UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
μgL sedangkan nilai LOQ yang diperoleh yaitu 1,532 μgL. Nilai LOD dan LOQ yang diperoleh menunjukkan bahwa metode dalam penelitian ini dapat
digunakan untuk analisis merkuri dengan konsentrasi diatas 1,532 μgL.
Rincian hasil penentuan LOD dan LOQ tercantum dalam lampiran 5.
4.6 Uji Presisi
Presisi atau keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil
individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang homogen. Keseksamaan
dapat dinyatakan sebagai keterulangan repeatability atau ketertiruan reproducibility Harmita, 2004.
Uji presisi yang dilakukan yaitu uji keterulangan. Keterulangan adalah keseksamaan metode jika dilakukan berulang kali oleh analis yang sama
pada kondisi sama dan dalam interval waktu yang pendek Harmita, 2004. ICH Guideline 2005 merekomendasikan uji keterulangan dilakukan
dengan minimal 6 kali penentuan pada 100 konsentrasi uji. Uji presisi dilakukan dengan menggunakan salah satu sampel krim sarang burung walet
Krim A-1 yang dibuat menjadi enam replika sampel. Uji presisi ditentukan terhadap sampel sebenarnya untuk melihat pengaruh matriks pembawa
terhadap presisi Harmita, 2004. Hasil uji presisi yang didapat ditunjukkan dengan nilai koefisien variasi KV yaitu 0,918 sedangkan persyaratan
nilai KV yaitu 2 Wells Dantus, 2004. Hasil yang diperoleh menunjukkan presisi yang baik. Hal tersebut juga berarti bahwa matriks
pembawa tidak terlalu berpengaruh terhadap presisi. Rincian hasil uji presisi tercantum dalam lampiran 6.
4.7 Uji Akurasi dengan Persen Perolehan Kembali
Akurasi atau kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan
dinyatakan sebagai persen perolehan kembali recovery analit yang ditambahkan Harmita, 2004. Uji akurasi dilakukan dengan metode
penambahan baku standard addition method atau metode adisi. Metode
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
adisi dilakukan dengan menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode tersebut.
Persen perolehan kembali ditentukan dengan menentukan berapa persen analit yang ditambahkan tadi dapat ditemukan Harmita, 2004. Tujuan
pemilihan metode adisi untuk uji akurasi yaitu untuk mengetahui apakah metode destruksi dalam penelitian ini dapat digunakan untuk preparasi
sampel atau tidak. Uji akurasi dilakukan dengan menggunakan salah satu sampel krim
sarang burung walet Krim B-1 yang dipilih dari 4 sampel krim yang tersedia. ICH Guideline 2005 merekomendasikan uji akurasi dilakukan
dengan menggunakan minimal 9 kali penentuan terhadap minimal 3 tingkat konsentrasi yang mencakup rentang konsentrasi yang telah ditetapkan.
Analit yang ditambahkan ke sampel terdiri dari tiga konsentrasi yaitu 2 μgL, 4 μgL, dan 8 μgL dimana masing-masing konsentrasi dibuat secara
triplo .
Dari uji ini, diperoleh nilai persen perolehan kembali PK dari konsentrasi analit 2
μgL, 4 μgL, dan 8 μgL secara berturut-turut yaitu 79,57; 86,52; dan 73,22. Adapun PK rata
– rata yang didapat adalah 75,658. Hasil PK yang didapat memenuhi persyaratan yaitu 60-
120 AOAC, 2002 sehingga metode destruksi yang digunakan dalam penelitian ini dapat diterapkan untuk preparasi sampel. Hasil uji akurasi
dapat dilihat pada tabel 4.7 sedangkan rincian hasilnya tercantum dalam lampiran 7.
Tabel 4.7 Hasil Uji Akurasi
4.8 Penyiapan Sampel
Untuk dapat diinjeksikan ke dalam alat ICP-OES, sampel padat memerlukan ekstraksi atau digesti asam sehingga analit akan didapatkan
Konsentrasi Analit yang Ditambahkan
gL PK
Persyaratan PK
2 72,885
60-120 AOAC, 2002
4 82,623
8 71,467
PK rata-rata 75,658
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dalam bentuk larutan Boss Fredeen, 1997. Oleh karena itu, harus dilakukan penyiapan sampel terlebih dahulu terhadap sampel krim sarang
burung walet. Penyiapan sampel dilakukan dengan metode destruksi basah. Destruksi basah adalah perombakan sampel dengan asam-asam kuat baik
tunggal maupun campuran, kemudian dioksidasi dengan menggunakan zat oksidator Raimon, 1993. Metode destruksi basah dipilih karena merkuri
bersifat mudah menguap ATSDR, 1999. Pada destruksi basah, suhu yang digunakan lebih rendah sehingga dapat meminimalkan terjadinya penguapan
logam dalam sampel Santoso, 2012. Selain itu, penggunaan alat refluks dipilih sebab kondensor pada refluks berfungsi untuk mengurangi
kemungkinan kehilangan analit akibat penguapan selama proses destruksi sampel Matusiewicz, 2003.
Metode destruksi basah dalam penelitian ini menggunakan beberapa zat pengoksidasi yaitu HNO
3
, H
2
SO
4
dan H
2
O
2
. Ketiga zat tersebut merupakan oksidator yang kuat. Fungsi oksidator yaitu untuk mengoksidasi
bahan-bahan pembawa yang terkandung di dalam sampel menjadi CO
2
dan H
2
O, selain itu dapat menghilangkan senyawa organik dan melepas unsur logam yang akan diteliti yaitu merkuri Anderson, 1987 dalam Wijaya,
2013. Campuran asam nitrat pekat dan asam sulfat pekat banyak digunakan untuk mempercepat proses destruksi. Penambahan oksidator ini juga akan
menurunkan suhu destruksi sampel yaitu pada suhu 350
o
C Sumardi, 1981. Dengan demikian diharapkan komponen yang mudah menguap pada suhu
tinggi seperti merkuri dapat dipertahankan dalam sampel. Sedangkan penambahan H
2
O
2
berfungsi untuk meningkatkan kualitas digestidestruksi Matusiewicz, 2003.
4.9 Uji Kualitatif dan Uji Kuantitatif Merkuri dalam Sampel
Setelah dilakukan penyiapan sampel, tahapan selanjutnya adalah uji kualitatif dan uji kuantitatif merkuri dalam sampel. Larutan sampel hasil
destruksi yang telah diencerkan dipindahkan ke wadah sampel untuk diinjeksikan ke alat ICP-OES. Kemudian larutan sampel, SnCl
2
2 dan HCl
: aquadem 1:1 diinjeksikan ke alat ICP-OES dalam waktu yang sama. Penggunaan pereaksi HCl : aquadem 1:1 dan SnCl
2
2 dalam penelitian