70 Rata-rata subjek memiliki kecenderungan pemakaian strategi manajemen
konflik positive problem solving yang tinggi, terlihat dari mean empiriknya sebesar 89,24 mean teoritiknya sebesar 75. Hal ini terjadi karena subjek
mempunyai kesadaran yang tinggi untuk tetap menjaga keutuhan rumah tangga mereka. Bila dilihat dari tingkat pendidikan subjek, tingginya kecenderungan
pemakaian strategi manajemen konflik positive problem solving dalam pernikahan dikarenakan subjek penelitian memiliki tingkat pendidikan yang relatif
tinggi yaitu SLTA. Di mana asumsinya bahwa subjek akan menjadi lebih mampu untuk menjalankan tugasnya sesuai bidang yang dijalaninya berdasarkan
perjalanan yang dilalui. Di samping karena latar belakang pendidikan subjek yang relatif tinggi, tingginya kecenderungan penggunaan strategi manajemen konflik
positive problem solving dalam pernikahan disebabkan oleh sebagian besar subjek bekerja. Kecenderungan subjek yang bekerja membuat subjek memiliki
kemapuan untuk menjalin komunikasi yang baik dan terarah dengan orang lain, termasuk dengan pasangannya. Selain itu subjek juga akan lebih mampu untuk
memahami dan menerima keadaan pasangannya serta lebih mampu berpikir dalam mengelola permasalahan yang terjadi dalam rumah tangga mereka.
Rata-rata subjek memiliki kualitas kelekatan yang tinggi pula, terlihat dari mean empiriknya lebih besar daripada mean teoritiknya 119,13 105. Hal ini
terjadi karena subjek berada dalam tahapan usia dewasa 20-50 tahun. Menurut Erickson dalam Santrock, 1999 menyebutkan bahwa salah satu tujuan dari
tahapan usia dewasa adalah mengembangkan keintiman, yaitu kapasitas individu untuk membina hubungan yang hangat dan berarti dengan orang lain.
71 Keberhasilan subjek dalam mengembangkan keintiman dengan pasangannya
menyebabkan tingginya kualitas kelekatan diantara mereka yang berdampak pada tercapainya kepuasan dalam pernikahan. Menurut Myers 1999, kualitas
kelekatan diantara individu dewasa dalam hubungan pernikahan meliputi tiga aspek yaitu: pengertian yang berkualitas, pemberian dukungan timbal balik serta
menikmati dan memaknai kebersamaan dengan pasangan. Bila dilihat dari sudut pandang tersebut, rata-rata kualitas kelekatan subjek yang tinggi terjadi karena
ketiga aspek kelekatan pada subjek penelitian juga relatif tinggi. Berdasarkan
pembahasan hasil
penelitian terlihat bahwa hubungan pernikahan subjek penelitian memiliki kualitas kelekatan yang tinggi. Hal ini
berarti bahwa subjek pasangan suami istri tersebut dapat merasakan kepuasan dalam pernikahan mereka. Subjek memandang pernikahan sebagai suatu
hubungan yang berharga sehingga perlu untuk dijaga dan dipertahankan. Salah satu cara yang dilakukan subjek untuk mempertahankan dan memelihara
hubungan pernikahan adalah dengan pemakaian strategi manajemen konflik konstruktif positive problem solving sebagai alternatif penyelesaian konflik yang
terjadi dalam rumah tangga mereka. Dari uraian di atas terbukti bahwa kualitas kelekatan pasutri memiliki hubungan yang positif dengan strategi manajemen
konflik positive problem solving dalam pernikahan.
72
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian terhadap pasangan suami istri yang bertempat tinggal di wilayah kota Yogyakarta Asrama POLRI Pathuk RW 06, Kecamatan
Ngampilan dan sekitarnya, dapat diambil kesimpulan bahwa :
1. Ada hubungan positif yang signifikan antara kualitas kelekatan pasutri dengan strategi manajemen konflik positive problem solving dalam
pernikahan, dengan koefisien korelasi sebesar 0,748 dan probabilitas sebesar 0,000 p0,01.
2. Hasil koefisien korelasi determinan r
2
sebesar 0,56. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas kelekatan pasutri memberi sumbangan efektif terhadap
strategi manajemen konflik positive problem solving dalam pernikahan sebesar 56.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diungkapkan di atas, maka terdapat beberapa saran yang dapat diberikan :
1. Bagi pasangan suami istri pasutri, sebaiknya kualitas kelekatan tetap dijaga dan dipertahankan demi kelangsungan rumah tangganya, sehingga
kepuasan dalam pernikahan dapat tercapai. Jika kepuasan dalam pernikahan dapat tercapai maka kehidupan rumah tangga akan terjalin
dengan harmonis.
73 2. Apabila terjadi konflik dalam rumah tangga pasutri, maka sebaiknya
diselesaikan dengan pemilihan strategi manajemen konflik yang tepat yaitu dengan pemakaian positive problem solving kompromi dan
negosiasi sehingga kelangsungan hubungan pernikahan dapat terjaga dengan baik dan hubungan antara suami dan istri tetap sehat.
3. Para konselor atau penasehat perkawinan hendaknya lebih mensosialisasikan pentingnya penggunaan strategi manajemen konflik
konstruktif positive problem solving sebagai cara yang tepat dan efektif dalam mengatasi konflik-konflik yang terjadi dalam kehidupan rumah
tangga pasutri sehingga dapat menekan tingkat perceraian yang terjadi di Indonesia.
4. Untuk peneliti selanjutnya yang akan meneliti strategi manajemen konflik positive problem solving hendaknya memperhatikan variabel-variabel
lain seperti peran gender dan culture atau budaya yang kemungkinan dapat berpengaruh terhadap pemilihan serta penggunaan strategi manajemen
konflik konstruktif positive problem solving dalam pernikahan.
D A F T A R P U S T A K A
Azwar, S. 2000. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. ________. 2001. Dasar-Dasar Psikometri. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
________. 2001. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Bartholomeu, K., Horrowitz, L. M. 1991. Attachment style among young
adults: A test four category model. Journal of Personality and Social Psychology, 51, 1173-1182.
Bell, N. J., Avery, A. W., Jenkins, D. 1985. Family relationship and social competence during late adolescence. Journal Youth and Adolescence, 14,
109-119. Boardman, S. K., Horrowitz, S. Y. 1994. Constructive conflict management
and social problem: An introduction. Journal of Marriege and The Family, 45, 537-546.
Counts, J. A. 2003. Perceived effectiveness of conflict management strategies in dating relationships. A Thesis. Facullty of the Department of Psychology
East Tennesee State University. Craig, G. 1986. Human development. New York: Englewood Cliff.
Faw, T. 1980. Child psychology. New York: Mc Graw Hill Book Company. Geertz, H. 1983. Keluarga Jawa. Jakarta: Penerbit Grafiti Press.
Gottman, J., Krokoff, J. L. 1989. Marital interaction and satisfaction: A Longitudinal view. Journal of Consulting and Clinical Psychology, 57,
47-52.