Otonomi kemandirian Perawat PEMBAHASAN

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1.Gambaran Karakteristik Responden Karakteristik responden dapat dilihat berdasarkan pendidikan, jenis kelamin dan berdasarkan unit kerja. Berdasarkan pendidikan lebih banyak responden berpendidikan SPK yaitu 57,14 hal ini terjadi karena responden kebanyakan yang sudah lama bertugas di RSUD Porsea yaitu sejak beroperasi tahun 1982 dan pada saat itu belum ada pendidikan Akademi Perawat dan S1 Keperawatan yang berdiri, sedangkan perempuan 97,14 hal ini terjadi karena pada umumnya di Indonesia lebih banyak perempuan yang memasuki lembaga kependidikan keperawatan dan menjadi seorang perawat. Unit kerja responden lebih banyak bertugas di ruang penyakit dalam, hal ini terjadi karena lebih banyak pasien yang di rawat di ruangan penyakit dalam dibanding dengan ruang perawatan lain yang ada di RSUD Porsea.

5.2. Otonomi kemandirian Perawat

Otonomi adalah kemandirian perawat dalam menjalankan tugasnya serta tidak membutuhkan pengawasan yang ketat dari atasannya. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa responden yang bekerja secara mandiri sebanyak 52.9 dan yang bekerja kurang mandiri sebanyak 47,1. Selanjutnya diketahui bahwa responden yang bekerja secara mandiri adalah sekitar 78.4 tidak mengalami kejadian stress, sementara responden yang tidak mandiri 54.5 mengalami stres. Berdasarkan hasil analisis bivariat uji Chi Harlen Saragih: Pengaruh Karakteristik Organisasional Dan individual Terhadap Stres Kerja Perawat Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Porsea, 2008. USU e-Repository © 2008 Square diketahui p value 0,004 menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara kemandirian perawat dalam bertugas dengan kejadian stress . Hasil pengamatan peneliti ataupun wawancara dengan beberapa responden diketahui bahwa pengawasan yang ketat dari atasan akan membuat diri mereka menjadi kaku dalam melaksanakan tindakan keperawatan, walaupun sebenarnya tugas tersebut sudah merupakan pekerjaan sehari-hari akan tetapi dengan adanya pengawasan oleh atasan membuat mereka terkekang dan kurang bebas dalam bertindak sehingga hal tersebut membuat mereka stress kerja. Selanjutnya hasil kajian peneliti diketahui bahwa setiap orang di dalam pekerjaan mengiginkan untuk dapat bekerja dengan otonomi yang luas, memiliki tanggungjawab, bisa fleksibel dalam bertindak dalam keperawatan dan terlibat dalam pembuatan keputusan yang menyangkut diri atau kepentingan pekerja itu sendiri, hal ini akan menghindarkan terjadinya stress kerja. Pendapat ini sesuai dengan pendapat yang di kemukakan oleh Manajer 1986 yang mengatakan bahwa manusia mempunyai sifat ego yang tinggi, antara lain tak ingin dikekang oleh suatu peraturan atau suatu tata tertib dan pengawasan yang ketat, dengan tata tertip maupun pengawasan yang ketat akan membuat si pekerja merasa terkekang dan mudah mengalami stres. Teori kepemimpinan transaksional dan transformasional yang dikembangkan oleh Bass dan Avolio 1994 menyatakan bahwa pimpinan perlu membiarkan bawahannya melakukan tugas pekerjaannya tanpa ada pengawasan yang ketat dan harus bertanggung sendiri atas hasil kerja yang dilakukan, dengan demikian maka si karyawan akan Harlen Saragih: Pengaruh Karakteristik Organisasional Dan individual Terhadap Stres Kerja Perawat Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Porsea, 2008. USU e-Repository © 2008 lebih bebas dan mandiri melakukan pekerjaannya sesuai dengan kemampuan yang dia miliki.

5.3. Mutasi