Hambatan-hambatan yang Menyebabkan Kinerja Perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat Rendah Faktor Aspek Sosial Budaya

dibenarkan oleh salah seorang anggota dewan yang enggan namanya ditulis,di kantor dewan. Menurut dia, pada saat kunjungan ke luar kota, anggota Dewan kebingungan karena tidak mengetahui apalagi memahami materi pada saat melakukan kunjungan. Malah justru minta petunjuk dan arahan dari SKPD di pemerintahan setempat 58

5. Hambatan-hambatan yang Menyebabkan Kinerja Perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat Rendah

Perempuan sering dikatakan tidak cocok untuk bergaul dalam dunia politik. Hambatan bagi perempuan dalam proses rekruitmen politik pada hakikatnya merupakan satu kondisi sosial yang menyebabkam perempuan tidak berperan secara maksimal dalam proses berpolitik dengan suatu pandangan bahwa perempuan diragukan kemampuannya ketika memegang satu jabatan baik pada bidang pemerintahan, publik maupun politik. Kondisi ini disebabkan oleh adanya pandangan subordinasi terhadap perempuan, dimana perempuan diragukan kemampuannya ketika harus memegang jabatan-jabatan politik. Disamping itu masyarakat memandang dunia politik sebagai dunia yang penuh dengan “kekerasan” dan “kotor” sehingga tidak cocok dengan citra perempuan yang “lemah lembut” dan “keibuan”. Pandangan tersebut memberikan dampaj yang cukup besar terhadap peran dan fungsi perempuan, dimana perempuan kurang diberikan kesempatan dan kepercayaan untuk aktif dalam setiap kegiatan. Berdasarkan data yang diperoleh terdapat beberapa faktor yang dapat menghambat perempuan untuk terlibat dalam dunia politik yang menjadi penentu perempuan untuk sulit menduduki posisi-posisi penting dan strategis di DPRD kota Medan, yaitu:

1. Faktor Aspek Sosial Budaya

Kondisi sosial di kota Medan yang dipengaruhi oleh budaya patriarkhi sulit untuk membuat perempuan terjun ke dunia politik. Budaya patriarki memosisikan perempuan pada peran-peran domestik seperti pengasuhan, pendidik, dan penjaga moral. Sementara itu, peranan laki-laki sebagai kepala rumah tangga, pengambil keputusan, dan pencari nafkah. Perpanjangan dari berbagai peran yang dilekatkan pada perempuan tersebut maka arena politik yang sarat dengan peranan pengambilan kebijakan terkait erat dengan isu-isu kekuasaan identik dengan dunia laki-laki. Apabila perempuan masuk ke panggung politik 58 http:www.waspada.co.idindex.phpindex.php?option=com_contentview=articleid=204317:kinerja-dewan-tak- membangun-medancatid=14:medanItemid=27 Universitas Sumatera Utara kerap dianggap sesuatu yang kurang lazim atau tidak pantas bahkan arena politik dianggap dunia keras sarat dengan persaingan bahkan terkesan sangat membius. Bila dicermati kancah perpolitikan perempuan di Indonesia dari segi keterwakilan perempuan baik ditataran eksekutif, yudikatif, maupun legislatif sebagai badan yang memegang peran kunci menetapkan kebijakan publik, mengambil keputusan dan menyusun berbagai piranti hukum, perempuan masih jauh tertinggal bila dibandingkan dengan laki-laki. Perempuan dihadapkan pada nilai-nilai yang terlanjur terinternalisasi dalam dirinya, yang berbenturan dengan usaha-usaha untuk menguatkan mereka, sehingga proses untuk bias keluar dari nilai-nilai yang selama ini mengungkung mereka memang sangat tidak mudah. Tuntutan dari masyarakat dan keluarga terhadap perempuan, yang secara tradisional dikonstroksikan dalam rumah sebagai ibu dan istri, menjadi tembok yang menghalangi perempuan untuk aktif berperan dalam kehidupan publik dan politik. Stigma yang sering kali diberikan pada perempuan yang aktif juga menyulitkan perempuan, semakin susah baginya untuk melanggar rambu-rambu yang telah ditetapkan masyarakat. Nilai-nilai yang berlaku di dalam masyarakat, menetapkan area perempuan di sektor domestik. Nilai-nilai itu secara tidak langsung menjadi kendala bagi perempuan untuk mengembangkan kemampuan di bidang politik karena harus menghadapi konflik psikologis atas pandangan masyarakat yang kurang mengijinkan perempuan di arena yang telah distreotipkan sebagai arena kotor. Seperti yang dikatakan oleh Damai Yona Nainggolan: “Perempuan sangat jarang diperhitungkan dalam proses pengambilan keputusan yang berdampak pada kehidupannya. Semua akses dalam kehidupan yang dominan patriarki selalu dikontrol laki-laki. Padahal, sangat penting untuk mengakui bahwa hak-hak perempuan dalam kebijakan dan praktik untuk mengentaskan kemiskinan”. 59 Selain, karena pengaruh kultural itu, perempuan di DPRD Kota Medan juga mempunyai peran ganda yaitu sebagai wanita karir dan sebagai seorang ibu dan istri. Mereka kurang leluasa jika harus pulang terlalu larut atau bepergian terlalu lama. Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Srijati Pohan anggota dari partai demokrat,”kesulitan saya adalah ketika semua kegiatan dilakukan terlalu larut malam karena saya juga harus memikirkan suami dan anak saya di rumah”. 60 59 Wawancara dengan Ibu Damai Yona Nainggolan pada tanggal 25 juni 2012. 60 Wawancara dengan Srijati Pohan pada tanggal 26 juni 2012 Ini memperlihatkan bahwa perempuan masih sulit membagi waktu mereka akan pekerjaan atau keluarga. Mereka juga terkendala akan pandangan lingkungan sekitar mereka, jika mereka lebih memilih di pekerjaan mereka yang mana lingkungan itu menekan mereka akan kedudukan mereka sebagai istri dan seorang ibu. Universitas Sumatera Utara

2. Pengaruh Tingkat Pendidikan dan Pengalaman Politik