BAB III IMPLIKASI PERUBAHAN BENTUK PERUM MENJADI PERSERO
TERHADAP STATUS KARYAWAN PT. KERETA API INDONESIA
A. Dampak Pengalihan Bentuk Perusahaan
Perubahan status bentuk Perusahaan Jawatan Kereta Api PJKA menjadi Perusahaan Umum Kereta Api PERUMKA dan selanjutnya PT.
Kereta Api Persero tak bisa dipungkiri telah menimbulkan sejumlah dampak. Satu di antaranya adalah dengan perubahan tersebut maka status kepegawaian
para pegawai pekerja pun turut berubah. Namun konsekuensi yang paling menonjol adalah dimensi hukumnya, dimana telah terjadi pemberhentian para
pegawai yang berstatus PNS menjadi pegawai perusahan. Menghadapi kenyataan demikian pihak manajemen bersama dengan
Serikat Pekerja Kereta berinisiatif melakukan kajian aspek hukum dari perubahan atau pengalihan status tersebut. Kajian tersebut kemudian
menemukan sejumlah fakta yang merupakan rangkaian sejarah dari perusahaan pengelola jasa angkutan kereta api tersebut. Kajian tersebut paling tidak dibagi
kedalam beberapa periode, yakni: 1
Era PJKA PJKA didirikan berdasarkan PP No. 61 Tahun 1971 tentang Perusahaan
Jawatan PERJAN Kereta Api. Periode PJKA dimulai sejak tahun 1971 s.d. 1991. Adapun status kepegawaiannya adalah sebagai Pegawai Negeri Sipil
Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009
PNS yang diatur dalam PP No. 16 Tahun 1979 tanggal 25 Juni 1979 tentang Pengangkatan Calon Pegawai Jawatan Kereta Api menjadi Calon Pegawai
Negeri Sipil. Sebagai Pegawai Negeri Sipil PNS; diatur dengan SKB Menkeu dan Menhub: Nomor KM.96LD.302Phb79-No.127KMK.071979 tanggal 30
Maret 1979 tentang Pelaksanaan Penyelesaian Pendirian PJKA. Karena status pegawai sebagai PNS, maka pembinaan kepegawaian harus mengacu kepada
UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.
82
Dalam proses pengalihan status pegawai PNS PJKA menjadi pegawai PERUMKA digunakan sejumlah ketentuan-ketentuan, antara lain:
1 Petunjuk-petunjuk Dephub yang dituangkan dalam:
a Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: SK.13KP.406Phb-78
tanggal 16 Maret 1978 tentang Pemilihan Status Pegawai Negeri Sipil yang diperbantukan pada Perusahaan Umum di lingkungan
Departemen Perhubungan. Pasal 2 ayat 5 menyebutkan Pegawai Negeri yang memilih status Pegawai Perusahaan Umum akan
diberhentikan dengan hormat sebagai PNS dan menjadi Pegawai
Perusahaan Umum penuh. Pasal 3 ayat 2 menyatakan pembinaan
pegawai yang memilih menjadi pegawai Perusahaan Umum dilakukan oleh Perusahaan Umum yang bersangkutan. Pasal 4 ayat
1 menyatakan bahwa PNS yang menggunakan hak pilihnya harus
82
Zainul A Dalimunthe, Op cit. hal 103.
Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009
mengisi dan menandatangani formulir yang disediakan yang
dialamatkan kepada Menteri Perhubungan. Pada ayat 3 disebutkan PNS yang memilih status sebagai Pegawai Perusahaan
Umum wajib mengajukan permohonan berhenti sebagai PNS Atas Permintaan Sendiri
kepada Menteri Perhubungan. b
Surat Perintah Sekretaris Jenderal Dephub Nomor: SP.629KP.003Phb-90 tanggal 20 November 1990. Substansi dari
surat ini memerintahkan Direksi Perusahaan Jawatan Kereta Api melaksanakan pendataan Pegawai Negeri Sipil di lingkungan
Perusahaan Jawatan Kereta Api untuk persiapan peralihan status. Hasil pendataan dimaksud selambat-lambatnya 1 Maret 1991.
Perintah tugas ini ditanda tangani oleh Sekjen Dephub ketika itu
Djunaedi Hadisumarto.
c Surat Sekjen Dephub No. KP.40638.Phb-91 tertanggal 8 Januari
1991 tentang Pembinaan Pegawai Perum Kereta Api masa transisi. Substansinya adalah dengan beralihnya status perusahaan,
sedangkan status Pegawai Perusahaan Kereta Api belum berubah dan masih tetap berstatus PNS. Berdasarkan Pasal 15 PP 57 1990,
penyelesaian status PNS akan dikeluarkan SKB Menteri Perhubungan dengan Menteri Keuangan dan Menpan. Sambil
menunggu SKB tersebut Pembinaan Pegawai Negeri Sipil
Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009
Perumka tetap menjadi Wewenang Kepala Jawatan Kereta Api
sesuai keputusan Menhub No. KP.5KP.008Phb-88 tanggal 4 Agustus 1988 dan KP.16KP.008Phb-89 tanggal 4 September
1989. Surat ini ditanda tangani oleh Sekjen Dephub ketika itu Djunaedi Hadisumarto, namun tidak dilengkapi cap stempel
Departemen Perhubungan.
d Surat Edaran Kepala Biro Kepegawaian Dephub No.
Se.2KP001PHB-91 tanggal 28 September 1991 tentang Mono Status Pegawai Perum di lingkungan Dephub. Surat ini mempunyai
substansi bahwa dalam rangka penyelesaian status kepegawaian terhitung mulai tanggal 1 April 1991 di lingkungan Dephub hanya
terdapat satu status yaitu Pegawai Perusahaan Umum Perum. Untuk sementara jabatan Direksi dan jabatan-jabatan lain di Perum
yang dijabat oleh PNS III c keatas tetap dijabat oleh PNS sampai dikeluarkannya Peraturan Pemerintah PP tentang Status Pegawai
Badan Usaha Milik Negara BUMN. Surat ini ditanda tangani oleh
Swarno Tjitrosuwito, tanda cap stempel Departemen Perhubungan.
e Surat Sekjen Dephub No. KP.40638.Phb-91 tanggal 7 Desember
1991 tentang Pembinaan Pegawai. Isi penting surat ini adalah sambil menunggu penetapan kebijaksanaan lebih lanjut tentang
Pembinaan Pegawai Perum di lingkungan Dephub, diberitahukan
Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009
bahwa beberapa keputusan Menteri Perhubungan masih tetap berlaku dan dapat dipergunakan untuk menyelenggarakan
administrasi pembinaan kepegawaian Perumka yakni:
a Keputusan Menhub No. KM.79KP.006Phb-84 tentang Pokok-
Pokok Pembinaan Kepegawaian Perumka di lingkungan
Dephub.
b Keputusan Menhub No. KM.194KP.406Phb-85 tentang
Pembinaan PNS di lingkungan Dephub yang diperbantukan
dipekerjakan di luar instansi induk.
c Keputusan Menteri Perhubungan No. KM.156KP.406Phb-86
tentang Petunjuk Pelaksanan PembinaanPNS di lingkungan
Dephub yang diperuntukan dipekerjakan di luar instansi induk.
2 Keputusan Direksi Nomor: KAKP39268SK91 tanggal 18 Desember
1991 tentang Pembentukan Tim Pengalihan Status Kepegawaian. a
Berdasarkan hasil rapat Sub Tim di Wisma PENA Jakarta tanggal 13 Januari 1992.
b Sesuai dengan pembicaraan Kepala Biro Kepegawaian Dephub,
disepakati bahwa pegawai yang berusia 50 tahun ke atas menjadi PNS yang diperbantukan, sedangkan pegawai yang berusia 50
tahun ke bawah menjadi pegawai Perumka.
Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009
c Prinsip dasar pengalihan status tidak merugikan pegawai.
d Menjelang pengalihan status dilaksanakan 1 April 1992 hak-hak
pegawai supaya diselesaikan KP 1-10-1991 dan kasus-kasus diselesaikan. KP 1-4-1992 akan diproses sesuai KP PNS.
e Hasil konsultasi dengan Dephub dan BAKN tentang landasan
Pemilihan Status. Dengan mengacu pada SK Menhub No. 13KP.406Phb-87 tanggal 16
Maret 1987, dibicarakan landasan pemilihan Status Kepegawaian batas usia 50 tahun:
a. BAKN berpendapat perlu ada penetapan SK sebagai landasan berpijak
dari pengalihan status. b.
Dephub berpendapat cukup dengan surat Dephub karo kepegawaian No. KP.304217.Phb-92 tanggal 15 Januari 1992.
Setelah dilakukan kajian telaah oleh Tim maka diperoleh kesimpulan bahwa dasar pemberhentian Pegawai Negeri Sipil PJKA adalah karena ”Atas
Permintaan Sendiri” yang diwajibkan oleh Departemen Perhubungan yang kemudian disikapi dan dilaksanakan oleh Direksi Perumka. Penjelasan Pasal
23 ayat 1 a. Undang-undang No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian menyebutkan ”Pegawai Negeri Sipil yang meminta berhenti
berhenti dengan kemauan sendiri, pada prinsipnya harus diberhentikan dengan hormat. Tetapi apabila kepentingan dinas mendesak, maka permintaan berhenti
Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009
itu dapat ditolak atau ditunda untuk sementara waktu”. Artinya berhenti atas permintaan sendiri adalah karena kemauan pegawai itu sendiri.
Dari pengakuan beberapa pegawai eks. PJKA berdasarkan hasil wawancara diperoleh bahwa, pengunduran diri mereka sebagai PNS bukan atas
permintaan mereka dan bukan pula atas kemauan mereka sendiri. Melainkan kewajiban atas kebijakan Departemen Perhubungan dan Direksi Perumka saat
itu. Karena ada keharusan mengisi dan menandatangani formulir permohonan berhenti sebagai PNS yang sudah disediakan. Surat Karo Kepegawaian
Departemen perhubungan Nomor: KP.304217-Phb-92 tanggal 15 januari 1992.
Untuk membuktikan kebenaran hal tersebut Tim Kajian ini mengusulkan agar dilakukan kajian ulang kepada seluruh eks. Pegawai PJKA untuk
mengetahui latar belakang tindakan yang sebenarnya. Didasari atas permintaan siapa dan kemauan siapa mereka itu diberhentikan sebagai PNS?. Kalau
terbukti latar belakang tindakan mereka bukan atas permintaan sendiri dan bukan pula karena kemauan sendiri, maka kebijakan ini cacat hukum ditinjau
berdasarkan pasal tadi. Permintaan berhenti bisa dilakukan hanya oleh karena kemauan sendiri. Apabila terjadi pengalihan hak secara sepihak, maka
didalamnya terdapat indikasi unsur pemaksaan. Segala kerugian yang ditimbulkan karena terjadinya pengalihan hak secara sepihak, maka seluruh
kerugian tersebut adalah menjadi tanggung jawab yang mengambil alih hak
Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009
orang lain. Dalam hal ini pemerintah harus menjaminapa yang menjadi hak pegawai.
Hingga saat dilakukan kajian ini, status kepegawaian belum tuntas berdasarkan Pasal 57 PP No. 57 Tahun 1990 berbunyi ”penyelesaian
pengalihan status pegawai Perusahaan Jawatan Perjan Kereta Api menjadi Pegawai Perusahaan Umum Perum Kereta Api diatur lebih lanjut oleh
Menteri Perhubungan, Menteri Keuangan dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara. Hingga tahun 2002 SKB dimaksud belum juga keluar.
Ditambah lagi kegagalan Direksi Perumka yang menyangkut Pasal 15 jo PP No. 57 1990, berbunyi “tugas dan wewenang Direksi adalah sebagai berikut:
menetapkan gaji, pensiun jaminan hari tua dan penghasilan lain bagi pegawai serta mengatur semua hal kepegawaian lainnya sesuai dengan ketentuan-
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketika kedua hal tersebut belum dapat diselesaikan, ternyata perusahaan sudah mengalami
perubahan lagi dari bentuk Perumka menjadi PT. Kereta Api Persero tertanggal 1 Juni 1999. Atas masalah yang dihadapi tersebut, Tim menyepakati
akan meminta penjelasan dan pertanggung jawaban kepada para pejabat terkait atas segala akibat kelalaian maupun kerugian yang ditimbulkannya terutama
semasa menjalankan tugas dan wewenangnya. Berdasarkan kajian Tim dari berbagai peraturan yang telah diuraikan di
atas, ditinjau dari aspek legalitas, maka penyelesaian status kepegawaian
Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009
Perusahaan Jawatan Kereta Api PJKA menjadi pegawai Perusahaan Umum Kereta Api Perumka dianggap belum tuntas. Karena itu hal-hal berikut perlu
dipertimbangkan: a
Bagi pegawai yang diangkat semasa PJKA, status kepegawaiannya adalah sebagi PNS yang diperbantukan pada PT. Kereta Api Persero dan bagi
pegawai yang diangkat pada era Perumka dan era PT. Kereta Api Persero, status kepegawaiannya adalah sebagai pegawai perusahaan PT.
Kereta Api Persero. b
Segala hak dan kewajiban bagi kedua status pegawai yang ada di PT. Kereta Api Persero dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. 2
Era PERUMKA Perumka didirikan berdasarkan PP No. 57 Tahun 1990 tentang
Pengalihan Bentuk Perusahaan Jawatan Perjan Kereta Api menjadi Perusahaan Umum Perum Kereta Api. Periode status Perumka adalah mulai 1
Juni 1991 s.d. 1 Juni 1999. Status kepegawaiannya adalah Pegawai Perum sesuai PP No. 13 Tahun 1998 tentang Perusahaan Umum Perum. Status
pegawai tidak jelas selama SKB Menteri belum keluar, sesuai Pasal 57 PP No. 57 Tahun 1990 “penyelesaian pengalihan status pegawai PJKA menjadi
pegawai Perumka diatur lebih lanjut oleh Menteri Perhubungan, Menteri Keuangan dan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara. Namun SKB
Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009
tersebut belum pernah ada dan sepanjang SKB tersebut belum dikeluarkan maka pembinaan pegawai dilaksanakan oleh Kaperjanka sebagaimana diatur
dengan SK Menhub No. 5KP.008Phb-88 tertanggal 4 Agustus 1988 dan KP 16KP.008Phb-89 tertanggal 5 September 1989.
Landasan pengaturan pembinaan pegawai juga didasarkan pada surat Kepala Biro Kepegawaian Dephub No. SE.2KP.001PHB-91 tanggal 28
Februari 1991 tentang Mono status Pegawai Perum di lingkungan Dephub. Ada pula surat Sekjen Dephub Nomor: KP.30422Phb-91 tanggal 8 Februari 1991
tentang Pembinaan Pegawai Perumka. Selanjutnya ada keputusan Menhub No. 7 Tahun 1992 tanggal 2 Maret 1992 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengalihan
Status Kepegawaian dari PNS PJKA menjadi pegawai Perumka. Intinya menyebutkan pegawai yang mencapai usia 50 tahun terhitung mulai tanggal 1-
4-1992 status kepegawaiannya adalah PNS yang diperbantukan pada Perumka. Sedangkan pegawai yang belum mencapai usia tersebut maka status
kepegawaiannya dialihkan menjadi pegawai Perumka. PNS yang diperbantukan pada Perumka, pembinaan kepegawaiannya
harus mengacu pada UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian dan Pengelolaan Dana Pensiunnya oleh PT. Taspen Persero. Sedangkan
pembinaan kepegawaian dengan status pegawai Perumka mengacu pada Pasal 15 PP No. 57 1990. Selanjutnya PP No. 13 Tahun 1998 tentang Perusahaan
Umum Perum tanggal 17 Januari 1998 menyatakan pegawai Perum
Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009
merupakan pekerja Perum yang pengangkatan dan pemberhentian, kedudukan, hak serta kewajibannya ditetapkan berdasarkan perjanjian kerja sesuai dengan
perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan. Ketentuan-ketentuan yang digunakan dalam proses pengalihan status
pegawai Perumka menjadi pegawai PT. Kereta Api Persero adalah: a.
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1998 tentang Pendirian Perusahaan Perseroan. Pasal 1 ayat 2 berbunyi “pendirian perusahaan perseroan
dengan ketentuan bahwa segala hak dan kewajiban, kekayaan serta pegawai
Perusahaan Umum yang ada pada saat pembubarannya beralih kepada Perusahaan Perseroan Persero yang bersangkutan”.
b. Pasal 33 PP No. 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan Persero
menyatakan “pegawai persero merupakan pekerja persero yang pengangkatan dan pemberhentian, kedudukan, hak serta kewajibannya
ditetapkan berdasarkan perjanjian kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.
Terhadap fakta-fakta tersebut di atas, telaah Tim menyatakan bahwa berdasarkan isi Pasal 6 PP No. 19 Tahun 1998 tentang Pengalihan Bentuk
Perusahaan Umum Perum Kereta Api menjadi Perusahaan Perseroan Persero berbunyi ”terhitung sejak berdirinya Perusahaan Perseroan, maka PP
No. 57 Tahun 1990 dinyatakan tidak berlaku lagi”. Masalahnya kemudian adalah penyelesaian status kepegawaian dimaksud belum tuntas, karena belum
Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009
dikeluarkannya SKB 3 Menteri sesuai Pasal 57 PP No. 1990 dan sudah dinyatakan tidak berlaku lagi. Sehubungan dengan itu ada dua kemungkinan
proses yang dapat dilaksanakan dalam rangka penyelesaian persoalan status kepegawaian ini, yaitu:
a. PNS PJKA dialihkan menjadi pegawai Perumka lalu dialihkan pula
menjadi pegawai PT. Kereta Api Persero; b.
PNS PJKA langsung dialihkan menjadi pegawai PT. Kereta Api Persero, karena PP No. 57 Tahun 1990 sudah dinyatakan tidak berlaku lagi.
Oleh karena penyelesaian status kepegawaian Perusahaan Jawatan Kereta Api PJKA menjadi pegawai Perusahaan Umum Kereta Api Perumka
pun belum tuntas, maka dengan memperhatikan waktu dengan biaya diperlukan solusi yang tepat. Solusi tersebut adalah status PNS PJKA langsung diperoleh
menjadi PNS yang diperbantukan di PT. Kereta Api Persero. Sedangkan pegawai penerimaan Perum beralih status menjadi pegawai PT. Kereta Api
Persero. 3
Era PT. Kereta Api Persero PT. Kereta Api Persero didirikan berdasarkan PP 19 Tahun 1998
tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum Perum Kereta Api menjadi Perusahaan Perseroan Persero. Akte Notaris pendirian oleh Imas Fatimah,
SH. No. 2 Tahun 1999 tanggal 1 Juni tentang pendirian Perusahaan Persero PT. Kereta Api Persero. Masa status persero tersebut adalah mulai 1 Juni
Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009
1999 hingga saat ini. Status pegawainya adalah pegawai persero. Adapun mengenai pembinaan kepegawaiannya tunduk pada UU Ketenagakerjaan
83
Bahwa tindak lanjut pengalihan status pegawai perumka menjadi pegawai PT. Kereta Api Persero juga tidak jelas, bila dikaitkan dengan PP
No. 19 tahun 1998 yang khususnya menyangkut Pasal 1 ayat 2 dan Pasal 38 PP No. 12 tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan persero. Hal tersebut
menunjukkan bahwa proses pengalihan dimaksud belum tuntas hingga saat ini. Belum tuntasnya proses dimaksud tidak saja berdampak pada status hukum
legal standing nya. Akan tetapi yang lebih penting adalah menyangkut konsekwensi finansial yang memang menjadi hak para pegawai terkait.
Misalnya yang berkaitan dengan adanya sejumlah jaminan seperti jaminan hari tua, jaminan kesehatan, pensiun, dll. Dengan berbekal kajian aspek hukum tadi,
maka kemudian SPKA pun melakukan berbagai langkah perjuangan yang intinya agar diperoleh kepastian tentang pengalihan status dimaksud hingga
tuntas. Penyelesaian pengalihan status yang terkatung-katung antara lain menyebabkan penambahan setian bulannya dana PSL yang menjadi tanggung
jawab pemerintah.
84
Bahwa sebagai akibat dari dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 18KP.601Phb-92 tanggal 11 Maret 1992 tentang
Pemberhentian dengan sebagai Pegawai Negeri Sipil Perusahaan Jawatan
83
Zainul A Dalimunthe, Op cit. hal 113.
84
Ibid. hal 115.
Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009
Kereta Api berdampak pada tingkat kesejahteraan para karyawan yang tidak mengalami perubahan atau dengan kata lain apa yang dijanjikan oleh Direksi
pada saat proses pengalihan status ini untuk meningkatkan kesejahteraan beserta kenaikan tunjangan setelah menjadi pegawai perum ternyata sampai
saat ini tetap saja tidak mengalami perubahan yang signifikan. Bahkan keadaan ini lebih dirasakan setelah kurang lebih 6 tahun sejak Surat Keputusan Menteri
Perhubungan Nomor 18KP.601Phb-92 dikeluarkan. Adapun dampak serta kerugian yang lainnya adalah:
a. Gaji pokok dasar pensiun dan tunjangan hari tua pegawai PT. Kereta
Api Persero menjadi lebih kecil dibandingkan dengan gaji pokok dasar pensiun dan tunjangan hari tua Pegawai Negeri Sipil lainnya;
b. Pelayanan kesehatan terhadap pegawai aktif tidak memadai dan berada
jauh dibawah pelayanan yang diterima oleh Pegawai Negeri Sipil pada umumnya yang dilayani melalui Asuransi Kesehatan ASKES, serta
terhentinya pelayanan kesehatan pegawai ketika memasuki masa pensiun;
c. Tidak ada kepastian kelangsungan dana pensiun akibat ketidakmampuan
perusahaan dalam mengelola dana pensiun; d.
Banyaknya pegawai yang merasa teraniaya secara psikologis akibat menghadapi ketidakpastian masa depan yang berdampak pada buruknya
kinerja semangat kerja di perusahaan;
Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009
e. Kesempatan berkarir dari pegawai yang mempunyai kompetensi di
bidang perkeretaapian menjadi hilang akibat perubahan status kepegawaian tersebut;
f. Tidak adanya kenaikan uang pensiun seperti yang dialami oleh
pensiunan Pegawai Negeri Sipil lainnya; g.
Tidak mendapatkan fasilitas kenaikan gaji pensiun ke 13; h.
Pada saat pengambilan uang pensiun di PT Taspen, ternyata yang dipakai masih tetap NIP Nomor Induk Pegawai yang notabene
merupakan register sebagai Pegawai Negeri Sipil dan bukan NIPP Nomor Induk Pegawai Perusahaan.
B. Frekuensi Tuntutan Meninggi