4. Non-Proportional Treaty
Dalam tipe retakaful non-proprtional treaty merupakan kontrak yang mengikatkan diri antara operator takaful dengan operator retakaful. Dimana
operator takaful wajib mensesikan setiap risikonya ke dalam pool retakaful dengan ketentuan-ketentuan serta syarat-syarat yang telah disepakati sepanjang
risiko tersebut tidak dikecualikan oleh treaty atau ketentuan polis risiko tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan treaty. Demikian pula retakaful tidak
memiliki pilihan kecuali diwajibkan menerima sesi risiko tersebut. Yang membedakan dengan proportional treaty adalah dalam hal terjadi
kerugian, dalam proportional treaty dibagi secara proportional sedangkan pada non proportional pembagiannya dibagi secara non proportional sebagaimana
yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya bahwa pool takaful hanya menahan kerugian sampai batas tertentu dan sisanya di atas jumlah itu akan
ditanggung oleh pool retakaful. Dengan kata lain, pada retakaful non proportional, pool retakaful bertanggung jawab untuk bagian kerugian di atas
jumlah tertentu.
a. Manfaat Serta Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan pihak penanggung pertama membeli atau memerlukan proteksi berdasarkan kontrak reasuransi non proportional tidak lain adalah untuk
memperbesar atau meningkatkan daya tampung sendiri atas setiap beban risiko yang ditanggungnya, baik yang bersifat risiko khusus dari tiap-tiap objek atau
kepentingan-kepentingan yang berdiri sendiri atau terpisah maupun terhadap risiko-risiko yang terletak dalam satu komplek wilayah yang lazimnya
dikategorikan sebagai satu risiko serta risiko-risiko lain yang dapat terjadi secara beruntun dan atau merupakan satu rangkaian peristiwa yang dapat menimbulkan
kerugian akumulatif dan masih dikategorikan sebagai satu kejadian. Dari sisi pihak penanggung ulang, tujuan memberikan proteksi kontrak
reasuransi non proportional kepada penanggung pertama adalah memberikan suatu perlindungan keuangan perusahaan dalam rangka mengubah ketidapastian
demi kelangsungan kehidupan usaha pihak penanggung pertama. Dengan proteksi semacam ini pihak penanggung pertama paling tidak telah berusaha memperkecil
terjadinya beban besar yang harus ditanggung, bahkan mereka akan dapat terhindar dari ancaman kebangkrutan.
Dari uraian tersebut di atas dapatlah ditarik suatu kesimpulan bahwa penggunaan metode reasuransi dengan jenis atau tipe kontrak reasuransi non
proportional dapat memberikan manfaat bagi penanggung pertama antara lain mengatasi keterbatasn kapasitas daya tampung sendiri OR, penempatan
reasuransi dengan biaya yang ekonomis, premi yang diahan penanggung pertama menjadi lebih besar, memperoleh proteksi yang baik, dapat memperkecil risiko,
dan memperoleh perlindungan untuk menjaga kestabilan atau kelestarian usaha.
b. Jenis-jenis atau Tipe Kontrak Reasuransi Non Proportional
Menurut teori maupun praktek, dalam kategori kontrak reasuransi non proportional terdapat tiga jenis atau tipe kontrak reasuransi sebagaimana tersebut
dibawah ini.
1 Excess of loss
Jika ditinjau dari definisi kontrak reasuransi non proportional sebagaimana disebut di muka, jaminan jumlah kerugian yang menjadi beban
penanggung ulang setelah underlying net retention maupun underlying net retention itu sendiri selalu dinyatakan dalam sejumlah uang tertentu, misalnya
Rp250.000.000 in excess of Rp 100.000.000. Dengan contoh tersebut, dalam hal terjadi suatu kerugian sebesar
Rp350.000.000, maka yang menjadi tanggung jawab penanggung ulang adalah sebesar Rp 250.000.000. Apabila terjadi suatu kerugian yang menjadi beban
penanggung semula hanya sebesar lebih kecil atau sama dengan Rp 100.000.000, penanggung ulang bebas dari tuntutan ganti kerugian. Sebaliknya, apabila jumlah
kerugian yang harus ditanggung penanggung semua melebihi dari jumlah Rp350.000.000, katakanlah Rp 400.000.000, pihak penanggung harus
menanggungnya sendiri sebesar Rp 100.000.000 U.N.R ditambah Rp50.000.000
atau Rp 150.000.000 karena batas tanggung jawab tertinggi pihak penanggung ulang untuk setiap kali kejadian atau peristiwa hanyalah sebesar Rp250.000.000.
41
Sistem excess of loss treaty lazimnya diterapkan dalam menghadapi ”Catastrophic risk” atau ”Accumulation of risk” yaitu kemungkinan terjadinya
suatu klaim dalam jumlah yang sangat besar dalam satu perisitiwa in one event, misalnya:
a Pertanggungan kecelakaan pribadi terhadap penumpang pesawat terbang.
b Tertimbunnya muatan barang secara terus menerus dalam gudang
pelabuhan asuransi pengangkutan laut dengan klausa 15 hari c
Kendaraan bermotor pribadi yang di pool dalam suatu tempat tertentu resiko kebakaran.
d Risiko bencana alam gempa bumi, letusan gunung berapi
Underlying Retention UR
Berbeda dengan ”Own retention” dalam quota share atau surplus treaty, yang mana erat hubungannya dengan ”kemampuan” ceding company, maka
jumlah ”underlying retention” pada hakikatnya tidak ada kaitannya dengan kemampuan termaksud di atas.
41
A.J. Marianto, Reasuransi, ibid., h. 87-89
Besarnya jumlah yang ditetapkan sebagai UR tergantung pada pengalaman klaim yang diperoleh selama tahun-tahun silam 5 sd 10 tahun dan
perhitungan didasarkan atas berbagai metode, antara lain: a.
Variation in loss ratio method variasi dalam persentasi kerugian b.
Loss frequency method frekuensi terjadinya kerugian
c. Integrated cost method perbandingan biaya dengan bentuk reasuransi
lain Di dalam praktek biasanya diadakan pengelempokkan dari besarnya
jumlah-jumlah klaim, sehingga penetapan underlying retention akan lebih sempurna dan wajar bagi pihk-pihak yang bersangkutan.
Contoh penetapan UR untuk asuransi kendaraan bermotor:
Kerugian dalam persentase daripada penghasilan premi bersih Gross Net Premium Income per year
Kel Besarnya claim Rp
2005 2006 2007 2008 2009 Rata-2 1
2 3
4 5
6 7
Kurang dari 1.000.000 1.000.001 sd 3.000.000
3.000.001 sd 5.000.000 5.000.001 sd 7.000.000
7.000.001 sd 9.000.000
9.000.001 sd 11.000.000 Lebih dari 11.000.001
18 12
8 3
1 1
20 10
7 4
2 1
15 12
6 4
2 1
21 7
7 5
1 17
9 10
4 2
2 1
18.2 10
7.6 4
1.4 1
0.4
Annual Claim Ratio 43 44 40 41 45 42.6
Dalam perhitungan yang sederhana, jika dikehendaki UR sebesar Rp5.000.000 lihat kelompok 3, maka claim ratio bagi perusahaan penyalur
ceding company itu sendiri claim OR minimal berjumlah rata-rata 18.2 + 10 + 7.6 = 35.8.
Dengan demikian premi persentase premium rate yang akan ditetapkan terhadap reinsurer tidak akan melebihi 42.6 - 30 = 12.6 oleh karena dalam
”kelompok 4 sd 7” masih ditanggung oleh ceding company, bagian jumlah- jumlah claim sebesar Rp 5.000.000.
Premi
Seperti telah diuraikan di atas bahwa ”Excess of loss treaty” tergolong pada ”non proportional reinsurance” yaitu bahwa tidak terdapat perimbangan
yang tetap antara premi yang diterima dan bagian yang menjadi tanggungan dari masing-masing pihak.
Pada prinsipnya reinsurer menanggung keadaan underwriting policy dari ceding company, seperti halnya ceding company menanggung tertanggungnya.
Oleh karena itu penentuan ”Premium rate” atau bagian premi yang harus dibayar oleh ceding company kepada reinsurer tergantung pada keadaan ceding company,
teristimewa pangalaman klaim-klaimnya selama tahun-tahun lalu. ”Premium rate” biasanya diucapkan dalam persentase dan diperhitungkan
dari seluruh penghasilan premi bersih atau Gross Net Premium Income GNPI atau ada kalanya disebut pula ”Net Retained Premium”.
Yang dimaksud dengan GNPI adalah premi bruto tidak termasuk biaya dikurangi dengan premi restitusi pembatalan jika ada bonus dividen, dan
premi reasuradur misalnya reasuransi fakultative atau obligatory yang lain. Pada umumnya ceding company diwajibkan membayar premi muka
premi minimum kepada reinsurer, yaitu sejumlah premi yang perhitungannya didasarkan atas perkiraan penghasilan premi bersih yang diterima oleh ceding
company dalam jangka waktu tertentu. Pada akhir tahun kontrak akan diadakan perhitungan kembali, dalam arti
kata apakah ceding company akan membayar premi tambahan atau tidak sedangkan premi minimum menjadi hak sepenuhnya daripada reinsurer.
Contoh: Perusahaan Asuransi A mempunyai ”Excess Of Loss Treaty” untuk jenis asuransi
kendaraan bermotor dengan data-data sbb: Underlying Retention sebesar
Rp 400.000
1st layer Rp 3.000.000
Perkiraan GNPI Penghasilan Premi bersih setahun Rp 100.000.000
Persentase premi premium rate 6.5
Premi minimum yang harus dibayar muka biasanya ditetapkan antara 50 sd 70 x rate x GNPI, misalnya : 60 x 6.5 x Rp 100.000.00 = Rp 3.900.000
Seandainya penghasilan premi bersih pada akhir tahun berjumlah Rp 150.000.000 maka premi yang seharusnya dibayar adalah: 6.5 x Rp 150.000.000 =
Rp9.750.000 sehingga dengan demikian ceding company harus membayar premi tambahan sebesar Rp 5.850.000.
Jika terjadi sesuatu klaim sebesar Rp 540.000 → ceding company menanggung Rp 400.000 dan reinsurer menanggung Rp 140.000.
42
Excess Of Loss, yang bila ditinjau dari sisi proteksi dan cara kerjanya terdapat dua bentuk yaitu:
1. Working Excess of Loss