lebih cepat mengambil H
α
dari sikloheksana-1,3-dion, sehingga ion enolat sikloheksana-1,3-dion akan lebih cepat dan lebih banyak terbentuk. Dengan
semakin cepat dan banyak ion enolat sikloheksana-1,3-dion yang dihasilkan, maka akan semakin mudah bereaksi dengan C karbonil pada 4-hidroksi-3-
metoksibenzaldehida sehingga
rendemen senyawa
2- 4’-hidroksi-3’-
metoksibenzilidena sikloheksana-1,3-dion yang dihasilkan akan semakin banyak.
D. Metode Pemurnian Dan Pemeriksaan Kemurnian Senyawa Hasil Sintesis
1. Rekristalisasi
Rekristalisasi merupakan suatu metode yang tepat untuk pemurnian zat padat. Metode ini didasarkan atas perbedaan antara kelarutan zat yang
diinginkan dari kotorannya. Metode yang akan digunakan untuk memurnikan suatu zat harus disesuaikan dengan kondisi atau sifat zat yang akan
direkristalisasi Bresnick, 2004. Berikut ini beberapa metode rekristalisasi:
a. Mengkristalkan kembali secara langsung dari cairan pelarut. Metode ini
dilakukan dengan melarutkan zat ke dalam suatu pelarut, kemudian disaring dan dikristalkan kembali dengan pendinginan atau dengan destilasi pelarut
tersebut.
b. Mengkristalkan kembali dengan asam atau basa. Prinsip metode ini
adalah dengan melakukan pendesakan kristal dengan menetralkan pelarut. Senyawa yang sesuai dengan metode ini adalah senyawa-senyawa yang
mempunyai sifat asam atau basa. Senyawa yang bersifat asam seperti fenol dilarutkan dalam natrium hidroksida atau amonium hidroksida encer,
kemudian direkristalisasi dengan mengasamkan pelarut, sedangkan untuk senyawa basa seperti amin dilarutkan dalam asam klorida atau asam sulfat
kemudian direkristalisasi dengan membasakan pelarut.
c. Mengkristalkan kembali secara presipitasi dengan pelarut kedua.
Metode ini dilakukan dengan melarutkan material dalam suatu pelarut, kemudian dipilih pelarut kedua yang bercampur sempurna dengan pelarut
pertama tetapi senyawa yang dimurnikan tidak atau hampir tidak larut pada pelarut kedua. Penambahan pelarut kedua akan membuat zat yang semula
larut pada
pelarut pertama
menjadi mengendapmengkristal
Reksohadiprodjo, 1996. Syarat yang harus dipenuhi oleh sebuah pelarut agar diperoleh hasil
yang optimal dalam proses rekristalisasi, antara lain: 1 dapat melarutkan banyak pada suhu tinggi, dapat sedikit larut pada suhu rendah, 2 harus dapat
melarutkan pengotor dengan segera pada suhu rendah, 3 dapat menghasilkan bentuk kristal yang baik dari senyawa yang akan dimurnikan, serta mudah
dipisahkan titik didih yang relatif rendah, 4 pelarut yang digunakan dalam proses rekristalisasi tidak boleh bereaksi dengan senyawa yang akan dimurnikan
Reksohadiprodjo, 1996.
2. Pemeriksaan organoleptis
Pemeriksaan organoleptis merupakan salah satu paparan mengenai sifat dari zat yang meliputi wujud, rupa, warna, rasa dan bau. Dengan adanya
pemeriksaan organoleptis, maka dapat diketahui ciri-ciri fisik dari senyawa baru. Pemeriksaan ini penting dijadikan sebagai petunjuk awal dalam melakukan
pemeriksaan senyawa hasil sintesis yang dilakukan dengan membandingkan dengan standar dan diharapkan sesuai dengan yang tercantum dalam pemerian
standar Bresnick, 2004. Pernyataan dalam pemeriksaan organoleptis tidak dapat digunakan
sepenuhnya untuk mengenali suatu senyawa baru, namun secara tak langsung pemeriksaan ini dapat memberikan penilaian pendahuluan terhadap mutu zat
yang bersangkutan Dirjen POM RI, 1995.
3. Kelarutan
Pemeriksaan kelarutan senyawa dilakukan untuk mengetahui sifat fisik suatu zat. Selain itu uji kelarutan juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi
atau mendeterminasi
kemurnian dari
senyawa tersebut
dengan membandingkannya dengan standar Jenkins, Knevel dan Digangi, 1965.
Kelarutan tidak hanya dijadikan standar atau uji kemurnian dari suatu zat, tetapi dimaksudkan sebagai informasi dalam penggunaan, pengolahan, dan
peracikan bahan. Pernyataan bagian dalam kelarutan berarti 1 gram zat padat atau 1 mL zat cair dalam sejumlah mL pelarut Anonim, 2001.
Tabel I. Istilah kelarutan zat menurut Farmakope Indonesia IV
Istilah kelarutan Jumlah bagian pelarut yang
diperlukan untuk melarutkan 1 bagian zat
Sangat mudah larut Kurang dari 1
Mudah larut 1 sampai 10
Larut 10 sampai 30
Agak sukar larut 30 sampai 100
Sukar larut 100 sampai 1.000
Sangat sukar larut 1.000 sampai 10.000
Praktis tidak larut Lebih dari 10.000
Dirjen POM RI, 1995
4. Pemeriksaan titik lebur
Pemeriksaan titik lebur adalah suatu aspek penting yang harus dilakukan dalam penelitian sintesis suatu senyawa. Hal ini penting dilakukan
karena pemeriksaan titik lebur senyawa dapat memberikan informasi mengenai kemurnian dari suatu senyawa yang telah disintesis. Rentang titik lebur yang
sempit merupakan kriteria kemurnian suatu senyawa. Umumnya suatu senyawa dikatakan murni apabila mempunyai rentang titik lebur yang tidak melebihi 2
o
C. Untuk rentangan lebih besar dari harga ini dapat dikatakan senyawa kurang
murni MacKenzie, 1967. Titik lebur merupakan suatu perisitiwa perubahan fisika akibat adanya
suhu, yang menyebabkan padatan mulai berubah menjadi cairan pada tekanan satu atmosfer. Jika suhu dinaikkan, maka akan terjadi penyerapan energi oleh
molekul. Bila energi yang diserap cukup besar, maka akan terjadi vibrasi dan rotasi dari molekul tersebut. Apabila suhu dinaikkan lagi, maka molekul akan
rusak dan berubah menjadi cairan. Dalam wujud cairan, molekul tetap terikat satu dan lainnya, namun sudah tidak teratur lagi susunannya Bradstatter, 1971.
5. Kromatografi lapis tipis
Selain kromatografi kertas dan elektroforesis, kromatografi lapis tipis KLT juga merupakan salah bentuk bentuk kromatografi planar. Berbeda
dengan kromatografi kolom yang mana fase diamnya diisikan atau dikemas di dalamnya, pada kromatografi lapis tipis, fase diamnya merupakan lapisan yang
seragam uniform pada permukaan bidang datar yang berfungsi sebagai penyangga lapisan tersebut. Meskipun tampak berbeda dengan kromatografi
kolom, kromatografi planar ini dapat dikatakan sebagai bentuk terbuka dari kromatografi kolom Gandjar dan Rohman, 2007.
Kromatografi lapis tipis merupakan suatu teknik pemisahan yang menggunakan fase diam stationary phase dan fase gerak mobile phase. Fase
diam pada KLT dapat berupa serbuk halus yang berfungsi sebagai permukaan penjerab atau berfungsi sebagai penyangga untuk lapisan zat cair. Pada
penggunaannya, silika gel asam silika, alumina aluminium oksida, selulosa, dan kiselgur tanah diatom biasa digunakan sebagai fase diamnya. Pemilihan
fase gerak pada KLT dapat didasarkan pada pustaka yang ada atau dari hasil percobaan dengan variasi tingkat kepolaran Harwood dan Moody, 1989.
Pada umumnya, kromatografi lapis tipis secara luas digunakan untuk dua tujuan, pertama sebagai metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif,
dan preparatif; kedua digunakan untuk menentukan kondisi yang sesuai untuk pemisahan pada kromatografi kolom ataupun kromatografi cair kinerja tinggi
Gandjar dan Rohman, 2007. Kromatografi Lapis Tipis dapat digunakan untuk analisis kualitatif
terhadap suatu senyawa. Parameter pada KLT yang digunakan untuk identifikasi adalah nilai R
f
. Nilai R
f
Retardation factor merupakan nilai diperoleh dengan membandingkan jarak yang ditempuh oleh bercak senyawa yang diidentifikasi
dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut jarak pengembang. Dua senyawa dikatakan identik apabila mempunyai nilai R
f
yang sama jika diukur pada kondisi KLT yang sama Ettre, 1993.