Kinerja Perempuan DPRD dalam Fungsi Legislasi

1.3.2. Pertanggungjawaban pelaksanaan APBD

a. Kepala daerah menyampaikan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan paling lambat enam bulan setelah tahun anggaran berakhir. b. Laporan keuangan meliputi laporan realisasi APBD, neraca, laporan aliran kas, dan catatan atas laporan keuangan yang dilampiri dengan laporan keuangan badan usaha milik daerah. c. Laporan keuangan tersebut disusun sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. 38

2. Kinerja Perempuan DPRD dalam Fungsi Legislasi

Menilai kinerja legislatif perempuan di kota Medan selama 2009-2011 ketika mereka dapat menjalankan fungsi mereka dengan baik. Anggota Legislatif perempuan di DPRD memiliki dua pekerjaan sekaligus yaitu sebagai representatif rakyat untuk menampung aspirasi masyarakat terutama untuk memperjuangkan kepentingan perempuan yang kurang mendapat perhatian terutama untuk keterwakilan politik perempuan dan meningkatkan kesejahteraan perempuan. Keterwakilan perempuan di kota medan hanya 12 saja yaitu hanya enam perempuan terpilih dari 50 anggota dewan saja. Setelah Ibu Halimatuksadiyah meninggal akibat menderita penyakit kanker, anggota dewan perempuan tinggal lima orang saja. Keterwakilan perempuan dalam legislatif sangat penting karena yang memahami dengan baik kebutuhan perempuan itu hanya perempuan itu sendiri. Kebutuhan itu seperti kebutuhan akan kesejahteraan keluarga, kesehatan anak, kebutuhan reproduksi misalnya KB yang aman, kekerasan dalam rumah tangga, serta isu-isu kekerasan seksual dan lain-lain. Dari sisi kehadiran mereka dalam melaksanakan fungsi kerja mereka sebagai wakil rakyat sulit untuk diketahui. Menurut Kabag Hukum dan persidangan DPRD Medan, Alida, “Kehadiran anggota dewan tidak bisa dipertanyakan karena ini adalah internalitas mereka di kantor DPRD, namun mereka tetap mengikuti rapat-rapat, sidang paripurna dan kegiatan- kegiatan lainnya “. 39 38 UU No.32 Tahun 2004 pasal 184 39 Wawancara dengan Ibu Alida dari kabag hukum dan persidangan pada tanggal 16 juni 2012. Namun, staf Kaukus DPRD kota Medan, Rani mengatakan “ Anggota DPRD Perempuan kota Medan jarang kelihatan di kantor, jika pun mereka datang hanya Universitas Sumatera Utara sekitar 2-3 jam saja. 40 Perempuan yang duduk di pemerintahan kebanyakan tidak banyak menguasai praktek politik untuk bisa membantunya menghadapi perubahan kebijakan yang berpihak kepada mereka. Untuk itu dibutuhkan affirmative action karena perempuan lebih diberi kesempatan untuk dapat mewakili kepentingan perempuan yang tidak dapat diwakili oleh kaum laki-laki. Aksi affirmasi juga dibutuhkan untuk kuota politik perempuan di parlemen , rekruitmen perempuan di parlemen, rekruitmen pejabat politik dan birokrasi yang sensitif gender, konsultasi khusus untuk kalangan perempuan, dan kebijakan-kebijakan yang mewujudkan perempuan. Seperti yang dikatakan oleh Damai Yona Nainggolan, anggota dari fraksi Demokrat bahwa“Pemberian kuota 30 pantas diberikan kepada perempuan untuk memenuhi keterwakilan politik perempuan”. ” Ini tentu disayangkan, karena mereka yang selayaknya mewakili perempuan di medan hanya sekedar titip absen saja, duduk sebentar di kursi lalu pulang tanpa menghasilkan apa-apa. Kesetaraan gender merupakan penghapusan diskriminasi dan ketidakdilan dalam konstruksi sosial terhadap laki-laki dan perempuan, meskipun yang sering mengalaminya adalah perempuan. Kesetaraan gender dapat terwujud jika perempuan tidak mendapat diskriminasi dan dapat berpartisipasi dan memiliki akses kontrol dalam proses pembangunan serta mendapat manfaat yang setara dan adil dari pembangunan itu. Laki –laki dan perempuan memperoleh kesempatan yang sama dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan, pertahanan dan keamanan nasional dan dapat menikmati pembangunan yang dilakukan. 41 Dengan sistem kuota 30 perwakilan perempuan Indonesia dalam pengambilan keputusan diharapkan akan membawa perubahan pada kualitas legislasi berperspektif perempuan dan gender yang adil, perubahan tata cara pandang dalam melihat dan menyelesaikan berbagai permasalahan politik dengan mengutamakan perdamaian dan cara- cara anti kekerasan, perubahan kebijakan dan peraturan undang-undang yang ikut memasukkan kebutuhan-kebutuhan perempuan sebagai bagian dari agenda nasional dan membuat perempuan berdaya untuk terlibat dalam berbagai permasalahan yang selama ini tidak mendapat perhatian di Indonesia yang sensitif gender. Seperti yang dikatakan oleh Lily,Mba bahwa kinerja perempuan di DPRD diperlukan agar mereka terlibat langsung dalam setiap pengambilan keputusan dalam membuat kebijakan “ Kami ada disini untuk 40 Wawancara dengan staf kaukus DPRD kota Medan pada tanggal 26 juni 2012 41 Hasil wawancara dengan Ibu Damai Yona Naingggolan pada tanggal 21 Juni 2012 Universitas Sumatera Utara memperjuangkan kepentingan perempuan untuk itu seharusnya posisi perempuan lebih banyak di DPRD” 42 Berdasarkan observasi dilapangan, sikap anggota legislatif di DPRD dalam merespon kepentingan perempuan belum maksimal untuk masyarakat khususnya perempuan di kota Medan. DPRD kota Medan telah membentuk suatu lembaga yang dinamakan kaukus untuk memberi kesempatan kepada anggota legislatif perempuan di kota Medan untuk memberikan ide-ide mereka yang dapat menyetarakan dan memperjuangkan kepentingan perempuan. Namun walaupun sudah terbentuk kaukus perempuan ini, anggota dewan perempuan tidak dapat mempergunakannya dengan baik. Anggota dewan perempuan belum ada menyuarakan kepentingan perempuan agar dimasukkan dalam peraturan daerah. Mereka pun jarang masuk kantor karena lebih banyak menghabiskan waktu mereka untuk mengikuti kunjungan kerja dan bimbingan teknis Bintek sehingga mereka belum membuat kegiatan yang berarti untuk kebutuhan perempuan. Seperti yang dikatakan oleh Devi staf Kaukus DPRD kota Medan“Untuk sekarang ini para anggota dewan perempuan lebih banyak mengadakan kunjungan kerja ke daerah-daerah sehingga jarang masuk kantor.” Mengenai kemampuan antar perempuan dan laki-laki pada umumnya informan berpendapat bahwa laki-laki dan perempuan sebenarnya mempunyai kemampuan yang sama. Perempuan sebenarnya mampu untuk menjalani kehidupan dibidang politik, setidaknya sama dengan laki-laki. Pada prinsipnya tidak ada perbedaan kinerja antara anggota dewan laki-laki dan perempuan. Kalaupun jika ada perbedaan hal itu disebabkan bukan dilihat dari kemampuannya yang berbeda, akan tetapi berkaitan dengan masalah peluang yang diperoleh untuk menampilkan diri. 43 Dari berbagai pendapat dan pandangan anggota dewan, semuanya mengatakan bahwa meskipun nilai-nilai masyarakat terhadap kaum perempuan masih “bias gender” namun mereka menyatakan tidak berpengaruh terhadap kinerjanya sebagai anggota DPRD dalam kaitannya menjalankan fungsi legislasi. Selanjutnya berikut ini akan dipaparkan penjelasan para politisi dan anggota dewan serta dari kalangan pejabat atau eksekutif yang secara rinci memberikan penilaian terhadap kinerja anggota dewan di dalam menjalankan fungsi legislasi. Ibu Dra Lily, Mba selaku Sekretaris Kaukus DPRD Kota Medan memberikan penilaian 42 Hasil wawancara dengan Ibu Lily, Mba pada tanggal 29 Juni 2012 43 Wawancara dilakukan pada tanggal 23 Juni 2012 Universitas Sumatera Utara tentang rincian kinerja anggota dewan di bidang legislasi antara laki-laki dan perempuan sebagai berikut : a. Mengenai kehadiran dan ketepatan waktu dalam kegiatan legislasi “Menurut saya perempuan sama disiplin dan tepat waktu dengan laki-laki, sering membuat kami terlambat adalah peran ganda kami di keluarga. Kami juga mencurahkan pikiran dan tenaga kami untuk mengurus suami dan anak”. b. Mengenai pengetahuan tentang bidang legislasi “Tergantung dari pribadi dan kesempatan yang diberikan oleh partai masing-masing. Sebelum terjun ke ranah ini saya diberikan pelatihan di partai saya yaitu Partai Perjuangan Indonesia Baru. Seperti yang sudah saya katakan sebelumnya kami ada disini untuk memperjuangkan kepentingan perempuan untuk itu seharusnya posisi perempuan lebih banyak di DPRD”. c. Hal inisiatif dan penyampaian gagasan “Menurut saya perempuan disini masih agak kurang karena faktor keberaniannya dalam menyalurkan gagasan. ”. d. Tentang kemampuan kerjasama “Saya menilai kemampuan kerjasama antara laki-laki dan perempuan sama baiknya. Tidak ada perbedaan dan diskriminasi jenis kelamin yang diberikan anggota DPRD yang laki-laki. Mereka menganggap kami sama dengan mereka”. 44 a. Mengenai kehadiran dan ketepatan waktu dalam kegiatan legislasi Oleh Ibu Damai Yona Nainggolan, kinerja anggota dewan di bidang legislasi antara laki-laki dan perempuan dirinci sebagai berikut: “Menurut saya perempuan lebih disiplin, karena perempuan dapat memanage waktu baik sebagai isteri, ibu dan sebagai wanita karier atau sebagai pekerja itu sudah biasa sehingga no problem bagi perempuan”. b. Mengenai pengetahuan tentang bidang legislasi “Tentu saja anggota DPRD Perempuan sudah tahu apa-apa saja kerja yang harus dilakukan dalam membuat kebijakan. Hanya saja kemampuan yang dimiliki masih kurang ditambah jumlah kami masih sedikit sehingga itu menjadi halangan kami membuat kebijakan yang peduli dengan kepentingan perempuan. Pemberian kuota 30 pantas diberikan kepada perempuan untuk memenuhi keterwakilan politik perempuan”. c. Inisiatif dan penyampaian gagasan 44 Wawancara dilakukan pada tanggal 27 Agustus 2012 Universitas Sumatera Utara “Menurut saya perempuan perlu didorong, dilatih untuk punya keberanian mengungkap termasuk berpendapat mengungkap pikiran”. d. Tentang kemampuan kerjasama “Saya menilai kemampuan kerjasama antara laki-laki dan perempuan sama rata, yang berbeda adalah fisik saja”. 45 a. Mengenai kehadiran dan ketepatan waktu dalam kegiatan legislasi Selanjutnya menurut Ibu Ainal Mardiah dari Fraksi Golkar berpendapat tentang kinerja anggota dewandalam bidang legislasi antara laki-laki dan perempuan sebagai berikut: “Menurut saya sama, karena sudah ada aturan atau tata tertib tentang jam hadir. Jika sudah ditentukan jam berapa mereka harus datang maka mereka wajib hadir tepat waktu antara laki-laki dan perempuan”. b. Mengenai pengetahuan tentang bidang legislasi “Pada hakekatnya sama, cuma bidang tugasnya beda berdasarkan komitmennya masing-masing. Kami baru bisa membuat satu peraturan daerah mengenai perempuan yaitu Peraturan daerah Kota Medan No.6 tahun 2009 tentang kesehatan Ibu, bayi lahir dan balita KIBBLA”. c. Hal inisiatif dan penyampaian gagasan “Pada dasarnya sama antara laki-laki dan perempuan. Kalau beda hanya karena pengalaman dan tingkat intelektualitasnya saja”. d. Tentang kemampuan kerjasama “Saya menilai kemampuan kerjasama antara laki-laki dan perempuan tidak ada kesenjangan kerjasama secara tim”. 46 a. Kehadiran dan ketepatan waktu dalam kegiatan legislasi MenurutIbu Srijati Pohan dari Fraksi Demokrat berpandangan tentang kinerja anggota dewan dalam bidanglegislasi antara laki-laki dan perempuan sebagai berikut: “Perempuan lebih disiplin dan tepat waktu dibanding dengan laki-laki, karena perempuan sudah teruji di dalam mengatur waktu, baik untuk rumah tangga maupun untuk pekerjaan atau kedinasan”. 45 Wawancara dilakukan pada tanggal 27 Agustus 2012 46 Wawancara dilakukan pada tanggal 28 Agustus 2012 Universitas Sumatera Utara b. Pengetahuan tentang bidang legislasi “Kepentingan perempuan yang bisa diperjuangakan hanya dalam hal-hal umum saja misalnya kesehatan dan pembangunan, jika bicara mengenai keterwakilan mereka di politik itu masih sulit untuk dikaji. Karena yang harus masuk di Pemerintah adalah mereka yang benar-benar mampu”. c. Hal inisiatif dan penyampaian gagasan “Menurut saya sebenarnya sama, namun perempuan masih kurang berani mengungkapkannya mungkin karena susah dalam mengemukakan pendapatnya secara benar”. d. Kemampuan kerjasama “Masih ada yang tidak yakin sama kemampuan kami. Jika kami bicara mengenai kepentingan perempuan, anggota laki-laki masih mempertanyakan keuntungan yang didapat masyarakat umum yang jenis kelamin tidak hanya perempuan. Itulah kenapa hanya satu peraturan daerah yang masih kami canangkan”. 47 a. Kehadiran dan ketepatan waktu dalam kegiatan legislasi Dan terakhir ,Ibu Janlie dari Fraksi Partai Perjuangan Indonesia Baru berpandangan tentang kinerja anggota dewan dalam bidang legislasi antara laki-laki dan perempuan sebagai berikut: “Karena perempuan di sini juga berkewajiban untuk mengurus rumah tangga, terkadang masih ada yang datang terlambat untuk mengikuti rapat-rapat”. b. Pengetahuan tentang bidang legislasi “Pengetahuan itu di dapat di partai politik dan di lembaga legislatif ini sendiri yaitu dari kunjungan kerja dan bimbingan teknis yang diterapkan dengan peraturan daerah”. c. Hal inisiatif dan penyampaian gagasan “Tantangan menjadi anggota legislatif perempuan sangan berat. Persaingan dalam memperjuangkan kepentingan perempuan adalah pekerjaan yang kami lalui. Namun, faktanya kami sulit menyaingi pendapat laki-laki di rapat karena mereka terkesan lebih keras dan tegas.”. d. Kemampuan kerjasama “Memang, kami bisa bekerja sama dalam Kunker dan Bintek. Mereka menghormati pendapat kami. Namun, masih ada anggota laki-laki yang merasa superior dan ingin dihormari. Mereka masih meragukan kemampuan kami sehingga kami sulit mendapat peluang-peluang dalam menduduki jabatan yang strategis”. 48 47 Wawancara dilakukan pada tanggal 29 Agustus 2012 48 Wawancara dilakukan pada tanggal 30 Agustus 2012 Universitas Sumatera Utara Dari kelima anggota dewan perempuan dan politisi partai politik tersebut, rata-rata mereka menilai bahwa pada prinsipnya kinerja legislasi anggota dewan antara laki-laki dan perempuan memiliki kinerja tidak jauh berbeda. Dari sisi kehadiran kendala yang dihadapi anggota dewan adalah membagi waktu antara bekerja dengan mengurus keluarga. Mereka mempunyai peran ganda yang harus dipenuhi kedua-duanya. Jika salah satu terabaikan, yang akan disalahkan adalah perempuan itu sendiri. Dari segi pengetahuan dalam menjalankan tugasnya di bidang legislasi, mereka mempunyai kepercayaan diri karena mereka telah mendapat pelatihan-pelatihan di partai politik dan pengalaman-pengalaman mereka selama kunjungan kerja dan bimbingan teknis. Namun mereka juga mengakui bahwa mereka masih lemah pengetahuan dalam memperjuangkan perempuan di kota Medan. Mereka kebanyakan belum paham apa yang dibutuhkan oleh kaum perempuan dan hanya membahas peraturan daerah yang dibawakan oleh pemerintah kota Medan seperti yang dikatakan oleh Ibu Damai Yona Nainggolan mengatakan” Untuk saat ini belum dibentuk peraturan daerah mengenai trafficking, semua usulan peraturan daerah diberikan dari Walikota Medan dan itu sudah banyak yang harus dibahas” 49 ”Pada saat rapat berjalan, yang saya lihat kebanyakan anggota dewan perempuan di sini memang mengikuti rapat-rapat yang diadakan. Pada saat rapat mereka selalu datang namun mereka kurang aktif dalam debat pendapat dan memberi masukan” . Anggota Dewan Perempuan juga menganggap bahwa penyusunan peraturan daerah untuk kepentingan perempuan masih belum menjadi langkah krusial yang harus dilakukan. Minimnya pemahaman anggota perempuan mengenai isu dan kepentingan perempuan sangat terlihat ketika sidang-sidang DPRD berlangsung. Kartika Siregar dari staf DPRD Komisi B mengatakan anggota dewan perempuan di DPRD kota Medan kurang berperan aktif dalam mengikuti rapat. Mereka lebih banyak mengikuti alur diskusi yang sedang berjalan. 50 Anggota DPRD Laki-laki di DPRD kota Medan Roma P Simare-mare memberi sedikit pendapat mengenai anggota perempuan di DPRD Kota Medan, anggota legislatif perempuan di komisinya sangat jarang menyampaikan usulan atau pendapat dalam sidang - sidang komisi. Menurutnya, kebanyakan anggota legislatif perempuan bersikap pasif, meskipun ada juga seorang anggota perempuan yang selalu aktif menyampaikan pendapat. Kurangnya partisipasi anggota legislatif perempuan diakibatkan kurangnya pemahaman mereka tentang agenda apa yang harusnya menjadi skala prioritas yang harus mereka 49 Wawancara dilakukan pada tanggal 22 Juni 2012 50 Wawancara dilakukan pada tanggal 28 Agustus 2012 Universitas Sumatera Utara perjuangkan di Dewan. Mereka juga jarang mengusulkan agenda mengenai kepentingan perempuan. “ Perempuan di sini masih kurang aktif dalam berpendapat di rapat-rapat. Mereka sepertinya masih belum paham tentang kepentingan perempuan dan jarang mereka mengajukan usul untuk perempuan”. 51 “ Kelemahan dengan banyaknya anggota DPRD yang laki-laki adalah kami sulit untuk membuat peraturan daerah mengenai kebutuhan perempuan. Jumlah kami yang sedikit menjadi halangan untuk mengajukan usul mengenai kepentingan perempuan.” Mengenai kerjasama dengan anggota laki-laki sebagian berpendapat bahwa sikap anggota laki-laki terhadap kegiatan yang mereka lakukan sangat mendukung. Dalam melakukan kegiatan bersama-sama baik dalam rapat, bintek dan kunker, perlakuan mereka sama dan adanya sikap saling menghargai di antara kedua belah pihak. Namun, ada juga yang mengatakan bahwa terkadang anggota laki-laki masih meragukan kemampuan mereka. Mereka juga merasa rendah jika anggota perempuan mau menduduki jabatan-jabatan yang strategissehingga anggota perempuan di DPRD kota Medan sulit untuk berkembang di sana. Dari fungsi legislasi, jika dilihat dari penduduk Indonesia yang mayoritas adalah perempuan, maka menjadi suatu keharusan setiap kebijakan bersentuhan dengan perempuan. Perempuan seharusnya ikut ke dalam pengambilan keputusan politik karena masih banyak kebutuhan khusus seperti kesehatan reproduksi, KDRT, masalah sembako, pendidikan dan kesejahteraan keluarga yang lebih dipahami dengan baik dengan perempuan sendiri. Dalam fungsi legislasi misalnya, kita dapat melihat bagaimana respon dari para anggota legislatif perempuan terhadap masalah-masalah yang ada di daerah khususnya masalah yang dihadapi oleh kaum perempuan. Seperti yang dikatakan oleh Ibu Damai Yona Nainggolan bahwa: 52 Secara umum Perda-Perda yang berkaitan dengan partisipasi perempuan dalam politik dan kebijakan publik lokal dalam politik lokal tidak sensitif gender. Dengan demikian, tidak serta merta perempuan dapat secara langsung duduk dalam wilayah publik, sebab sifat netral gender itu bukan berarti bebas nilai. Hal ini bahkan, terkait erat dengan nilai-nilai sosial budaya yang melingkupinya. Penyebabnya tidak lain karena adanya hegemoni patriarkal yang membidani lahirnya interpretasi teks yang seksis. Oleh karena itu, sangat logis jika perempuan yang duduk dalam politik formal di daerah tidak representatif. Selain itu, kekhawatiran menguatnya kekuasan lokal yang mengabaikan kepentingan perempuan 51 Wawancara dilakukan pada tanggal 30 Agustus 2012 52 Wawancara dilakukan pada tanggal 21 juni 2012. Universitas Sumatera Utara bukannya tidak beralasan. Hal itu dapat dilihat dengan munculnya sejumlah isu perempuan di daerah yang cenderung mendiskriminasikan perempuan. Misalnya, isu kepemimpinan perempuan, perempuan dan tenaga kerja, perempuan dan pendapatan daerah, perempuan dan APBD, perempuan dan sumber daya alam, perempuan dan kesehatan reproduksi, perempuan dan adat, serta perempuan dan peraturan kepegawaian. Isu isu itu menunjukkan bahwa Perda- Perda berikut kebijakan publik yang diambil oleh para pengambil kebijakan di tingkat lokal belum sepenuhnya “ramah” terhadap kepentingan perempuan. Usaha untuk menyelesaikan persoalan diskriminasi perempuan melalui pembuatan peraturan hukum merupakan ruang yang harus diisi oleh gerakan perempuan dan kesetaraan gender agar tidak kembali ke arah praktik yang merugikan perempuan. Dalam menjalankan fungsi legislasi yaitu sebagai pembuat undang-undang khususnya Peraturan Daerah Perda, anggota dewan perempuan masih kurang memiiki peranan karena kesulitan dengan minimnya anggota dewan perempuan di DPRD sehingga perempuan sulit membuat kebijakan, seperti yang dituturkan oleh Ibu Dra Lily,Mba “ Anggota perempuan kurang dalam mendapatkan tempat yang strategis”. 53

3. Peran Kaukus Perempuan DPRD Kota Medan