Proses penggerusan yang berlangsung kurang lebih selama 10 menit akan menghasilkan padatan yang berwarna kuning jingga. Untuk memperoleh senyawa
hasil sintesis dalam bentuk serbuknya, maka akan dilakukan proses kristalisasi pada padatan yang terbentuk dengan menambahkan HCl 2N sebanyak 10 mL. Proses
kristalisasi dilakukan dengan cara mengasamkan padatan yang terbentuk karena senyawa hasil sintesis berada dalam bentuk garam akibat keberadaan ion hidroksil
dari KOH yang akan mengambil atom H dari gugus fenolik senyawa hasil sintesis gambar 14. Dalam suasana asam, akan terjadi pendesakan oleh ion H
+
dari asam yang ditambahkan terhadap garam yang terbentuk dalam hal ini adalah kalium-4-
2,6-dioksosikloheksilidenametil-2-metoksifenolat, sehingga struktur senyawa hasil sintesis akan kembali ke dalam bentuk molekulnya. Adanya penambahan
asam tersebut menyebabkan garam senyawa target yang sebelumnya larut dalam air akan dapat dipisahkan dengan starting material-nya. Endapan yang berupa
serbuk kemudian disaring dengan kertas saring menggunakan bantuan pompa vakum. Endapan yang tertinggal pada kertas saring kemudian dicuci dengan
aquades untuk menghilangkan sisa asam dari HCl yang ditambahkan ke dalamnya dari starting material. Setelah dicuci hingga diperoleh serbuk yang sifatnya netral,
serbuk tersebut kemudian dikeringkan dalam desikator selama dua hari. Pengeringan selama dua hari dimaksudkan agar pengeringan berlangsung dengan
optimal dan diperoleh serbuk kering senyawa hasil sintesis.
H
3
CO HO
O
O
+ KOH
H
3
CO O
O
O
kalium-4-2,6-dioksosikloheksilidenametil-2-metoksif enolat K
+
H
3
CO O
O
O
+ HCl
H
3
CO HO
O
O
2-4-hidroksi-3-metoksibenzilidena sikloheksana,1-3-dion K
+
+ H
2
O
+ KCl
Gambar 14. Pembentukan garam dari senyawa hasil sintesis akibat keberadaan kalium hidroksida KOH dan penambahan HCl yang mengembalikan bentuk
garam senyawa target menjadi bentuk molekulnya
Berdasarkan perhitungan stoikiometri yang dilakukan terhadap rendemen hasil sintesis crude product, diketahui bahwa jumlah senyawa yang dihasilkan
dari tiga kali replikasi masing-masing sebanyak 0,378 g; 0,374 g; dan 0,378 g dengan rendemen crude product masing-masing sebesar 38,157; 38,075; dan
37,661. Hasil perhitungan yang ada menunjukkan bahwa rendemen hasil sintesis yang diperoleh relatif kecil, dimana rendemen hasil masih kurang dari 50.
Rendemen hasil sintesis yang diperoleh relatif kecil disebabkan starting material yang ditambahkan belum habis bereaksi karena sifatnya yang kurang reaktif dan
saat proses pencucian untuk menghilangkan vanilin, terdapat serbuk senyawa hasil sintesis yang tercuci pada saat proses pencucian. Bila ditinjau dari struktur 4-
hidroksi-3-metoksibenzaldehida yang merupakan starting material, atom C karbonil yang berperan sebagai elektrofil dapat mengalami stabilisasi resonansi
menyebabkan atom C karbonil menjadi kurang positif untuk diserang oleh ion enolat yang terbentuk. Berdasarkan serbuk senyawa yang diperoleh dari tahapan
sintesis tersebut, perlu dilakukan analisis lebih lanjut untuk mengetahui apakah
serbuk yang didapat merupakan senyawa 2- 4’-hidroksi-3’-metoksibenzilidena
sikloheksana-1,3-dion atau bukan.
HO H
3
CO H
O
HO H
3
CO H
O
elektrofil 4-hidroksi-3-metoksibenzaldehida
O H
3
CO H
O
peristiwa stabilisasi resonansi
H
Gambar 15. Proses stabilisasi resonansi dari elektrofil yang terbentuk pada senyawa 4-hidroksi-3-metoksibenzaldehida
C. Analisis Pendahuluan
1. Pemeriksaan organoleptis
Pemeriksaan organoleptis dilakukan dengan memeriksa penampakan fisik dari serbuk senyawa hasil sintesis yang dihasilkan. Pemeriksaan ini
dilakukan untuk mengetahui sifat fisik dari senyawa hasil sintesis. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi bentuk, warna, dan bau. Selain dilakukan pemeriksaan
penampakan fisik dari serbuk senyawa hasil sintesis, pemeriksaan ini juga ditujukan untuk membandingkan sifat-sifat fisik dari senyawa hasil sintesis
dengan starting material yang digunakan.
Tabel IV. Perbandingan sifat fisik senyawa hasil sintesis dan starting material
Pengamatan Sikloheksana-1,3-
dion 4-hidroksi-3-
metoksibenzaldehida Senyawa hasil
sintesis
Bentuk
Warna Putih kekuningan
Putih Kuning
Bau Khas
Khas Khas
Pemeriksaan organoleptis yang dilakukan pada senyawa hasil sintesis menunjukkan profil yang berbeda dengan starting material yang digunakan.
Perbedaan yang tampak nyata antara starting material dan senyawa hasil sintesis adalah bentuk dan warna. Sedangkan dari segi bau, baik starting material yang
digunakan dan senyawa hasil sintesis, keduanya mempunyai karakteristik bau khas dan berbeda satu sama lainnya. Hasil pemeriksaan organoleptis
membuktikan bahwa senyawa hasil sintesis merupakan senyawa baru yang mempunyai perbedaan signifikan dengan starting material dari segi bentuk,
warna dan bau.
2. Pemeriksaan kelarutan
Pemeriksaan kelarutan senyawa hasil sintesis dilakukan untuk mengetahui profil kelarutan dari senyawa hasil sintesis pada beberapa pelarut
yang mempunyai kepolaran yang berbeda-beda. Dalam pengujiannya, pelarut yang digunakan antara lain: etanol, DMSO, n-heksan, aseton, etil asetat,
kloroform, air dingin, air panas 80
o
C, NaOH 3N, HCl 3N. Selain digunakan untuk mengetahui profil kelarutan dari serbuk senyawa hasil sintesis,
pemeriksaan ini juga dimaksudkan untuk membandingkan kelarutan antara senyawa hasil sintesis dan starting material yang digunakan. Pemeriksaan
kelarutan tersebut akan menghasilkan data kelarutan dari senyawa hasil sintesis yang dapat digunakan sebagai panduan untuk memilih pelarut yang sesuai dalam
pengujian kromatografi gas – spektroskopi massa GC-MS.
Tabel V. Perbandingan kelarutan senyawa hasil sintesis dan starting material
Pelarut Sikloheksana-
1,3-dion 4-hidroksi-3-
metoksibenzaldehida Senyawa hasil
sintesis
DMSO mudah larut
mudah larut mudah larut
Air dingin mudah larut
sukar larut sangat sukar larut
Air panas 80
o
C mudah larut agak sukar larut
sangat sukar larut NaOH 3N
mudah larut mudah larut
Larut HCl 3N
larut agak sukar larut
sangat sukar larut Etanol 96
mudah larut mudah larut
agak sukar larut Etil asetat
mudah larut mudah larut
agak sukar larut Aseton
mudah larut mudah larut
agak sukar larut Kloroform
larut agak sukar larut
sangat sukar larut n-heksan
praktis tidak larut praktis tidak larut
praktis tidak larut Hasil pemeriksaan kelarutan seperti pada tabel V menunjukkan bahwa
senyawa hasil sintesis larut dalam pelarut DMSO dan NaOH 3N. Selain itu, terlihat bahwa senyawa hasil sintesis dan starting material mempunyai profil
kelarutan yang berbeda. Hal tersebut memperkuat bukti bahwa senyawa hasil sintesis merupakan senyawa yang berbeda dengan starting material yang
digunakan. Dari hasil pemeriksaan kelarutan tersebut, digunakan pelarut DMSO untuk digunakan dalam pengujian GC-MS. Pemilihan tersebut didasarkan atas
profil kelarutan senyawa hasil sintesis yang menunjukkan bahwa senyawa hasil sintesis dapat larut sempurna dalam pelarut DMSO.
3. Pemeriksaan titik lebur
Pemeriksaan titik lebur dilakukan untuk mengetahui kemurnian dari senyawa hasil sintesis yang dihasilkan. Selain itu, hasil pemeriksaan ini juga
akan dibandingkan dengan titik lebur dari starting material yang digunakan untuk memastikan bahwa senyawa hasil sintesis merupakan senyawa yang
berbeda dengan starting material. Dari pengujian yang telah dilakukan pada
serbuk yang telah dikristalisasi dan dikeringkan, diketahui bahwa jarak lebur dari senyawa hasil sintesis sebesar 181,97
– 193,04
o
C. Hasil menunjukkan bahwa serbuk senyawa hasil sintesis mempunyai jarak lebur sebesar 11,07
o
C. Hal tersebut menunjukkan bahwa senyawa hasil sintesis belum murni. Meskipun
belum digolongkan sebagai senyawa yang murni, jarak lebur tersebut cukup membuktikan bahwa senyawa hasil sintesis merupakan senyawa yang berbeda
dengan starting material. Hal ini dikarenakan senyawa hasil sintesis mempunyai titik lebur yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan starting material, yakni
sikloheksana-1,3-dion dan 4-hidroksi-3-metoksibenzaldehida. Titik lebur senyawa hasil sintesis yang lebih tinggi disebabkan ukuran molekul dari
senyawa hasil sintesis yang lebih besar dibandingkan starting material. Ukuran molekul yang semakin besar, maka titik lebur suatu senyawa akan semakin
tinggi pula.
Tabel VI. Titik lebur senyawa hasil sintesis dan starting material
Senyawa Titik lebur
o
C
Senyawa hasil sintesis 181,97
– 193,04 Sikloheksana-1,3-dion
103,06 – 104,92
4-hidroksi-3-metoksibenzaldehida 82,45
– 83,02
4. Pemeriksaan kemurnian dengan kromatografi lapis tipis KLT
Pemeriksaan senyawa hasil sintesis dengan kromatografi lapis tipis digunakan sebagai identifikasi awal yang menunjukkan secara kualitatif bahwa
senyawa hasil sintesis merupakan senyawa yang berbeda dengan starting material yang digunakan. Selain untuk menunjukkan hal tersebut, pemeriksaan
ini juga dapat digunakan untuk menunjukkan kemurnian dari senyawa hasil sintesis. Parameter yang digunakan adalah nilai R
f
Retardation factor dari
masing-masing bercak yang muncul pada lempeng KLT serta jumlah bercak yang muncul untuk masing-masing totolan pada lempeng KLT. Suatu senyawa
tentunya mempunyai nilai R
f
yang spesifik tergantung dari interaksi yang muncul antara sampel dengan fase diam dan fase gerak yang digunakan. Dalam
pemeriksaan kali ini, digunakan fase diam berupa silika gel GF
254
yang akan berfluoresensi hijau bila diamati di bawah sinar UV dengan panjang gelombang
254 nm. Fase gerak yang digunakan merupakan campuran pelarut antara n- heksan : etil asetat 3:2. Berdasarkan fase diam dan fase gerak yang digunakan,
kromatografi yang dilakukan dapat dikategorikan sebagai sistem kromatografi dengan fase normal normal phase. Hal ditunjukkan pada fase diam yang
digunakan yang cenderung lebih polar dibandingkan fase geraknya. Hasil pemeriksaan dengan KLT menunjukkan penampakan lempeng KLT seperti pada
gambar 16.
Keterangan:
1. sikloheksana-1,3-dion S, 2. 4-hidroksi-3-metoksibenzaldehida V, dan
3. senyawa target T.
Gambar 16. Penampakan lempeng KLT di bawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm