Pengaruh Tingkat Pendidikan dan Pengalaman Politik Faktor Intern Perempuan

2. Pengaruh Tingkat Pendidikan dan Pengalaman Politik

Secara umum dapat dikatakan bahwa faktor tingkat pendidikan dan pengalamannya berorganisasi mempunyai pengaruh terhadap keterlibatan seseorang dalam organisasi sosial, organisasi massa maupun organisasi partai politik. Tingkat pendidikan menentukan tingkat wawasan dan intelektual yang dimiliki seseorang, sehingga diharapkan perempuan yang terjun ke dunia politik memiliki kapasitas dalam berkiprah di dunia politik yang dinamikanya lebih tinggi daripada organisasi lainnya. Organisasi atau partai politik mengandung proses dan mekanisme kerja yang banyak berurusan dendan intrik dan konflik, sehingga tingkat pengalaman berorganisasi dibutuhkan agar seseorang mampu berkiprah dan berkinerja secara optimal dalam organisasi atau partai politik tersebut. Seperti yang dikatakan oleh Dra Ainal Mardiah dari fraksi Golkar sebagai berikut : “Ketika mengikuti pencalonan anggota legislatif ada kriteria tersendiri misalnya, yang pertama adalah tingkat pendidikan dan pengalaman di partai dan organisasi di masyarakat. Sedikitnya perempuan untuk duduk di DPRD karena mereka tidak memiliki kriteria tersebut.” 61

3. Faktor Intern Perempuan

Kebanyakan perempuan lebih suka mengikuti kegiatan-kegiatan yang mencerminkan kelembutan mereka seperti memasak, merias, keagamaan yang mana kegiatan itu tidak dihubungkan dengan politik. Perempuan masih malas mengikuti kegiatan-kegiatan di organisasi, partai politik dan LSM. Mereka menganggap itu bukan dunia mereka sehingga masih sedikit ditemukan perempuan yang aktif berorganisasi dan partai politik. Pendidikan dan pengalaman di organisasi dan partai politik sangat diperlukan oleh mereka yang nantinya akan duduk di pemerintahan. Faktor pendidikan mempunyai peran yang penting untuk mereka yang ingin berkprah didunia politik. Namun untuk selanjutnya pengalaman berorganisasi juga menentukan kematangan mereka dalam menghadapi dan mengolah isu-isu yang ada, baik di lingkungan internal dan eksternal mereka. Ini akan memudahkan mereka dalam membuat kebijakan dan melobi agar kebijakan itu didukungoleh sesama anggota legislatif. Salah satu faktor yang mempengaruhi keterlibatan kaum perempuan dalam berkiprah dalam berbagai bidang, baik bidang pemerintahan publik bahkan politik adalah berasal dari 61 Wawancara dilakukan pada tanggal 2 Juli 2012 Universitas Sumatera Utara diri perempuan itu sendiri dimana terlihat dengan adanya keengganan perempuan dalam mengikuti kegiatan-kegiatan politik. Kondisi ini juga dipengaruhi oleh subordinan dari masyarakat Medan yang memberikan kedudukan kepada kaum perempuan sebagai orang nomor dua karena peran sehari-harinya hanya berkutakat di dunia domestik sebagai seorang istri dan seorang ibu yang mengurus anak-anak. Masyarakat kota Medan juga kurang mau terlibat sebagai aktris utama di setiap kegiatan. Budaya patriarkhi yang memposisikan laki- laki sebagai aktor utama membuat perempuan lebih suka terlibat dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan, keagamaaan, PKK, Dharma wanita dan kegiatan-kegiatan yang jauh dari dunia politik. Hambatan lain yang mempengaruhi adalah kesiapan diri dari perempuan itu sendiri. Seperti sudah dijelaskan di atas, perempuan di kota Medan merasa tidak percaya diri apabila diberikan kepercayaan untuk melakukan kegiatan atau jika ditugaskan untuk memimpin suatu kegiatan. Hal ini menunjukkan kurang adanya kesiapan diri sehingga perempuan seringkali tidak diberi kepercayaan untuk memangku jabatan yang strategis. Salah satu penyebab anggota legislatif perempuan tidak banyak berbicara dalam sidang-sidang legislatif adalah karena mereka kurang memiliki kepercayaan diri untuk mengajukan usul atau pendapat. Keikutsertaan perempuan di dalam arena politik sangatlah penting dan tidak hanya dipandang sebagai sekedar jumlah, tetapi bagaimana mereka dapat mewarnai, membuat perbedaan dan mempengaruhi kehidupan berpolitik dan dalam pengambilan keputusan. Pertama bagi institusional akan membuat parlemenlembaga pemerintah lebih ramah perempuan melalui peraturan-peraturan yang lebih sensitif gender, dengan mengangkat masalah keluarga ke dalam publik dan sebagai kajian politik. Dengan kata lain masuknya perempuan dapat mendorong dilakukannya redefenisi terhadap konsep publik-privat. 62 Ketiga. Dampak terhadap kebijakan, adalah dengan memastikan bahwa kebijakan yang diambil telah memperhitungkan keberadaan dan isu-isu perempuan yang selama ini belum diperhatikan seperti hak reproduksi, kekerasan terhadap perempuan di lingkungan Kedua. Secara representasi, jika jumlah perempuan yang duduk di dalam arena politik lebih besar, maka akan menjamin keberlanjutan perempuan. Selain itu, akan meningkatkan akses perempuan ke parlemen atau lembaga pemerintahan, dengan mendorong calon perempuan agar dapat mendorong calon perempuan agar dapat menempati posisi penting di dalam arena politik, mengubah segala peraturan yang bias gender serta memajukan kesetaraan gender. 62 Lovenduski,Joni dan Azza Karam. Perempuan di parlemen : Membuat suatu perubahan dalam Karam, azza,et.all. perempuan di parlemen bukan sekadar jumlah bukan sekadar hiasan. Jakarta. Yayasan jurnal. 1999 Universitas Sumatera Utara publik dan privat, diskriminasi, eksploitasi, ketidakadilan gender, dan lain-lain sehingga kebijakan yang diambil lebih sensitif gender. Universitas Sumatera Utara BAB IV PENUTUP

1. Kesimpulan: