Interaksi perawat Dukungan Keluarga Perawat

berlebihan serta adanya tuntutan pengetahuan dan keterampilan yang tidak sesuai dengan bakatnya.

5.6. Interaksi perawat

Berdasarkan hasill penelitian diketahui sekitar 45,7 responden melakukan interaksi dengan pasien dan 54,3 jarang melakukan interaksi dengan pasien. Selanjutnya diketahui bahwa ada hubungan antara seringnya melakukan interaksi dengan kejadian stress pada perawat denganp value 0,011. Perawat yang jarang berinterksi dengan pasien 76,3 tidak stres dan yang sering berinteraksi dengan pasien 53,1 mengalami stres. Salah satu kemampuan yang dimiliki oleh perawat adalah kemampuan interpersonal yaitu kemampuan untuk melakukan interaksi atau melakukan komunikasi dengan pasien Husein,1994. Perawat pada saat berinteraksi dengan pasien banyak yang mengalami ketakutankecemasan, khususnya pada saat memberikan asuhan keperawatan kepada pasien yang mengalami gangguan jiwa karena adanya perilaku merusak, pasien dengan infeksi yang dapat menular misalnya Hepatitis, HIVAIDS dan lain sebagainya sehingga hal ini tentu dapat menyebabkan seorang perawat menjadi stres. Sifat, watak, tempramen dan kepribadian setiap perawat berinteraksi dalam sebuah rumah sakit akan mempengaruhi seseorang dalam pekerjaannya. Pasien yang sedang dalam keadaan sakit tentunya banyak masalah yang dihadapi disamping masalah kesehatan, dimana dengan adanya interakasi dengan perawat semua masalah yang dihadapi akan diutarakan dengan perawat, hal Harlen Saragih: Pengaruh Karakteristik Organisasional Dan individual Terhadap Stres Kerja Perawat Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Porsea, 2008. USU e-Repository © 2008 tersebut mau tidak mau akan menjadi beban psikologis bagi perawat disamping semakin dekatnya pasien dengan perawat akan membuat banyaknya permintaan dari pada pasien atau tuntutan pasien.

5.7. Dukungan Keluarga Perawat

Responden dalam melaksanakan pekerjaan di RSUD yang mendapat dukungan dari keluarga sebanyak 58,6 dan yang tidak mendapat dukungan dari keluarga dalam bekerja adalah 41,4. Responden yang mendapat dukungan dari keluarga dalam bekerja 73,2 tidak mengalami kejadian stress, sementara respondsen yang tidak mendapat dukungan 51,7 mengalami stres. Dengan p value 0,034 menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga perawat dalam bertugas dengan kejadian stress . Perawat dalam melaksanakan pekerjaan dibebani dengan banyaknya permasalahan dalam keluarga, baik dalam masalah ekonomi, masalah terhadap hubungan antara suamiistri ataupun anak, tanpa adanya niat dari pada masing- masing anggota keluarga ataupun orang-orang yang ada di dalam keluarga untuk membantu perawat dalam upaya penyelesaian ataupun dukungan dari keluarga akan perpengaruh pada saat perawat melaksanakan pekerjaan, hal tersebut akan membuat perawat mudah mengalami stress. Manusia Perawat sebagai mahluk sosial tentunya membutuhkan bantuan atau pertolongan dari orang lain suami, anak dan keluarga dalam segala hal. Kebutuhan akan pertolongan orang lain ini, tidak hanya dalam bentuk materi saja Harlen Saragih: Pengaruh Karakteristik Organisasional Dan individual Terhadap Stres Kerja Perawat Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Porsea, 2008. USU e-Repository © 2008 tetapi dapat juga berbentuk nonmateri, misalnya dukungan support dalam melakukan sesuatu sesuai dengan pendapat Jhonson dan Jhonson 1991. Dengan adanya dukungan sosial ini diharapkan dapat memperkuat atau menaikkan perasaan harga diri seseorang, membantu menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam pekerjaan. Jadi fungsi dukungan sosial keluarga adalah memberikan bantuan dalam bentuk penyelesaian masalah sehingga akan memperkuat perasaan harga diri seseorangperawat yang kemudian dapat dengan yakin mengambil kesimpulan terhadap suatu permasalahan dalam pekerjaan. Menurut Munandar 2004 bahwa isu-isu tentang keluarga, krisis kehidupan, kesulitan keuangan, dan konflik antara tuntutan keluarga dan tuntutan rumah sakit, semuanya dapat merupakan tekanan pada perawat dalam pekerjaannya sehingga akan menyebabkan seseorang perawat menjadi stres dalam pekerjaannya. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Amirin 2006, bahwa dari sekian banyak sumber stres dari keluarga ada 3 hal yang paling sering yaitu : 1. Bertambahnya anggota keluarga dengan kelahiran anak, dapat menimbulkan stres yang berkaitan dengan masalah keuangan tambah anak bertambah pula biaya pengeluaran, masalah kesehatan dan ketakutan bahwa hubungan antara suami-isteri dapat terganggu. 2. Perceraian, dapat menghasilkan banyak stressful transitions untuk semua anggota keluarga karena mereka harus menghadapi perubahan dalam status sosial, pindah rumah dan perubahan kondisi keuangan. 3. Anggota keluarga yang sakit, cacat dan mati yang pada umumnya Harlen Saragih: Pengaruh Karakteristik Organisasional Dan individual Terhadap Stres Kerja Perawat Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Porsea, 2008. USU e-Repository © 2008 memerlukan adaptasi, kemampuan untuk mengatasi perasaan sedih atau duka yang mendalam dan kesabaran. Permasalahan mutasi, tidak adanya peningkatan karier, timbulnya kejenuhan akibat pekerjaan yang dilaksanakan monoton dan munculnya konflik antara sesama perawat di rumah sakit ditambah dengan tidak adanya dukungan dari keluarga akan membuat seorang perawat menjadi stress. 5.8.Kejenuhan Perawat Responden yang merasakan Kejenuhan tinggi dalam melaksanakan tugas sejumlah 48,6 dan 51,4 merasakan kejenuhan tingkat rendah. Selanjutnya perawat yang merasa tidak jenuh 77,8 tidak mengalami stress dan yang merasa jenuh yang 52,9 yang mengalami stress. Berdasarkan hasil analisis bivariat diketahui bahwa ada hubungan yang bermakna antara kejenuhan dalam bekerja dengan kejadian stress pada perawat dengan p value 0,008. Rasa jenuh muncul salah satu penyebab utamanya karena kondisi kerja yang monoton sepanjang waktu, apabila tidak adanya perubahan ataupun tidak adanya stimulus yang baru akan membuat perawat menjadi stres. Perawat di RSUD Porsea yang bekerja di ruang rawat inap pada umumnya pekerjaannya selalu monoton setiap hari misalnya membersihkan ruang perawatan, membersihkan kamar mandi, membersihkan tempat tidur pasien, mengukur suhu tubuh pasien, mengukur tekanan darah pasien, memberikan obat dan suntikan kepada pasien, melakukan observasi, mengisi buku rawatan dan lain sebagainya. Kejenuhan Harlen Saragih: Pengaruh Karakteristik Organisasional Dan individual Terhadap Stres Kerja Perawat Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Porsea, 2008. USU e-Repository © 2008 sudah menjadi masalah besar pada berbagai jenis pekerjaan, baik yang profesional maupun yang tidak. Secara sederhana, kejenuhan adalah proses bertahap dimana seorang pekerja yang mulanya produktif dan berkomitmen, kehilangan semua kepedulian dan minat terhadap pekerjaan atau profesinya. Korban kejenuhan sering kali mengalami kelelahan fisik dan emosional, kehilangan rasa tertarik pada pekerjaan, dan keterpisahan dari rekan kerja. Meskipun kejenuhan dapat melanda siapapun, individu yang paling rentan adalah mereka yang berhubungan dengan banyak orang setiap hari, hal ini sesuai dengan pendapat Andrew Goliszek. Perawat sering mengalami kejenuhan, tetapi mereka mempunyai alasan yang berbeda. Selain mengurus pasien yang suka menuntut misalnya pasien ingin selalu didampingi oleh perawat, mereka juga berhadapan dengan dokter yang stres misalnya dokter yang suka marah-marah bila obat oral dan injeksi tidak diberikan oleh perawat tepat waktu. Dua penyebab stres terebut sering menjadi alasan mengapa perawat merasa kelebihan beban, kelebihan kerja dan kurang dihargai. Perawat muda memulai kariernya dengan antusiasme dan idealisme yang luar biasa. Mereka percaya bahwa perawat adalah profesi yang sangat istimewa dan mulia. Idealisme tersebut runtuh ketika mereka berhadapan dengan pasien atau dokter yang kritis, menuntut dan tidak tahu berterimakasih. Salah satu alasan terbesar munculnya kejenuhan perawat adalah kesenjangan antara harapan dan kenyataan hal ini sesuai dengan Andrew Goliszek 1992. Harlen Saragih: Pengaruh Karakteristik Organisasional Dan individual Terhadap Stres Kerja Perawat Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Porsea, 2008. USU e-Repository © 2008 5.9.Konflik dengan rekan kerja Konflik dengan rekan kerja adalah adanya ketidak sesuaian antara dua atau lebih anggota atau kelompok di tempat kerja, responden yang merasaan munculnya ketidak sesuaian atau konflik tinggi adalah sejumlah 54,3 dan yang merasaan konflik rendah adalah sejumlah 54,3. Selanjutnya berdasarkan hasil analisis bivariat diketahui bahwa p value 0,000 menunjukkkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara adanya adanya konflik yang terjadi dengan kejadian stress dikalangan perawat di RSUD Poresa. Bekerja dapat menjadi pengalaman yang sangat mengesankan; bagi banyak orang pekerjaan merupakan bagian yang cukup besar dari identitas mereka, namun, terkadang pekerjaan terasa menganggu bila muncul permasalah pada pekerjaan tersebut. Sebagai contoh bila konflik dengan rekan kerja timbul, konflik ini akan menjadi beban psikologis dalam pekerjaan, beban tersebut dapat berubah menjadi depresi atau bentuk stress. Setiap tenaga kerja bekerja sesuai dengan perannya dalam organisasi, artinya setiap tenaga kerja mempunyai kelompok tugasnya yang harus dilakukan sesuai dengan aturan-aturan yang ada dan sesuai dengan yang diharapkan oleh atasannya. Namun demikian tenaga kerja tidak selalu berhasil untuk memainkan perannya tanpa menimbulkan masalahkonflik Hurrell dalam Munandar, 2001 . Konflik terjadi jika seorang tenaga kerja mengalami adanya : 1. Pertentangan antara tugas-tugas yang harus ia lakukan dan antara tanggung jawab yang ia miliki. Harlen Saragih: Pengaruh Karakteristik Organisasional Dan individual Terhadap Stres Kerja Perawat Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Porsea, 2008. USU e-Repository © 2008 2. Tugas-tugas yang harus ia lakukan yang menurut pandangannya bukan merupakan bagian dari pekerjaannya. 3. Tuntutan-tuntutan yang bertentangan dari atasan, rekan, bawahan atau orang lain yang dinilai penting bagi dirinya. 4. Pertentangan dengan nilai-nilai dan keyakinan pribadinya sewaktu melakukan tugas pekerjaannya. Hasibuan SP 2003, konflik yang bersifat negatif, emosional dan merusak kerja sama akan merugikan perusahaan. Konflik terjadi diantara individu karyawan, kelompok dengan kelompok, vertikal atasan dengan bawahan, maupun horizontal diantara sesama individu karyawan. Konflik yang tidak teratasi akan menimbulkan konfrontasi, perkelahian dan frustasi. Semua ini akan menimbulkan kerugian perusahaan. Hal inilah yang mengharuskan manajer sedini mungkin harus mengatasi konflik yang terjadi pada perusahaan supaya kerjasama karyawan tetap terpelihara dengan baik. Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien membutuhkan kerjasama dengan tenaga profesi lainnya di Rumah Sakit, apabila timbul konflik dengan rekan kerja akan menjadi beban berat bagi perawat yang dapat mengakibatkan stres, sebab perawat yang salah dalam melakukan tindakan pada pasien oleh sebab tidak adaya koordinasi dengan sesama perawat dan dokter dapat berakibat fatal bagi pasien. Harlen Saragih: Pengaruh Karakteristik Organisasional Dan individual Terhadap Stres Kerja Perawat Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Porsea, 2008. USU e-Repository © 2008

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN