Responsivitas Kinerja Anggota Dewan Perempuan di Kota Medan dalam Menjalankan Fungsi Legislasi untuk Memperperjuangkan Kepentingan Perempuan Tahun 2009-2011

Padahal sebagai wakil rakyat, DPRD harus bisa menghasilkan satu aturan yang berdasarkan kepentingan rakyat atau menjawab berbagai masalah di masyarakat. Peningkatan fungsi legislasi tidak hanya dilihat dari jumlah peraturan daerah yang dihasilkan yang berasal dari inisiatif DPRD. Kualitas Anggota DPRD Perempuan juga diukur dari peraturan yang berpihak kepada kepentingan perempuan. Keputusan dan kebijakan yang dikeluarkan mereka sebagai bagian dari legislatif lebih banyak hanya mementingkan pada golongan partai yang diwakilinya. Kondisi seperti ini menjadi catatan bagi masyarakat bahwa wakil rakyat yang telah dipilih sebagai perpanjangan tangan ke pemerintah tidak mampu melaksanakan tugasnya dengan baik. Tugas utama dewan yaitu menghasilkan legislasi yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat, tidak dilaksanakan sama sekali. Begitu juga dengan anggota dewan perempuan, mereka juga tidak mempertanggungjawabkan kedudukan mereka sebagai wakil perempuan. Mereka tidak mengusung kebijakan sensitif gender.

2. Responsivitas

Responsivitas dapat diukur dari kemampuan anggota legislatif perempuan DPRD Kota Medan dengan memanfaatin lembagaorganisasi, informasi yang ada untuk tanggap terhadap kondisi yang terjadi di masyarakat dan menjadi prioritas untuk ditangani khususnya terhadap isu-isu masalah-masalah yang dihadapi kaum perempuan. Dalam operasionalnya, responsivitas lembaga legislatif dilaksanakan melalui keluhan masyarakat, bagaimana sikap anggota dewan perempuan ketika merespon keluhan-keluhan perempuan serta keluhan- keluhan itu juga dijadikan sebagai referensi dan masukan bagi pembuatan kebijakan yang menyangkut tentang perhatian Pemerintah Daerah kepada kepentingan perempuan. Jika dilihat dari responsivitasnya, anggota legislatif perempuan di kota Medan belum dapat menanggapi ataupun merespon segala keluhan dan kebutuhan dari kaum perempuan yang seharusnya dijadikan referensi dalam membuat kebijakan. Hal ini dapat dilihat dari banyak masalah kaum perempuan seperti masalah human trafficking, kekerasan dalam rumah tangga dan masalah-masalah kepentingan perempuan yang lain yang belum dapat diselesaikan . Seperti yang dikatakan oleh Damai Yona Nainggolan dari fraksi Demokrat bahwa” Untuk saat ini belum dibentuk peraturan daerah mengenai trafficking, semua usulan peraturan daerah diberikan dari Walikota Medan dan itu sudah banyak yang harus dibahas.” 55 55 Wawancara dilakukan pada tanggal 25 Juni 2012 Universitas Sumatera Utara Anggota dewan perempuan juga lebih memilih kunjungan kerja dan bimbingan teknis dibandingkan mengurusi masalah masyarakat. Anggota perempuan dibawah komisi B misalnya, lebih memilih pelesiran ke luar kota, sehingga tak satu pun agenda mengurus nasib karyawan yang terselesaikan. Sejumlah buruh PT Power Indo Foam yang dikomandoi Div Advokasi DPP Solidaritas Buruh Sumatera Utara SBSU Amrul Sinaga menyebutkan, sangat menyayangkan kinerja komisi B dibawah kepemimpinan Surianda Lubis Ketua dan M Yusuf sekretaris yang tidak serius menyelesaikan masalah mereka.Seperti yng dikatakan oleh Amrul Sinaga, “Dengan kondisi ini, kita sangat kecewa, setiap saat kita resah, karena ketidakpastian jadwal dari komisi B DPRD Medan. Sampai saat ini 20 orang buruh PT Power Indo Foam tanpa ada kepastian hubungan industrional”. 56

3. Efektifitas