85 tentang Pembinaan PNS di lingkungan Dephub yang diperbantukan dipekerjakan di luar instansi induk. c Keputusan Menteri Perhubungan No. KM.156KP.406Phb-86 tentang Petunjuk Pelaksanan PembinaanPNS di lingkungan Dephub yang diperuntukan dipekerjakan di luar instansi induk. 2 Keputusan Direksi Nomor: KAKP39268SK91 tanggal 18 Desember 1991 tentang Pembentukan Tim Pengalihan Status Kepegawaian. a Berdasarkan hasil rapat Sub Tim di Wisma PENA Jakarta tanggal 13 Januari 1992. b Sesuai dengan pembicaraan Kepala Biro Kepegawaian Dephub, disepakati bahwa pegawai yang berusia 50 tahun ke atas menjadi PNS yang diperbantukan, sedangkan pegawai yang berusia 50 tahun ke bawah menjadi pegawai Perumka. Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009 c Prinsip dasar pengalihan status tidak merugikan pegawai. d Menjelang pengalihan status dilaksanakan 1 April 1992 hak-hak pegawai supaya diselesaikan KP 1-10-1991 dan kasus-kasus diselesaikan. KP 1-4-1992 akan diproses sesuai KP PNS. e Hasil konsultasi dengan Dephub dan BAKN tentang landasan Pemilihan Status. Dengan mengacu pada SK Menhub No. 13KP.406Phb-87 tanggal 16 Maret 1987, dibicarakan landasan pemilihan Status Kepegawaian batas usia 50 tahun: a. BAKN berpendapat perlu ada penetapan SK sebagai landasan berpijak dari pengalihan status. b. Dephub berpendapat cukup dengan surat Dephub karo kepegawaian No. KP.304217.Phb-92 tanggal 15 Januari 1992. Setelah dilakukan kajian telaah oleh Tim maka diperoleh kesimpulan bahwa dasar pemberhentian Pegawai Negeri Sipil PJKA adalah karena ”Atas Permintaan Sendiri” yang diwajibkan oleh Departemen Perhubungan yang kemudian disikapi dan dilaksanakan oleh Direksi Perumka. Penjelasan Pasal 23 ayat 1 a. Undang-undang No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian menyebutkan ”Pegawai Negeri Sipil yang meminta berhenti berhenti dengan kemauan sendiri, pada prinsipnya harus diberhentikan dengan hormat. Tetapi apabila kepentingan dinas mendesak, maka permintaan berhenti Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009 itu dapat ditolak atau ditunda untuk sementara waktu”. Artinya berhenti atas permintaan sendiri adalah karena kemauan pegawai itu sendiri. Dari pengakuan beberapa pegawai eks. PJKA berdasarkan hasil wawancara diperoleh bahwa, pengunduran diri mereka sebagai PNS bukan atas permintaan mereka dan bukan pula atas kemauan mereka sendiri. Melainkan kewajiban atas kebijakan Departemen Perhubungan dan Direksi Perumka saat itu. Karena ada keharusan mengisi dan menandatangani formulir permohonan berhenti sebagai PNS yang sudah disediakan. Surat Karo Kepegawaian Departemen perhubungan Nomor: KP.304217-Phb-92 tanggal 15 januari 1992. Untuk membuktikan kebenaran hal tersebut Tim Kajian ini mengusulkan agar dilakukan kajian ulang kepada seluruh eks. Pegawai PJKA untuk mengetahui latar belakang tindakan yang sebenarnya. Didasari atas permintaan siapa dan kemauan siapa mereka itu diberhentikan sebagai PNS?. Kalau terbukti latar belakang tindakan mereka bukan atas permintaan sendiri dan bukan pula karena kemauan sendiri, maka kebijakan ini cacat hukum ditinjau berdasarkan pasal tadi. Permintaan berhenti bisa dilakukan hanya oleh karena kemauan sendiri. Apabila terjadi pengalihan hak secara sepihak, maka didalamnya terdapat indikasi unsur pemaksaan. Segala kerugian yang ditimbulkan karena terjadinya pengalihan hak secara sepihak, maka seluruh kerugian tersebut adalah menjadi tanggung jawab yang mengambil alih hak Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009 orang lain. Dalam hal ini pemerintah harus menjaminapa yang menjadi hak pegawai. Hingga saat dilakukan kajian ini, status kepegawaian belum tuntas berdasarkan Pasal 57 PP No. 57 Tahun 1990 berbunyi ”penyelesaian pengalihan status pegawai Perusahaan Jawatan Perjan Kereta Api menjadi Pegawai Perusahaan Umum Perum Kereta Api diatur lebih lanjut oleh Menteri Perhubungan, Menteri Keuangan dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara. Hingga tahun 2002 SKB dimaksud belum juga keluar. Ditambah lagi kegagalan Direksi Perumka yang menyangkut Pasal 15 jo PP No. 57 1990, berbunyi “tugas dan wewenang Direksi adalah sebagai berikut: menetapkan gaji, pensiun jaminan hari tua dan penghasilan lain bagi pegawai serta mengatur semua hal kepegawaian lainnya sesuai dengan ketentuan- ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketika kedua hal tersebut belum dapat diselesaikan, ternyata perusahaan sudah mengalami perubahan lagi dari bentuk Perumka menjadi PT. Kereta Api Persero tertanggal 1 Juni 1999. Atas masalah yang dihadapi tersebut, Tim menyepakati akan meminta penjelasan dan pertanggung jawaban kepada para pejabat terkait atas segala akibat kelalaian maupun kerugian yang ditimbulkannya terutama semasa menjalankan tugas dan wewenangnya. Berdasarkan kajian Tim dari berbagai peraturan yang telah diuraikan di atas, ditinjau dari aspek legalitas, maka penyelesaian status kepegawaian Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009 Perusahaan Jawatan Kereta Api PJKA menjadi pegawai Perusahaan Umum Kereta Api Perumka dianggap belum tuntas. Karena itu hal-hal berikut perlu dipertimbangkan: a Bagi pegawai yang diangkat semasa PJKA, status kepegawaiannya adalah sebagi PNS yang diperbantukan pada PT. Kereta Api Persero dan bagi pegawai yang diangkat pada era Perumka dan era PT. Kereta Api Persero, status kepegawaiannya adalah sebagai pegawai perusahaan PT. Kereta Api Persero. b Segala hak dan kewajiban bagi kedua status pegawai yang ada di PT. Kereta Api Persero dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku. 2 Era PERUMKA Perumka didirikan berdasarkan PP No. 57 Tahun 1990 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Jawatan Perjan Kereta Api menjadi Perusahaan Umum Perum Kereta Api. Periode status Perumka adalah mulai 1 Juni 1991 s.d. 1 Juni 1999. Status kepegawaiannya adalah Pegawai Perum sesuai PP No. 13 Tahun 1998 tentang Perusahaan Umum Perum. Status pegawai tidak jelas selama SKB Menteri belum keluar, sesuai Pasal 57 PP No. 57 Tahun 1990 “penyelesaian pengalihan status pegawai PJKA menjadi pegawai Perumka diatur lebih lanjut oleh Menteri Perhubungan, Menteri Keuangan dan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara. Namun SKB Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009 tersebut belum pernah ada dan sepanjang SKB tersebut belum dikeluarkan maka pembinaan pegawai dilaksanakan oleh Kaperjanka sebagaimana diatur dengan SK Menhub No. 5KP.008Phb-88 tertanggal 4 Agustus 1988 dan KP 16KP.008Phb-89 tertanggal 5 September 1989. Landasan pengaturan pembinaan pegawai juga didasarkan pada surat Kepala Biro Kepegawaian Dephub No. SE.2KP.001PHB-91 tanggal 28 Februari 1991 tentang Mono status Pegawai Perum di lingkungan Dephub. Ada pula surat Sekjen Dephub Nomor: KP.30422Phb-91 tanggal 8 Februari 1991 tentang Pembinaan Pegawai Perumka. Selanjutnya ada keputusan Menhub No. 7 Tahun 1992 tanggal 2 Maret 1992 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengalihan Status Kepegawaian dari PNS PJKA menjadi pegawai Perumka. Intinya menyebutkan pegawai yang mencapai usia 50 tahun terhitung mulai tanggal 1- 4-1992 status kepegawaiannya adalah PNS yang diperbantukan pada Perumka. Sedangkan pegawai yang belum mencapai usia tersebut maka status kepegawaiannya dialihkan menjadi pegawai Perumka. PNS yang diperbantukan pada Perumka, pembinaan kepegawaiannya harus mengacu pada UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian dan Pengelolaan Dana Pensiunnya oleh PT. Taspen Persero. Sedangkan pembinaan kepegawaian dengan status pegawai Perumka mengacu pada Pasal 15 PP No. 57 1990. Selanjutnya PP No. 13 Tahun 1998 tentang Perusahaan Umum Perum tanggal 17 Januari 1998 menyatakan pegawai Perum Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009 merupakan pekerja Perum yang pengangkatan dan pemberhentian, kedudukan, hak serta kewajibannya ditetapkan berdasarkan perjanjian kerja sesuai dengan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan. Ketentuan-ketentuan yang digunakan dalam proses pengalihan status pegawai Perumka menjadi pegawai PT. Kereta Api Persero adalah: a. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1998 tentang Pendirian Perusahaan Perseroan. Pasal 1 ayat 2 berbunyi “pendirian perusahaan perseroan dengan ketentuan bahwa segala hak dan kewajiban, kekayaan serta pegawai Perusahaan Umum yang ada pada saat pembubarannya beralih kepada Perusahaan Perseroan Persero yang bersangkutan”. b. Pasal 33 PP No. 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan Persero menyatakan “pegawai persero merupakan pekerja persero yang pengangkatan dan pemberhentian, kedudukan, hak serta kewajibannya ditetapkan berdasarkan perjanjian kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan. Terhadap fakta-fakta tersebut di atas, telaah Tim menyatakan bahwa berdasarkan isi Pasal 6 PP No. 19 Tahun 1998 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum Perum Kereta Api menjadi Perusahaan Perseroan Persero berbunyi ”terhitung sejak berdirinya Perusahaan Perseroan, maka PP No. 57 Tahun 1990 dinyatakan tidak berlaku lagi”. Masalahnya kemudian adalah penyelesaian status kepegawaian dimaksud belum tuntas, karena belum Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009 dikeluarkannya SKB 3 Menteri sesuai Pasal 57 PP No. 1990 dan sudah dinyatakan tidak berlaku lagi. Sehubungan dengan itu ada dua kemungkinan proses yang dapat dilaksanakan dalam rangka penyelesaian persoalan status kepegawaian ini, yaitu: a. PNS PJKA dialihkan menjadi pegawai Perumka lalu dialihkan pula menjadi pegawai PT. Kereta Api Persero; b. PNS PJKA langsung dialihkan menjadi pegawai PT. Kereta Api Persero, karena PP No. 57 Tahun 1990 sudah dinyatakan tidak berlaku lagi. Oleh karena penyelesaian status kepegawaian Perusahaan Jawatan Kereta Api PJKA menjadi pegawai Perusahaan Umum Kereta Api Perumka pun belum tuntas, maka dengan memperhatikan waktu dengan biaya diperlukan solusi yang tepat. Solusi tersebut adalah status PNS PJKA langsung diperoleh menjadi PNS yang diperbantukan di PT. Kereta Api Persero. Sedangkan pegawai penerimaan Perum beralih status menjadi pegawai PT. Kereta Api Persero. 3 Era PT. Kereta Api Persero PT. Kereta Api Persero didirikan berdasarkan PP 19 Tahun 1998 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum Perum Kereta Api menjadi Perusahaan Perseroan Persero. Akte Notaris pendirian oleh Imas Fatimah, SH. No. 2 Tahun 1999 tanggal 1 Juni tentang pendirian Perusahaan Persero PT. Kereta Api Persero. Masa status persero tersebut adalah mulai 1 Juni Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009 1999 hingga saat ini. Status pegawainya adalah pegawai persero. Adapun mengenai pembinaan kepegawaiannya tunduk pada UU Ketenagakerjaan 83 Bahwa tindak lanjut pengalihan status pegawai perumka menjadi pegawai PT. Kereta Api Persero juga tidak jelas, bila dikaitkan dengan PP No. 19 tahun 1998 yang khususnya menyangkut Pasal 1 ayat 2 dan Pasal 38 PP No. 12 tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan persero. Hal tersebut menunjukkan bahwa proses pengalihan dimaksud belum tuntas hingga saat ini. Belum tuntasnya proses dimaksud tidak saja berdampak pada status hukum legal standing nya. Akan tetapi yang lebih penting adalah menyangkut konsekwensi finansial yang memang menjadi hak para pegawai terkait. Misalnya yang berkaitan dengan adanya sejumlah jaminan seperti jaminan hari tua, jaminan kesehatan, pensiun, dll. Dengan berbekal kajian aspek hukum tadi, maka kemudian SPKA pun melakukan berbagai langkah perjuangan yang intinya agar diperoleh kepastian tentang pengalihan status dimaksud hingga tuntas. Penyelesaian pengalihan status yang terkatung-katung antara lain menyebabkan penambahan setian bulannya dana PSL yang menjadi tanggung jawab pemerintah. 84 Bahwa sebagai akibat dari dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 18KP.601Phb-92 tanggal 11 Maret 1992 tentang Pemberhentian dengan sebagai Pegawai Negeri Sipil Perusahaan Jawatan 83 Zainul A Dalimunthe, Op cit. hal 113. 84 Ibid. hal 115. Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009 Kereta Api berdampak pada tingkat kesejahteraan para karyawan yang tidak mengalami perubahan atau dengan kata lain apa yang dijanjikan oleh Direksi pada saat proses pengalihan status ini untuk meningkatkan kesejahteraan beserta kenaikan tunjangan setelah menjadi pegawai perum ternyata sampai saat ini tetap saja tidak mengalami perubahan yang signifikan. Bahkan keadaan ini lebih dirasakan setelah kurang lebih 6 tahun sejak Surat Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 18KP.601Phb-92 dikeluarkan. Adapun dampak serta kerugian yang lainnya adalah: a. Gaji pokok dasar pensiun dan tunjangan hari tua pegawai PT. Kereta Api Persero menjadi lebih kecil dibandingkan dengan gaji pokok dasar pensiun dan tunjangan hari tua Pegawai Negeri Sipil lainnya; b. Pelayanan kesehatan terhadap pegawai aktif tidak memadai dan berada jauh dibawah pelayanan yang diterima oleh Pegawai Negeri Sipil pada umumnya yang dilayani melalui Asuransi Kesehatan ASKES, serta terhentinya pelayanan kesehatan pegawai ketika memasuki masa pensiun; c. Tidak ada kepastian kelangsungan dana pensiun akibat ketidakmampuan perusahaan dalam mengelola dana pensiun; d. Banyaknya pegawai yang merasa teraniaya secara psikologis akibat menghadapi ketidakpastian masa depan yang berdampak pada buruknya kinerja semangat kerja di perusahaan; Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009 e. Kesempatan berkarir dari pegawai yang mempunyai kompetensi di bidang perkeretaapian menjadi hilang akibat perubahan status kepegawaian tersebut; f. Tidak adanya kenaikan uang pensiun seperti yang dialami oleh pensiunan Pegawai Negeri Sipil lainnya; g. Tidak mendapatkan fasilitas kenaikan gaji pensiun ke 13; h. Pada saat pengambilan uang pensiun di PT Taspen, ternyata yang dipakai masih tetap NIP Nomor Induk Pegawai yang notabene merupakan register sebagai Pegawai Negeri Sipil dan bukan NIPP Nomor Induk Pegawai Perusahaan.

B. Frekuensi Tuntutan Meninggi